Side Story of Fadil

8 0 0
                                    


Leon melemparkan sebuah Diary biru milik Violita ke atas meja, Fadil mengerutkan keningnya. Ia mengerti bahwa Leon sedang dalam liburan namun buku itu terlihat bukanlah cerminan ketegasan Leon sebagai abdi negara sama sekali.

''Apa ini?'' tanya Fadil tanpa menyentuh buku itu.

Leon meminum jus jeruknya dengan raut wajah yang begitu terganggu dengan pertanyaan Fadil.

''Baca aja,'' pinta Leon dengan nada datar. Fadil dengan ragu-ragu mengambil Diary itu, halaman pertama Diary itu adalah sebuah perkenalan dari si pemilik Diary. Ia tak berkedip sama sekali saat menatap nama pemilik Diary itu, juga dengan tanggal dan tahun ditulisnya Diary itu.

Halaman pertama yang ia lihat adalah si pemilik Diary menyebutkan bahwa ia melihat 2 orang lelaki masuk ke dalam kelasnya setelah 10 hari orientasi. Ia dapat merasakan bayangan itu kembali. Hari dimana Fadil dan Ardi berjalan memasuki kelas bersama dengan wajah datarnya lantaran ia terlalu lelah begadang bersama Ardi untuk bermain catur. Ia melihat seorang gadis duduk dibangku sebelum bangku terakhir miliknya, diam-diam ia merasakan gadis itu memiliki mata yang indah untuk dipandang semalaman, pikirnya waktu itu.

Fadil membalik halaman selanjutnya dan menemukan bahwa si pemilik Diary itu kini mengetahui namanya, itu tak adil baginya karena ia masih belum mengetahui nama gadis itu sampai pada akhirnnya ia memutuskan untuk meminjam bolpoin kepadanya padahal ia selalu membawa bolpoin satu pack didalam tasnya. Halaman demi halaman, Fadil membacanya. Sudut bibirnya terangkat. Lelaki itu merasa istimewa. Ia merasa dirinya menjadi satu-satunya orang yang dicintai Tuhan saat ini.

Leon menatap tajam, ''Gue minta persaingan kita adil,'' ia memotong momen-momen dimana Fadil menikmati tulisan tangan Violita.

Fadil menurunkan buku Diary itu dari wajahnya dan beralih ke Leon.

''Lo mau kita saingan?'' tanyanya. Nada bicaranya sangat informal kepada sesama lelaki yang bukan siapa-siapanya. Ia tak akan begitu jika Leon adalah rekan kerjanya.

Leon mengangguk pelan.

Fadil mengerutkan keningnya. ''Tapi dia jelas sudah bilang berkali-kali, disini,'' ujar Fadil sambil menenteng Diary itu. Pandangan Leon teralihkan dari Diary itu ke wajah Fadil.

''Gue tau,'' Leon memijat keningnya, ia berusaha untuk menahan diri untuk tak berkata kasar. Bukan hal yang tepat untuk menyikapi percintaan diumur saat ini dengan sikap yang kurang pantas.

''Terus?'' tanya Fadil menanggapi ucapan Leon yang tertahan begitu saja.

'',tapi lo itu cuma masa lalunya. Liat, dia berhenti nulis cerita tentang lo ditahun dimana kalian lulus, itu artinya lo bukan prioritasnya lagi.'' lanjut Leon.

Fadil tertegun dengan apa yang Leon katakan. Itu memang benar, perasaan terkadang sangat mudah berubah meskipun sudah saling memahami bahwa seseorang mencintainya, lalu bagaimana dalam kasus Fadil yang tak pernah menunjukkan perasaannya yang sebenarnya kepada Violita.

''Gue minta ke dia 4 hari.''

Mata Fadil tergerak untuk menatap serius Leon. Lelaki yang ditatap hanya mengalihkan pandangannya ke arah jalanan, luar dari dari restoran dimana mereka bertemu.

''Jadi, 4 hari itu. Gue minta lo untuk sportif.''

Fadil terdiam. Kedua tangannya masih memilin satu sama lain. Ia mendesah pelan, mengangguk mengerti. Meskipun didalam hatinya, ia merasa takut akan kehilangan kesempatan lagi.

---||---

Fikiran Fadil masih terbayang oleh Violita yang diam-diam salah tingkah jika didekatnya. Tak dapat dipungkiri, wajah itu selalu muncul difikirannya belakangan saat ia memeriksa kertas-kertas ujian mahasiswanya. Lelaki itu melepaskan kacamata yang bertengger dihidungnya, kemudian memijat keningnya pelan seakan ingin meredakan fikiran-fikiran buruk yang menghampirnya.

DIARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang