4. Selamat Ulang Tahun, Jiheonie!

1.8K 484 85
                                    

Dia permata berharga. Bahkan terlalu berharga dan rapuh untuk dihancurkan.

"Kamu jadinya mau beli apa sih, sayang?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu jadinya mau beli apa sih, sayang?"

Jeongin memberhentikan langkah semangatnya, memutar tubuhnya agar memudahkannya menatap sang Bunda yang berjalan di belakangnya.

"Jeongin mau beli boneka! Buat hadiah ulang tahunnya Jiheonie, Bunda!"

Yap, hari ini memang merupakan hari yang spesial untuk Jiheon dan Jeongin. Hari ini mereka bertambah usia! Ke dua bayi menggemaskan Suzy sudah mulai beranjak remaja dengan usia mereka yang sudah menginjak 17 tahun.

"Iya, Bunda tahu. Tapi kita mau beli di mana? Dari tadi kan kita udah banyak ngelewatin toko boneka."

Jeongin berfikir sejenak, lalu beberapa detik kemudian rubah manis itu menggeleng ribut. "Bonekanya jelek-jelek, Bunda. Jiheonie pasti tidak suka."

"Memangnya kamu mau beli boneka yang kayak gimana?" Suzy mendekatkan langkahnya, menyisakan jarak beberapa senti dari tempat Jeongin berdiam.

"Yang Jiheonie suka!"

Menghela napas tanpa sepengetahuan Jeongin, Suzy mencoba memahami semangat menggebu-gebu yang sedang menyelimuti perasaan anaknya.

Namun, tetap saja Suzy tidak bisa menyembunyikan rasa lelahnya.

Berkeliling pertokoan mall hampir satu jam lamanya, melipir dari satu toko ke toko lain hanya untuk mencari barang yang ingin Jeongin beli cukup menguras setengah energinya.

Padahal jika diingat-ingat kalau dirinya sendiri sedang memperjuangkan baju dan tas diskonan walaupun berjam-jam lamanya, Suzy tidak akan pernah merasa lelah.

Hmm, butuh dipertanyakan.

Terlalu larut dalam pikirannya, Suzy tidak menyadari kalau Jeongin sudah terlebih dahulu melangkahkan kakinya kembali.

"Bunda, itu boneka yang Jiheon suka!"

Dan, pekikkan gembira milik putranya lah yang berhasil membuat kesadarannya kembali seutuhnnya.

~*~

Pintu masuk rumah berderit pelan. Kepala mungil yang diketahui pemiliknya adalah Yang Jiheon menyembul di antara sela-sela pintu.

Bola matanya menyapu kesekeliling rumah.

Lampu rumahnya padam, tidak ada kebisingan, bahkan tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Selamat.

Jiheon menyelinap masuk, ke dua tangannya ia sembunyikan di belakang tubuhnya, memyembunyikan sebungkus kado untuk sang Kakak.

Cklek

"Selamat ulang tahun, Jiheonie!"

Aksi mengendap-endap Jiheon gagal total.

Lampu ruang keluarganya menyala, membuat Jiheon dapat melihat dengan jelas siapa pelaku yang mengagalkan rencananya.

Berdiri di dekat saklar lampu, Jeongin tersenyum lebar.

Ke dua tangannya nampak penuh menggenggam kue ulang tahun berhiaskan lilin warna-warni.

Langkah Jiheon menghambur, berlari kecil mendekati sang Kakak dan Bundanya.

"Jiheonie, cepat tiup lilinnya. Jeongin tidak sabar memakan kuenya!" desak Jeongin tidak sabaran.

"Tunggu dulu, sayang. Bikin harapan dulu," cegah Suzy.

"Aaa, lupa!" ucap Jeongin dan Jiheon bersamaan.

Kembali secara bersamaan, Jeongin dan Jiheon memejamkan kelopak mata mereka, merapalkan harapan di dalam hati.

Setelah itu mereka kembali membuka mata mereka, dan sekarang fokus mereka sudah terarahkan pada lilin-lilin cantik yang menghiasi kue.

"Sekarang boleh ditiup lilinnya."

Aba-aba dari Suzy membuat Jeongin dan Jiheon berlomba-lomba meniup lilin, membuktikan siapa yang tercepat yang bisa meniup semua lilin itu.

"Hore, Jeongin menang!"

Jeongin menjulurkan lidahnya ke hadapan Jiheon, bermaksud mengejek kekalahan adiknya itu."Jeongin menang, Jiheon kalah."

Melihat interaksi ke dua anaknya itu, Suzy hanya bisa terkekeh kecil. Sepertinya dua bayinya belum juga beranjak dewasa seperti dugaannya.

"Sudah, sudah. Sekarang kita serahin kado buat Jiheon yuk," leraian Suzy cukup ampuh membuat Jeongin berhenti mengejek sang adik.

"Oh iya, Jeongin lupa."

Buru-buru Jeongin mengambil bungkusan kado yang cukup besar yang sedari tadi ditaruh begitu saja di sofa ruang tamu.

"Ini kado spesial untuk Jiheon dari Jeongin!"

Jeongin menyerahkan bungkusan kado itu pada Jiheon, dan langsung disambut Jiheon dengan senang.

"Makasih, Kak! Eh, tapi ini kakak sendiri yang beli?"

Pertanyaan demi pertanyaan perlahan terkumpul di benak Jiheon. Apakah kado ini kakaknya sendiri yang memilih dan membelikan?

"Hm, itu Jeongin sendiri yang beli, ditemenin Bunda juga kok."

Tidak mungkin.

Hampir saja perkataan itu meluncur bebas dari bibir mungil Jiheon.

Dia tidak percaya jika sang kakak mau menyambangi pusat perbelanjaan yang juga merupakan pusat keramaian.

Sangat, sangat, sangat mustahil.

Biasanya saja Jeongin selalu menangis, merengek, atau lebih parahnya mengamuk jika sang Bunda mengajak Jeongin ikut serta untuk menyambangi pusat perbelanjaan.

Apakah alasan yang Jeongin miliki hanya untuk membelikan kado untuk Jiheon?

Kalau memang seperti itu. Jiheon sangat terharu karna pengorbanan sang Kakak yang tidak main-main.

~To Be Continued~

Fyi: Anak Autis itu memang nggak suka keramaian. Jadi jangan heran kalau mereka bakal nangis atau parahnya ngamuk di tempat ramai.

Karena kebisingan bagi mereka adalah rasa sakit.

Special; Yang Jeongin [#Wattys2018] [Wattys longlist 2018] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang