LIMA

119 18 1
                                    

JAKARTA- Kamis, 8 September

KRYSTAL berjalan di sebuah mall. Lenggang. Begitu sepi. Tidak ada orang di sekitarnya. Tidak ada suara yang terdengar. Tidak ada tanda-tanda kehidupan sejauh mata memandang.

"Halo...," Krystal bergumam pelan, berharap ada seseorang yang akan menyahut, menandakan ia tidak sendirian di sana. Namun cuma kesunyian yang menjawab panggilannya.

Krystal merasa takut. Jantungnya berdebar keras sekali, serasa berdentum-dentum di sekelilingnya, membuat dinding mall seolah-olah bergetar.

Krystal menoleh ke kanan-kiri, celingukan. Krystal melihat banyak kertas ditempel di dinding-dinding, pintu-pintu kaca, pilar-pilar, dan rak-rak. Semuanya bernada sama, dengan huruf-huruf yang diambil dari Koran atau majalah dan memiliki ukuran yang berbeda-beda.

TinggAlin nino! pErgi lO cEwEk jelek! lO gAk lAyAk buAT sEmuA cOwOk! kE lAuT AjA!

Kata-kata dalam surat itu serasa bergema dalam kepalanya. Serasa ada ratusan orang yang berbicara, menghujatnya, mengiris hatinya dengan pisau steak.

Krystal menutup telinga erat-erat. Sekelebat dilihatnya sosok pria di balik pilar. Mata Krystal membelalak. Krystal tersenyum. Hendak dipanggilnya orang itu. Namun sesosok lain muncul di sebelah pria itu. Wanita. Mereka tampak begitu mesra. Menjijikan.

Di kejauhan Taemin melintas dengan muka belepotan kecap manis. Suara tawa mengiringi cowok itu. Berisik! Berisik! Berisiiiiiik!

Krystal menggeleng-gelengkan kepala dengan keras. Ia berteriak-teriak. Namun suara bising itu tidak tidak juga hilang.

Dilihatnya Kai di sudut pintu. Menatap ke arahnya. Berjongkok sambil makan pisang. Pandangannya kosong.

Tak ada air mata yang mengalir di pipi Krystal. Sebagai gantinya, pori-pori tubuhnya mengeluarkan air mata yang begitu deras. Seolah ada sesuatu yang mendorong dari dalam tubuhnya untuk keluar.

Perut Krystal bergejolak. Matanya liar memandangi tubuhnya yang seperti plastik bocor di puluhan tempat. Segera saja mall dipenuhi air. Semata kaki. Selutut. Sepaha. Seperut. Sebahu. Air mulai membasahi dagunya, kemudian mulut.

Krystal berjinjit, namun air terus naik, naik, naik. Napasnya tertahan. Krystal tenggelam. Air itu asin. Matanya pedih. Dadanya mulai perih. Sesak.

Krystal perlu udara. Krystal akan mati. Tidak! Tidak mau!

"TIDAAAAAAK!"

Krystal membuka mata. Ia terengah-engah. Dadanya sesak karena ternyata ia menahan napas sedari tadi. Jantungnya berdebar keras. Keringat mengucur di sekujur tubuhnya.

Krystal mengelap dahinya dengan punggung tangannya. Mimpi. Itu Cuma mimpi. Cuma mimpi. M-I-M-P-I.

"Non! Non nggak apa-apa?" Sebuah suara menyentaknya.

Krystal menoleh. Matanya menyipit. Gorden jendela di atas kepala ranjangnya sudah dibuka. Sinar matahari mendesak masuk. Sesaat sinar itu terhalang tubuh besar Bi Ima.

"Bi...," Bisik Krystal linglung.

Bi Ima mengguncang-guncang tubuhnya. "Non! Non nggak apa-apa?" Tanya Bi Ima lagi, khawatir.

Krystal mengerjap-ngerjapkan mata. Jantungnya mulai berdetak normal lagi. Ia menelan ludah dan meminum air putih pemberian Bi Ima. Bi Ima mengelap keringat di wajah Krystal dengan handuk kecil.

"Nggak pa-pa, Bi. Cuma mimpi, mimpi buruk," Gumam Krystal. Matanya terpaku pada pintu kamar mandi yang tertutup ia terenyak.

"Bi, Bibi kok bisa masuk ke sini? Tumben...," Kata Krystal, takut Bi Ima menemukan Kai. Sepertinya semalam Krystal lupa mengunci pintu pengap sehingga Bi Ima bisa masuk.

De BURON KAISTAL Vers.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang