Suasana di kelas XI IPS 2 SMA Pelita begitu ramai. Ketidakhadiran guru pengajar tanpa meninggalkan tugas satupun membuat mereka memanfaatkan jam kosong itu untuk bersenang-senang dengan berbagai macam aksi. Beberapa siswa laki laki sibuk dengan bermain gendang yang berwujud meja beberapa diantara yang lainnya ada yang bernyanyi dan berjoget tak beraturan mengikuti lagu yang didendangkan. Tak jarang juga perempuan ikut bergabung bersama memanfaatkan jam pelajaran kosong yang sangat amat jarang dijumpai.
"Jangan berisik banget woi!" Seru Gina menggema namun dihiraukan begitu saja oleh mereka yang membuat gaduh. Gina sekretaris kelas mereka yang garang tak membuat mereka berhenti untuk berisik.
Davine pemuda yang duduk di pojok belakang terbangun hanya dengan mendengar seruan Gina. Padahal sedari tadi ia yakin teman temannya begitu mengganggu tidurnya. Ia menatap tajam satu per satu teman temannya yang mengganggu waktu tidurnya. Melihat tatapan menyeramkan dari Davine semuanya seketika diam. Kembali ke tempat meraka masing-masing tanpa suara.
"Tatapan lo lebih ngeri Vin, daripada teriakan garang Gina."Gurau Adit sahabat Davine yang kini sudah duduk di sampingnya. Davine hanya melirik sekilas tak menjawab gurauan Adit sahabatnya. Kemudian ia berdiri meninggalkan Adit yang mendengus kesal karena tak mendapat balasan dari Davine. Adit yang melihat dirinya ditinggalkan begitu saja oleh Davine ia mengikuti langkah Davine keluar kelas.
"Weh pelan pelan napa mau kemana sih lo." Teriak Adit berusaha menyamakan langkahnya dengan Davine. Davine yang mendengar teriakan tak tahu tempat Adit berhenti seraya menggeram.
Bruk
Adit menabrak punggung belakangnya.Sahabatnya itu mengadu kesakitan seraya mengelus-elus jidatnya yang terbentur kepala Davine.
"Lo tuh kalo mau berhenti bilang bilang kek. Nabrak kan gue kalo jidat gue tambah lebar gimana lo." Rutuk Adit.
"Rooftop."Singkat Davine tanpa berniat meminta maaf sekalipun.
***
Kedua pemuda itu masih saling diam tak ada yang berniat membuka suara. Adit membiarkan Davine berpikir jernih sebelum dengan sendirinya bercerita. Davine pemuda dingin dan cuek yang dikenal banyak orang namun memiliki segudang masalah. Pemuda itu memang seringkali terlihat tak mempunyai banyak masalah tapi ia tahu sahabatnya itu tengah memikirkan berbagai masalah yang datang silih berganti. Walaupun dingin dan terkesan tak peduli dengan sekitarnya tetapi sejujurnya Davine adalah orang yang begitu memperhatikan lingkungan sekitarnya. Ia memang selalu menghiraukan Adit tetapi ia sama sekali tak pernah menyembunyikan masalahnya dari sahabatnya itu. Itu yang membuat Adit bertahan sahabatan dengan pemuda dingin cuek Davine.
"Lo ada masalah sama Alexa?" Tanya Adit tak sabar mengingat Davine tak kunjung bersuara. Davine menggeleng. Adit berkerut dahi bingung. Lalu apa yang membuat pemuda itu sampai terlihat tak tidur semalaman. Ralat bukan tak tidur tapi memang dia tak tidur sampai tadi di kelas baru memejamkan mata.
"Ka-kaira?"
Davine menoleh kemudian menghela nafas berat. Adit mengangguk-angguk mengerti. Ia diam membiarkan Davine mulai berbicara.
"Dia gue ngga suka ngelihat dia nangis." Kata Davine tanpa ekspresi. Adit menghela nafas bersabar menanti kelanjutan ucapan Davine. Ia heran dengan Davine pemuda itu menolak perjodohan itu kenapa ia harus rela tak tidur seperti itu hanya karena gadis yang dijodohkannya menangis. Kali ini Adit tahu selama ini perasaan Davine dan Kaira terhalang oleh sedikit rasa yang dimiliki Davine pada Alexa. Pemuda itu bahkan tak pernah peduli jika ada yang menangis karenanya kecuali sang mama.
"Niat cerita ngga sih ini bocah diem diem bae."Batin Adit kesal melihat Davine kembali diam menatap jauh ke depan.
"Kemarin setelah pulang sekolah di rumah gue."

KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Pernah Ternilai
Teen Fiction"Gue lelah Dav, gue lelah memperjuangkan seseorang yang sama sekali tak melihat gue. Gue pamit Dav, gue pamit dari hidup dan hati lo." Ujar Kaira lirih matanya tak berhenti mengalirkan air mata dengan begitu derasnya. Tatapan sendunya tak lepas mena...