Alun - Alun

5.6K 654 40
                                    

Hari ini langit Bandung terlihat mendung, tanda sebentar lagi hujan akan mengguyur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini langit Bandung terlihat mendung, tanda sebentar lagi hujan akan mengguyur. (Namakamu), dengan totebag ditangannya berdiri dengan gelisah di depan minimarket di dekat kampusnya.

"Ck, Bang Ojan mana sih? Keburu lumutan," ucap (Namakamu) dengan ketus. Matanya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, pukul 2.

Ini hari Sabtu dan (Namakamu) pulang lebih cepat dari biasanya karena ia hanya memiliki 2 mata kuliah.

"Hai geulis, sendirian aja nih."

Tubuh (Namakamu) mendadak membeku, otaknya langsung dipenuhi dengan bayangan - bayangan negatif. Ia sama sekali tidak berani menoleh kebelakang, takut jika suara laki - laki itu berasal dari preman yang hendak menjahili nya.

"Kok diem aja sih? Bisu ya?"

(Namakamu) masih diam.

"Neng cantik, ayo Aa' anterin pulang, rumahnya dimana?" Laki - laki itu bersiul.

Baang Ojan, Bundaa, toloong, jerit (Namakamu) dalam batinnya.

"Noleh atuh neng, kan Aa' mau liat wajah cantik kamu atuh."

Perasaan (Namakamu) saat ini antara geram, dan dominan takut. Ingin rasanya ia berbalik dan memukul wajah laki - laki -yang sudah (Namakamu) duga adalah preman- itu.

"Ah, atau kamu mau Aa' bawa kerumah Aa' ya? Kan enak tuh, kita bisa-"

BUUKK

"Awh."

Mata (Namakamu) membelalak melihat apa yang barusan ia lakukan, merasa sedikit tidak percaya bahwa ia baru menghajar orang. Rasa takut yang menyerangnya tadi mendadak berubah menjadi rasa bersalah, dan juga geram. Ia menatap laki - laki yang menggodanya tadi dengan tatapan bingung.

Laki - laki itu sekarang setengah berjongkok seraya memegangi hidungnya yang mungkin memar akibat pukulan -lebih tepatnya tonjokkan- yang dilayangkan (Namakamu), dan membuat wajahnya tidak terlihat karena terhalang rambut dan juga topi yang ia kenakan.

"Kalau hidung aku patah, kamu yang tanggung jawab ya," ucap laki - laki tersebut seraya mengangkat wajahnya, membuat (Namakamu) semakin melebarkan matanya.

"KAK IQBAAL."

•••

"Maaf."

(Namakamu) memutar bola matanya dan menatap Iqbaal dengan datar karena laki - laki itu terus mengucapkan kata maaf dari mulutnya. Terus menerus, (Namakamu) sampai bosan mendengarkannya.

"Awh, sakit (Namakamu)."

(Namakamu) masih membungkam mulutnya. Tidak tau harus mengucapkan apa, ia merasa kesal dengan Iqbaal -dan juga bersalah karena telah membuat Iqbaal terluka tentunya. Tangan (Namakamu) dengan lihai menempelkan kapas yang sudah ia beri obat merah yang selalu tersedia di tas nya. Jangan tanya mengapa ia selalu membawa kapas dan obat merah, itu adalah suruhan Fauzan.

PemilikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang