Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suasana langit Bandung yang sore ini mendung seakan mendukung suasana hati (Namakamu) saat ini. Kakinya memang berjalan di halaman kampus, namun pikirannya sedang terbang entah kemana. Tidak usah tanya apa penyebabnya.
Obrolannya dengan Iqbaal tadi malam.
Bukannya ingin berpikiran negatif dan menuduh Iqbaal yang tidak - tidak, namun (Namakamu) hanya takut. Ya, takut. Sebetulnya (Namakamu) sadar, ia bukan siapa - siapanya Iqbaal, mereka tidak memiliki status yang pasti saat ini. Namun, mengingat semua perlakuan Iqbaal kepadanya, tidak ada salahnya berharap, kan?
"Hai, selamat sore."
Pucuk di cinta, ulam pun tiba.
Entah sejak kapan, Iqbaal sudah berjalan di sisi (Namakamu) dan menyapanya tadi. Menyadari itu, refleks (Namakamu) mempercepat langkahnya. Entahlah, saat ini mood untuk melihat Iqbaal sedang hilang ditelan bumi.
Iqbaal mengulum senyum saat melihat reaksi (Namakamu) terhadapnya. Jelas ia tahu penyebab gadis itu bersikap aneh. "Kamu kenapa?" Tanya Iqbaal yang sekarang memegang pergelangan tangan (Namakamu) membuat gadis itu menghentikan langkahnya.
"Nggak apa - apa, Kak. Permisi, aku mau pulang," ucap (Namakamu) yang enggan menatap Iqbaal.
"Aku antar."
(Namakamu) menggeleng seraya melepaskan tangannya dari tangan Iqbaal, "nggak usah Kak, aku di jemput Bang Ojan."
"Abang kamu nggak bisa jemput, tadi dia SMS aku suruh antar kamu pulang. Makanya aku kesini," jelas Iqbaal.
Ingatkan (Namakamu) untuk membuang semua pakaian Fauzan ke kolam ikan nanti.
"Aku naik angkot aja." (Namakamu) terlihat kekeuh untuk menghindari Iqbaal.
Iqbaal menghela nafas pelan. Ia tahu ini kesalahannya. "Ini udah terlalu sore buat kamu naik angkot, oke? Bentar lagi maghrib, nanti ada apa - apa."
"Yaudah, aku naik Go Car."
Iqbaal diam sejenak menatap (Namakamu) yang lebih rendah darinya. Gadis itu masih tidak mau melihatnya, ia menunduk seakan Iqbaal adalah monster yang siap menerkamnya kapan saja.
"(Namakamu), liat aku." Iqbaal memegang dagu (Namakamu) agar (Namakamu) melihatnya. Hati Iqbaal lantas merasa bersalah saat melihat manik cokelat itu.
"I'm so sorry," ucap Iqbaal memelankan suaranya. Mata Iqbaal masih menatap mata (Namakamu) dengan dalam. "Aku antar kamu pulang, ya?"
(Namakamu) terdiam saat Iqbaal menatapnya dengan dalam. Sedangkan gadis batinnya sudah mati sekarat di dalam sana. Jadi, bagaimana caranya marah dengan Iqbaal jika laki - laki itu bersikap manis seperti ini?
Dengan sedikit ragu, (Namakamu) akhirnya mengangguk tanda menerima tawaran Iqbaal. Ia mencoba menyingkirkan perihal tadi malam. Lagipula, Fauzan tidak bisa menjemputnya.