Setelah perdebatan hebat yang mereka alami di perjalanan tadi akhirnya mereka sampai di tempat yang orang tua mereka beritahu. Tak ada pembicaraan setelah perdebatan yang tak menghasilkan keputusan apapun itu. Kaira menghela nafas panjang menetralkan rasa sakit dalam hatinya. Mempersiapkan diri untuk bicara dengan kedua orang tua mereka. Tangan Kaira bergerak membuka pintu namun belum sempat membuka terdengar suara pintu terkunci. Kaira menelan ludah. Apalagi ini apa belum cukup pemuda itu beberapa kali membentaknya tadi? Ia menghela nafas kembali menoleh ke arah Davine.
"Ngga ada yang perlu Lo batalkan." Kata Davine datar. Kaira tersenyum kecut. Tak merasa lega mendengar penuturan Davine.
"Sudah cukup gue menganggu kehidupan Lo." Sahut Kaira seakan memberitahu bahwa ia akan tetap membatalkan perjodohan mereka. Tangannya bergerak membuka kunci pintu mobil lagi lagi tertahan.
"Beri gue waktu untuk memahami hati gue,Ra." Kata Davine serius. Kaira memejamkan matanya menghela nafas tertahan. Tangisnya sudah cukup jangan sampai kini ia menangis lagi hanya karena Davine menyebut namanya.
"Gue rasa dua tahun sudah terlalu cukup untuk memahami hati Lo Dav. Ayo ngga enak sama nyokap Lo." Jawab Kaira pelan. Ia sudah tidak mau lagi berharap. Untuk apa ia bertahan lagi kalau pada akhirnya setelah Davine memahami hatinya posisi dirinya masih sama tak ada di hatinya. Ia tak ingin semakin lama menyiksa hatinya sendiri. Kaira akhirnya keluar. Davine menghela nafas berat. Ia memejamkan mata menenangkan hatinya. Kemudian mengekor di belakang Kaira yang sudah keluar berjalan masuk ke kafe.
"Assalamualaikum" Salam Kaira ketika sampai di meja tempat orang tua mereka duduk. Kaira menyalami tangan mereka kemudian duduk di samping ibunya. Begitu pula dengan Davine.
"Waalaikumsalam. Loh Kai, kok sama Davine? Tadi bukannya mau sama Marvel yah? Kemana Marvelnya?" Sahut Ibunya menanyakan Marvel pada Kaira. Kaira menggeleng tersenyum.
"Tadinya iya Bu, pas keluar rapat OSIS katanya Marvel nungguin aku. Tapi pas sampe parkiran ternyata ada Davine yaudah Marvelnya pulang sendiri deh." Jelas Kaira. Marvel? Sepupu Kaira? Jadi tadi? Oh God. Davine bahkan sama sekali tak mengerti hal sekecil itu. Seorang Marvel sepupu Kaira saudara Kaira saja dirinya tidak sama sekali berniat mencari tahu.
"Ya sudah, langsung saja yuk. Gimana kalian udah bicarakan kan kapan tanggalnya?" Tanya Mama Davine. Kaira menghela nafas lagi. Ia kemudian menatap Ibu dan Ayahnya secara bergantian.
"Gimana Dav, Kai?" Tanya Ibu Kaira.
"Ehm, begini Bu, Ma, Yah, Om. Kaira rasa perjodohan ini cukup...."
"Sudah kok Ma. Kita sudah bicarakan tadi saat perjalanan ke sini." Potong Davine cepat. Kaira mendongkak kaget. Menatap Davine bertanya.
"Wahh, kalian sudah baikan? Aduh mama seneng deh. Davine kamu makasih ya sayang." Kata Via mama Davine menepuk pundak anaknya lembut. Davine tersenyum mengangguk.
"Nah jadi kapan Davine? Oiya Papa sudah urus surat kepindahan kamu ke SMA Tunas Bangsa bulan depan mungkin kamu sudah bisa pindah nak." Tambah Alvin Papa Davine. Davine terkejut. Namun ia segera menetralkan kembali ekspresinya.
"Ehm, Bu, Ma, Yah, Om gini jadi sebenarnya Kaira mau bilang apa bisa perjodohan ini tidak perlu dilanjutkan saja?" Ujar Kaira cepat sebelum Davine kembali memotong ucapannya. Kepindahan Davine ke sekolahnya semakin membuat nya meneguhkan niatnya. Ia tak ingin Davine merasa terbebani akan keputusan melanjutkan perjodohan ini. Karena sejujurnya ia tahu Davine pasti sangat menyayangi Alexa.
"Ra!" Seru Davine. Kaira menggeleng pelan. Davine mengeratkan giginya. Matanya terpejam pasrah.
"Kaira? Kamu... Kenapa sayang?" Tanya Ayah Kaira.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Pernah Ternilai
Teen Fiction"Gue lelah Dav, gue lelah memperjuangkan seseorang yang sama sekali tak melihat gue. Gue pamit Dav, gue pamit dari hidup dan hati lo." Ujar Kaira lirih matanya tak berhenti mengalirkan air mata dengan begitu derasnya. Tatapan sendunya tak lepas mena...