SEMBILAN

102 18 1
                                    

JAKARTA—Minggu, 11 September

SUARA-SUARA gaduh membangunkan Krystal. Kepalanya terasa penuh dan berat. Matanya sulit dibuka, bengkak, dan terasa lengket. Dahinya berdenyut-denyut sakit sekali.

Krystal mengusap mata dengan sebelah tangannya, kemudian membukanya pelan-pelan. Sinar matahari membutakannya, membuat cewek itu mengerjap-ngerjapkan mata.

Ada seseorang di sisi ranjang. Sedang menatap dirinya. Namun Krystal tidak bisa melihat wajahnya, karena orang itu membelakangi sinar matahari. Silau sekali.

Kai...?

Orang itu menjatuhkan kepala di sisi tubuh Krystal yang masih terbaring. Tangannya yang gemetaran merangkul pinggang Krystal.

“Ooohhh..., Nooon, Non sudah sadar? Tenang ya, Non... Tenang saja... Nggak ada lagi yang bisa mencelakai Non Krystal...,” Isak orang itu.

Bukan Kai.

“Bi... Im... ma...?” Bisik Krystal serak. Dia bangkit dan duduk di tepi ranjang dengan bingung.

Krystal menoleh ke arah pintu adem yang terbuka lebar. Masih setengah sadar, Krystal melihat banyak orang di halaman rumahnya. Semua berpakaian cokelat. Di antara mereka hanya satu orang yang berpakaian biru gelap, sewarna kaus Kai sewaktu mereka pertama kali bertemu.

Krystal masih tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Ia terlihat linglung. Kepalanya yang terus berdenyut membuatnya sulit berpikir.

“A-apa...?”

“Tenang, Non... Pembunuh itu sudah ditangkap... Dia tidak sempat apa-apain Non Krystal...,” Ujar Bi Ima sambil mengelus rambut Krystal. Wajahnya tampak khawatir.

Butuh waktu tiga detik bagi Krystal untuk mencerna kata-kata Bi Ima.

Pembunuh?

Ditangkap?

Krystal membelalakkan mata. Ia memperjelas pandangannya ke luar kamar.

Polisi! Dan…

“KAI!!!”

Jantung Krystal berdebar kencang. Ia berusaha turun dari ranjang dan berlari ke pintu. Namun tangan Bi Ima lebih dulu menahannya.

“Non Krystal... Tenang, Non! Non lagi sakit... Tubuh Non panas...,” Tahan Bi Ima.

Dia nggak bersalah!

Kai nggak bersalah!!!

Krystal memberontak di pelukan Bi Ima. Tangannya menggapai-gapai kosong ke depan. Krystal panik luar biasa. Seandainya saja tubuhnya tidak selemah ini, ia pasti akan lolos dari Bi Ima dengan mudah.

“Ja-jangan! Kai bukan pembunuh! Bukaann! Jangan ditangkap!” Jerit Krystal histeris.

Sosok polisi-polisi itu nyaris menghilang dari taman. Kai menoleh. Wajahnya kaget melihat Krystal. Kai terlihat begitu sedih, namun tiga guratan itu muncul. Kai tersenyum dan menggeleng pelan. Memohon agar Krystal jangan mengejarnya.
Kemudian ia meghilang.

“KAAAIII...!!!!!!”

Kenapa cowok itu masih bisa tersenyum?

Kenapa senyumnya begitu menyayat hati?

Kenapa dia harus pergi?

Krystal menyerah di pelukan Bi Ima. Ia diliputi kesedihan luar biasa. Ingin rasanya ia berteriak sekeras mungkin, menjeritkan Kai bukan pembunuh sampai suaranya habis.

Tidak mungkin seorang Kai membunuh!

Kai orang paling paling paling baik yang pernah Krystal temui.

De BURON KAISTAL Vers.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang