Casanova

4.7K 306 3
                                    

Hinata, Ino, Naruto, Kiba, dan Shino sedang berjalan melewati koridor lantai dua. Mereka harus naik tangga lagi untuk sampai ke lantai tiga, di mana kelas mereka berada.

Siapa yang tak mengenal mereka berlima, eh? Mahasiswa yang cukup populer dengan wajah rupawan dan menawan serta mempesona, serta memiliki otak yang jenius dan terlahir dari keluarga konglomerat. Siapapun akan dengan senang hati jika berhasil menjalin hubungan spesial dengan mereka.

Para casanova tersebut sudah banyak menjalin hubungan asmara. Jatuh cinta pada setiap lawan jenis mereka pun sudah terjadi beberapa kali. Dari yang senior sampai junior, mulai dari anak pejabat sampai anak pemilik kedai kecil pun pernah mereka jalani.

Ya, kecuali Hinata. Gadis yang identik dengan buku-buku tebal dan berbagai macam kamus itu tak pernah jatuh cinta. Hinata selalu mengatakan kalau ia tak pernah merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Menurutnya, dalam kamus ilmiah yang selalu dibawanya itu tak pernah ada kata ‘love at first sight’. Itulah yang akan dijawab Yoona ketika para sahabatnya bertanya atau menyinggung tentang kisah asmaranya.

“Akan ada dosen baru,” kata Kiba yang memulai pembicaraan. “Masih muda, setahun yang lalu ia menyelesaikan kuliahnya di usia yang masih dua puluh tiga tahun.”

“Lalu apa hubungannya dengan kita?” tanya Hinata malas.

“Tidak ada, aku hanya memberikan informasi pada kalian saja.”

“Dasar payah.”

Kelas dimulai. Para mahasiswa sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Tidak lama berselang, seorang pria tampan dengan pakaian rapi memasuki kelas tersebut. Semua mata memandangnya. Tak terkecuali kelima sang casanova Universitas Hokkaido.

“Wow!” gumam Hinata.

Ino menyeringai. “Whoah, sepertinya ada yang jatuh cinta pada pandangan pertama,” goda gadis seksi itu.

“Jangan bercanda, aku tidak mungkin merasakan hal konyol seperti itu.” Hinata terkekeh pelan. “Aku harus mengakui kalau dia memang menawan, tapi aku tak merasakan apapun padanya, sama sekali tidak.”

“Kau tidak merasakan jantungmu berdetak lebih cepat?”

“Hey, sudah kubilang aku tidak mempunyai perasaan aneh semacam itu.”

.

.

.

-SKIP-

.

.

.

Hinata tak bisa menikmati waktu makan siang bersama dengan sahabat-sahabatnya hari ini. Ia diminta oleh Dosen Uchiha untuk menemuinya di ruangannya. Hinata yang merasa tidak melakukan hal yang salah pun bersikap santai seperti biasa.

“Kenapa Anda memanggil saya?” Meskipun terkenal acuh tak acuh, Hinata masih bersikap sopan pada orang yang lebih tua darinya.

“Aku ingin bertanya padamu,”

Alis Hinata bertaut. “Tentang?”

Sasuke mendesah pelan, ia melepaskan kacamata tanpa frame-nya lalu memijit pelipisnya. “Minggu lalu, kau mendapatkan peringkat satu dalam mata kuliah umum. Tapi mengapa minggu ini turun ke peringkat  lima?”

“Dosen Uchiha, kenapa Anda mempermasalahkan tentang nilai saya itu? Masuk dalam lima besar bukankah itu sudah cukup?”

Oh, Tuhan. Hinata benar-benar gadis yang sama sekali tidak mempermasalahkan tentang nilai. Lihatlah, ia begitu santai dan tidak peduli dengan peringkat lima yang diraihnya minggu ini.

Akan tetapi, memang seperti itulah kenyataannya. Hinata bersama keempat sahabatnya memang tak pernah mempermasalahkan tentang nilai mereka. Kelimanya selalu bergantian dalam mendapatkan peringkat pertama. Siapa yang mendapat peringkat pertama, maka harus memberikan hadiah untuk empat peringkat di bawahnya.

Aneh?

Memang. Tapi itulah kesepakatan di antara mereka berlima.

.

***

.

Pagi di acara sarapan bersama, Hinata dikejutkan dengan ayahnya yang ingin menjodohkan dirinya bersama dengan seorang lelaki yang merupakan relasi bisnis ayah dan ibunya. Mendengar hal itu Hinata merasa jika dunianya runtuh dan hancur seketika. Menangis adalah hal terkonyol jika ia lakukan. Maka dari itu Hinata memilih untuk menyetujui permintaan, bukan, maksudnya perintah, dari ayahnya. Percuma saja ia menentang perjodohan itu, ayahnya pasti akan terus memaksanya juga. Dan daripada masalahnya semakin panjang dan rumit, lebih baik Hinata langsung menyetujuinya saja, bukan? Meski dalam hati Hinata menentang keras.

Oh, ini adalah hari yang sangat menyebalkan untuk Hinata. Parahnya, malam ini juga Hinata akan bertemu dengan keluarga calon suaminya.

Adakah hari yang jauh lebih menyebalkan dari hari ini?

.

***

.

Hinata yang baru pulang dari rumah Ino melihat mobil sedan warna putih yang tidak ia kenal terparkir di pekarangan rumah. Tentu anggapannya bahwa sedang ada tamu amatlah benar. Waktu seakan berhenti bagi Hinata. Dan tiba-tiba saja ia merasakan jantungnya berdegup.

Meski begitu, Hinata tetap berusaha untuk tenang. Dengan santainya ia masuk ke dalam rumah. Untuk sekian detik ia menahan nafasnya. Saat ia melihat dengan jelas sosok yang sudah sangat familiar baginya. Seorang pria yang menjadi dosen baru di kampusnya. Sasuke Uchiha.

“Aku pulang,” sapa Hinata dengan suara gugupnya. Bukan karena senang, tapi karena merasa aneh. Semua yang sedang berkumpul di ruang tamu bergaya minimalis itu pun membalas sapaan Hinata.

Pria paruh baya yang berstatus sebagai ayah kandung Hinata mengatakan hal yang sama sekali tidak pernah Hinata duga. “Hinata, ini dia Sasuke. Dialah calon suamimu.”

“Apa?” Saat itu juga Hinata merasa nafasnya tercekat dan jantungnya berhenti berdetak.

‘Oh, tidak! Ini musibah.’

Pikiran-pikiran negatif mulai muncul di kepala Hinata kalau ia sampai menikah dengan pria yang menjadi dosen di kampusnya. Apa kata sahabat-sahabatnya jika tahu ia akan menikah dengan pria itu?

Melihat pria itu yang tengah menatapnya dan tersenyum ramah padanya itu dapat membuat Hinata lupa akan caranya bernafas.

Apakah ia sedang jatuh cinta?

Kalau benar, kenapa rasanya sangat menyiksa? Rasanya menyesakkan dada, sungguh.

Hinata terkenal sebagai casanova yang sering meremehkan cinta. Gadis itu tak pernah berpikir serius tentang cinta. Tapi...

“Aku tertarik padamu,” bisik Sasuke yang entah sejak kapan sudah berada tepat di depan Hinata. Pria itu kembali tersenyum. “Tidak sia-sia aku menjadi dosen di kampusmu. Karena itu artinya, aku akan lebih sering melihatmu dan juga mengawasimu.”

Hinata merasa geli saat tangan Sasuke mengusap lengannya dengan lembut. Ditambah lagi dengan sensasi aneh saat nafas hangat lelaki itu menerpa kulit lehernya. Mendadak, Hinata kesulitan bernafas. Dan ia kembali merasakan jantungnya berdetak sangat cepat.

Jangan lagi!

Terkekeh pelan, perlahan Sasuke menjauhkan wajahnya dari Hinata. Ia mundur satu langkah. Masih memandangi Hinata yang terlihat gugup. Terlihat sangat menggemaskan.

“Mari kita saling mengenal, sebab bulan depan kita akan bertunangan. Dan kita akan menikah di akhir tahun ini.”

Satu kerlingan mata genit Sasuke berikan untuk Hinata. Setelah itu, pria bermarga Uchiha tersebut pergi meninggalkan Hinata untuk ikut bergabung bersama keluarga mereka di meja makan.

“Apa-apaan ini, huh?” rutuk Hinata seakan baru mendapatkan kesadarannya. Ia berharap apa yang dialaminya hari ini adalah mimpi. Sebuh mimpi buruk yang akan segera berakhir.

Oh, Sial.

.

.

.

-THE END-

One Shot SasuHina (Sasuke Uchiha x Hinata Hyuuga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang