You Are

22.9K 767 33
                                    

Teriakan kesal Hinata memecahkan keheningan di sebuah penthouse mewah yang hanya dimiliki oleh orang-orang dari kalangan borju. Gadis yang baru masuk semester dua di sebuah perguruan tinggi elit di Guangzhou, Tiongkok, tersebut melemparkan tasnya di sofa setelah sebelumnya membuang buku-buku yang berada dalam pelukannya.

Seorang pemuda tampan menuruni tangga dengan santainya. Ia hanya menatap gadis itu datar. “Why?”

Hinata menatap tajam pemuda yang lebih tua tiga tahun darinya. “Kau yang mengirim para mafia itu?” tanyanya sengit.

Alis kanan pemuda itu terangkat, belum mengerti maksud Hinata. “Maksudmu?”

Dia mengambil buku-buku Hinata yang berceceran di lantai. Lalu duduk di sofa setelah memindahkan tas Hinata ke atas meja. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Memandang datar saudara sepupunya yang dipaksa tinggal di apartemennya.

“Berhentilah bersikap bodoh, Nii-san.” Hinata menggeram kesal. Ia duduk di samping Sasuke dan memukul bahu pemuda itu. “Kenapa kau mengirimkan orang-orang itu? Kau pikir aku ini penjahat apa?”

“Kau bukan penjahat, tapi buronan.” Sindiran keras Sasuke membuat Hinata langsung menginjak kaki pemuda itu sangat keras.

“Kenapa kau menginjak kakiku?” desis Sasuke sebal.

Bagaimana tidak sebal kalau tiba-tiba saja kakinya diinjak dengan begitu kerasnya oleh Hinata. Oh, gadis itu benar-benar liar sekarang. Dan Hinata hanya menjulurkan lidahnya, tak peduli.

Gigi Sasuke bergemeletuk. Menatam tajam ke arah sepupunya yang entah kenapa menjadi sedikit lebih ‘liar’ dari terakhir mereka bertemu. Kira-kira sekitar tujuh tahun yang lalu. Saat Hinata masih duduk di bangku SD.

Mendengus sebal, akhirnya Sasuke memilih untuk mengalah. “Mereka bukan mafia, Nona. Jadi gunakan kata yang lebih baik.”
“Hn.”

Cha, lihatlah. Bahkan gadis itu kini benar-benar meniru gaya Sasuke saat malas berbicara.

“Mereka pengawal yang bertugas untuk melindungimu,”
“Hn.”

“Kau tahu kalau aku tidak selalu bisa berada di sampingmu, ‘kan?”
“Hn.”

“Mereka bisa menjagamu saat aku jauh darimu,”
“Hn.”

“Kumohon kau mengerti,”
“Hm.”

“Gumamkan kata itu sekali lagi, dan aku akan membungkam mulutmu dengan mulutku.”

Sontak saja Hinata terdiam. Tak mengatakan apa-apa. Ia bahkan tak berani menatap wajah Sasuke yang tengah menyeringai ke arahnya.

“Aku hanya ingin kau selalu baik-baik saja selama di sini. Kau tahu kalau tempat ini masih asing bagimu. Mereka akan melakukan tugasnya, tidak akan mengganggumu. Aku jamin itu. Tapi jika kau merasa terganggu dan merasa keberatan, lebih baik kau kembali ke Tokyo.”

Pemuda itu memberikan penjelasan panjang lebar dengan nada datar. Kemudian beranjak dari sofa. Meninggalkan Hinata yang duduk diam, merenung. Kepala gadis itu bahkan tetunduk sangat dalam.

Baru beberapa langkah menjauhi sofa, Sasuke merasakan sepasang lengan kecil merengkuh tubuhnya dari belakang.
“Kenapa?”

Pertanyaan Hinata membungkam mulut Sasuke yang ingin bertanya alasan mengapa tiba-tiba saja memeluknya.

“Kau begitu melindungiku. Kau menyayangiku. Akan tetapi, mengapa kau tak suka jika aku berada di sini bersamamu, huh?”

Sasuke membalikkan tubuhnya. Kedua tangannya menyentuh pundak Hinata. “Karena aku sudah mengatakan pada semua orang bahwa kau adalah adik sepupuku. Perempuan yang harus aku lindungi.”

Hinata mengangkat tangannya. Menunjukkan jari manisnya yang tersemat cincin emas. “Kita sudah menikah, ‘kan? Mengapa kau tidak mengatakan kalau kita suami istri? Terlepas dari kenyataan bahwa kita saudara sepupu, kupikir itu tidak akan menjadi masalah.”

“Kau tidak mengerti, Hinata,”
“Apa yang tidak kumengerti?”

Kedua manik mata Hinata menatap lurus pada sepasang manik mata pemuda yang menikahinya setahun yang lalu, tepat setelah ia lulus SMA.

“Atau kau memang tidak pernah mencintaiku? Kau tidak menginginkanku menjadi istrimu karena aku adalah adik sepupumu, begitu? Lalu kenapa kau tidak katakan pada para tetua kalau kau tidak menyetujui perjodohan itu, hah?!” amuk Hinata.

Pemikiran gadis itu tentang Sasuke yang memiliki perempuan lain di hidupnya kembali datang. Karena setahu Hinata, Sasuke memang memiliki seorang perempuan yang sangat ia cintai. Tapi, Hinata tak pernah tahu siapa perempuan itu. Sasuke sangat pintar menyembunyikan identitas tentang perempuan tersebut.

Raut terluka terpancar jelas di mata Hinata. “Seharusnya aku tahu kalau kau menganggapku hanya sebatas adik saja. Selamanya akan terus seperti itu, dan tidak akan pernah berubah sama sekali.”

Hinata tersenyum sinis. Memalingkan wajahnya sekilas. “Seharusnya aku tak pernah berharap banyak padamu. Aku mencintaimu bukan sebagai kakak sepupuku, aku menyayangimu melebihi lelaki lain. Tapi, ternyata ini balasan yang aku terima.”

Airmata itu turun membasahi pipi Hinata. Dan gadis itu sama sekali tak berusaha untuk mengusapnya. Sengaja, agar Sasuke tahu betapa terlukanya dia.

“Sekarang, terserah. Aku tidak peduli. Jika memang maumu aku pergi dari sini, maka aku akan pergi. Mungkin akan lebih baik jika kita bercerai saja.”

Menatap datar pemuda di depannya, kemudian Hinata berlalu begitu saja meninggalkan Sasuke. Saat berdiri tepat di samping tubuh Sasuke, Hinata bergumam pelan. “You’re not the only one.”

Menaiki anak tangga menuju kamarnya, gadis cantik bersurai panjang bergelombang itu tersentak saat Sasuke memeluknya dari belakang.

“Aku tidak mau bercerai. Akan lebih baik jika kau membunuhku daripada meminta cerai.” Pelukan itu semakin erat. Terkesan posesif. “Maafkan aku. Sungguh, bukan itu maksudku. Aku hanya ingin kau baik-baik saja selama di sini. Tidak memikirkan hal lain selain kuliahmu.”

“Lepaskan pelukanmu,” ujar Hinata dingin.

Dan meski enggan, Sasuke melakukan apa yang diminta olehnya. Hinata merasa menang. Gadis itu membalikkan badannya. Menatap datar suaminya yang tingginya setara dengannya. Sebab, sekarang Sasuke berdiri di anak tangga nomor tiga dan Hinata berdiri di anak tangga nomor lima.

“Kenapa kau tidak mau bercerai? Bukankah kau tidak mencintaiku?” tanya Hinata dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Tak ada tanda-tanda Hinata akan menjawab, Hinata mendecih. “Lelaki sepertimu memang takkan bisa menjawab pertanyaan sesederhana itu,” ejeknya, “dasar payah.”

“Apa katamu?” Merasa harga dirinya dilecehkan oleh sang istri, Sasuke menyahut dengan cepat. “Dengar, ya. Kalau aku tidak mencintaimu, aku tidak akan menikahimu. Jika pada akhirnya hubungan kita akan berujung perceraian, tentu aku tidak mau menikahimu.”

Sasuke naik satu anak tangga. Menggenggam tangan Hinata. Menciumnya dengan lembut. “Percayalah.” Kemudian Sasuke mendekap tubuh Hinata. Mencium aroma lavender yang menguar.

Perlahan Hinata membalas pelukan suaminya. Ia menyeringai penuh kemenangan. “Turuti semua yang kuinginkan, maka kita takkan bercerai,” bisik Hinata.

“Apapun yang kau inginkan, Sayang.” Sedikit merenggangkan pelukannya, hanya demi untuk melihat wajah merona istrinya. “Aku akan melakukannya untukmu. Karena kau tahu kalau aku sangat mencintaimu.” Mengecup bibir Hinata singkat. Tersenyum lembut. Lalu kembali mencium bibir istrinya.

Di sela-sela ciuman yang diberikan sang suami, Hinata tersenyum sangat tipis.

.

.

.

-THE END-

One Shot SasuHina (Sasuke Uchiha x Hinata Hyuuga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang