14. Ayah, Bunda, Jiheonie

1.2K 356 43
                                    

Jiheon bergerak gelisah di atas tempat tidurnya.

Jam yang terletak di samping tempat tidurnya sudah menunjukan pukul dua belas malam, tetapi gadis muda itu masih terjaga.

Rasa kantuk tak segara datang. Kelopak matanya tak merasa berat. Sepertinya malam ini Jiheon memang tidak diizinkan untuk terlelap.

Jiheon hanya memandangi langit-langit kamarnya, menghitung bintang buatan guna memanggil rasa kantuk.

Namun, cara kuno itu tetap tak berhasil.

Menyerah, Jiheon memilih turun dari tempat tidurnya.

Mencari sedikit makanan yang tersisa di dalam kulkas demi mengganjal nafsu makan malamnya.

Langkah gontainya ia seret malas. Menapaki satu persatu lantai keramak dapur.

Sampai di ruangan yang ia tuju, buru-buru Jiheon mencari saklar lampu agar ada sedikit penerangan yang menemani acara makan tengah malamnya.

Splash

Kala lampu menyala, saat itu juga Jiheon terlonjak dari tempatnya berdiri.

Kelopak matanya terbuka lebar saat melihat seseorang yang terduduk di kursi dapur.

"Kakak?"

~*~

"Jeongin, Jeongin, bangun!"

Rengekkan Daehwi membuat Jeongin terbangun dari alam mimpinya.

Kelopak mata sayu itu mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk netranya.

"Kenapa Daehwi?" Jeongin menatap teman sebangkunya bingung. Seperuh nyawanya belum seutuhnya kembali, jadi Jeongin tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi.

Sedangkan pemuda bermarga Lee itu hanya tersenyum polos. Seperti tak melakukan kesalahan.

"Jeongin udah ngerjain tugas gambar dari Bu guru?" Pemuda manis itu merlirik tas Jeongin, memastikan apakah Jeongin membawa tugas yang seharusnya dikumpulkan sekarang.

"Bawa kok. Tugas Jeongin ada di dalam tas."

Jeongin mengeledah tas sekolahnya yang sebenarnya penuh dengan mainan. Mencari tugas yang dimaksud teman sebangkunya.

"Nih Jeongin bawa." Jeongin menunjukan tugasnya dan berhasil membuat Daehwi bertepuk tangan takjub.

"Wah bagus banget! Jeongin pinter deh!" puji Daehwi tulus.

Jeongin tertegun. Pertemuan pertamanya dengan Daehwi bisa dibilang kurang mengenakan, tetapi sekarang semuanya sudah berubah dalam waktu singkat.

Tidak ada lagi Daehwi yang jutek, tidak ada Daehwi yang menyebalkan. Sekarang yang ada hanyalah Daehwi yang hangat dan ceria.

"Uhmm... Makasih Daehwi."

Daehwi mengangguk semangat. "Sama-sama Jeongin!" kemudian mereka kembali hening.

"Hmm, Jeongin itu siapa aja yang Jeongin gambar? Kok cuman 3 orang?" Daehwi membuka kembali topik obrolan. Pemuda manis itu memang kurang suka dengan kesunyian.

Jeongin melirik hasil gambarannya. Hanya ada tiga orang di dalam gambarannya. Dua orang perempuan dan seorang laki-laki.

"Yang Jeongin gambar itu Ayah, Bunda, sama Jiheonie," cicit Jeongin. Jari telunjuknya ia mainkan, bola matanya bergerak gelisah.

"Loh, Jeongin kok nggak gambar diri Jeongin sendiri?"

Jeongin menggeleng lemah.

"Kalo Jeongin gambar diri Jeongin sendiri, Jiheonie pasti nggak suka. Lagi pula Jeongin juga nggak penting bagi Jiheonie. "

Sejenak Jeongin kembali melirik hasil gambarannya. Ia menginginkan dirinya ada di dalam gambaran itu... Tapi sang adik pasti tidak akan suka. Jadi lebih baik menghilang, dan membiarkan Jiheon menyukai gambarannya.

~*~

Jiheon membuang asal tas sekolahnya yang tersampir di bahu sempitnya.

Terik mentari sinar siang menguras energi remaja tujuh belas tahun itu. Apalagi seharian terkurung di dalam kelas dan mempelajari banyaknya pelajaran yang membosankan.

Langkah malasnya ia seret memasuki ruang dapur untuk mendapatkan sebotol air mineral dingin guna menghilangkan dahaganya.

Belum sampai menapaki lantai dapur, tungai Jiheon terhenti.

Sang Kakak kembali tertidur di sembarang tempat.

Langkahnya memutar haluan mendekati sofa yang ditiduri sang Kakak.

Tubuh Jiheon meringkuk karna kakinya yang terlalu panjang. Kelopak matanya tertutup sempurna.

Sesekali dapat Jiheon dengar dengkuran halus dari bibir kecil Jeongin.

Jiheon bersimpuh di depan wajah tenang Jeongin. Tangannya terulur menyingkirkan poni sang Kakak yang mulai memanjang.

"Manis."

Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Jiheon. Benar-benar tulus dari hati kecilnya.

Wajah tenang Jeongin membuat Jiheon merasa bersalah.

Perkataan tajamnya, tingkah lakunya berubah pasti menimbulkan tanda tanya besar bagi Jeongin.

Jiheon mendekatkan wajahnya ke arah kening Jeongin. Mengkikis jarak dan mendaratkan satu kecupan hangat pada kening Jeongin.

"Maafin Jiheonie, Kak." lalu kembali mengecup kening sang Kakak cukup lama.

Tanpa Jiheon sadari secarik senyuman manis tersemat sempurna di sudut bibir Jeongin.

Pemuda itu tersenyum dalam tidurnya.

Entah tersenyum karna mimpi yang memasuki alam bawah sadar pemuda itu. Atau tersenyum karna kecupan di keningnya.

~To Be Continued~

Jadi nggak tega kalo bikin cerita ini jadi sad ending :")

Special; Yang Jeongin [#Wattys2018] [Wattys longlist 2018] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang