"Bunda, Jiheonie nakal!!!"
Teriakan Jeongin menimbulkan kekehan pelan Suzy.
Pemuda itu menjerit hebat sambil terus menjauh dari sang adik yang tanpa lelah mengejar Jeongin.
Jiheon pun tampak terhibur mendengar teriakan Kakaknya. Buktinya gadis itu masih tetap berlari mengejar sang Kakak sembari menggendong seekor anak kucing.
"Ih, Kakak jangan lari terus! Aku kan cuman mau ngasihin kakak kucing lucu," ucap Jiheon riang.
"Jeongin nggak suka kucing! Ntar Jeongin dimakan kucing. Jeongin nggak mau!"
Cuaca sore di perkarangan rumah sedikit teduh, ya setidaknya Suzy tidak akan terlalu pusing karena mendengar teriakan Jeongin yang dibarengi dengan teriknya mentari.
"Jiheon, kakaknya jangan ditakut-takutin dong," tegur Suzy.
Melihat Bundanya sudah selesai dengan pekerjaan bercocok tanamnya, buru-buru Jeongin bersembunyi dibalik bahu sempit sang Bunda.
Menyembunyikan tubuh bongsornya yang sebenarnya masih sangat ketara.
"Hayo loh!" semakin gencar mengerjai Jeongin, Jiheon maju perlahan, mencari celah dari bahu sang bunda agar tetap bisa menakut-nakuti sang Kakak.
"Huweee, Bunda... Jiheonie nakal!!!"
Barulah aksi nakal Jiheon terhenti saat tangisan sang Kakak pecah.
Jeongin yang merasa amat takut menangis di bahu sempit Suzy. Menyembunyikan wajah sembabnya dari Jiheon.
"Kakak nangis?"
Buru-buru Jiheon melepaskan anak kucing lucu yang entah milik siapa.
Tungainya bergegas menghampari sang Kakak yang masih setia menangis.
"Kakak, Jiheon minta maaf... Jangan nangis dong," bujuk Jiheon dan langsung menerima penolakan dari Jeongin.
"Jeongin sebel sama Jiheonie! Jeongin nggak mau main sama Jiheonie lagi!" tolak Jeongin.
Bibir tebalnya mengerucut lucu, hidungnya memerah persis sekali seperti tomat.
"Jeongin bukan temen Jiheonie lagi! Udah sana Jiheonie main aja sama anak kucing!"
Tubuh bongsornya menghentak, memasuki perkarangan rumah dan membanting pintunya cukup kencang.
Meninggalkan Jiheon dan Suzy yang masih mematung di tempat.
~*~
Suasana mencekam terasa amat kental, menemani pertemuan singkat di antara Suzy dan seorang pria muda.
"Bagaimana perkembangan Jeongin, dok?" cicit Suzy pelan.
Ruang tamu luas hanya diisi oleh dua orang yang memiliki kesenjangan umur cukup jauh tetapi disatukan oleh keperluan yang sama.
Pemuda ber-name tag Hwang Hyunjin tersenyum simpul. "Jeongin banyak berkembang. Dia sudah bisa menyebutkan nama-nama orang dan membaca dengan lancar," tutur Hyunjin lembut.
Mendapati jawaban seperti ekspentasinya, Suzy bisa bernapas lega sekarang. "Syukurlah."
"Jeongin juga mulai aktif, dia sudah mulai bisa bersosialisasi."
Buncahan kebahagian menyerbak. Memenuhi rongga hatinya yang menghangat.
Dan tanpa ia duga buliran air mata menghiasi pelupuk mata cantiknya.
"Apa ada harapan agar Jeongin bisa sembuh?" tanya Suzy cemas.
"Tentu saja bisa. Kemungkinan untuk Jeongin sembuh semakin membesar. Yang Jeongin pasti bisa sembuh."
"Tuhan, terima kasih," pujian syukur pun tak luput dari rangkaian katanya.
"Iya, Jeongin bisa sembuh. Dan saya Janji Ibu tidak akan kehilangan Jeongin."Deras. Semakin deras Suzy menangis.
"Saya benar-benar berterima kasih. Mungkin jika Jeongin tidak bisa sembuh, Omanya akan mengirim Jeongin ke asrama."
Percakapan antar dua orang dewasa itu terus berlanjut, tapi mereka tak sadar jika ada telinga lain yang mendengar percakapan mereka.
~*~
Selimut tebal yang menutupi tubuh terlelap Jeongin sedikit Jiheon singkap.
Menariknya turun sebahu dan membenarkan selimut berantakan Jeongin.
Menatap wajah tenang Jeongim secara dekat semakin membuat percakapan sang Bunda teringang-ingang di ingatannya.
Tidak. Tidak boleh, Jeongin tidak boleh pergi.
Tidak akan ada yang pergi ataupun berubah.
Bahkan jika memang rencana lama Omanya terlaksana, Jiheon akan menjadi orang yang pertama memasang tubuhnya, melindungi Jeongin.
Dorongan naluri, Jiheon memajukam wajahnya, semakin maju dan berhenti tepat di atas kening Jeongin.
Mengecup kening Jeongin cukup lama hingga ia kembali menjauhkan wajahnya.
"Tidak akan ada yang pergi atau pun menghilang. Aku janji."
"Jiheonie janji bakalan jaga Kakak, ngelindungin Kakak biar nggak ada yang bisa nyakitin Kakak. Jiheon janji."
Di balik punggung yang baru saja memutar sehabis diberikan kecupan, Jeongin tersenyum samar.
Ya, dia sengaja membelakangi Jiheon agar adiknya tidak mengetahui tipuan tidurnya.
Dia tersenyum. Menghangat seluruh perasaannya mendengar janji Jiheon.
Jeongin tidak berharap Jiheon berjanji padanya. Cukup berada di sisinya, menjadi wanita ke dua yang paling ia sayang.
~To Be Continued~
Do you miss me??
Sorry baru bisa up sekarang :( tapi kalo ntar ada waktu lagi aku bakalan double up deh...
Semoga aja :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Special; Yang Jeongin [#Wattys2018] [Wattys longlist 2018] ✔
Fanfiction[Selesai]✔ #Wattys Longlist 2018 "Bunda, anak autis itu apa? Kenapa teman-teman Jeongin selalu ngatain Jeongin anak autis?" "Kakak special. Terlepas dari apapun kekurangan Kakak. Kakak tetap special di mata Tuhan." ♣Jeongin Fanfiction