Guyuran hujan lebat mendatangkan rasa jenuh dalam diri Jeongin.
Pemuda itu terlalu bosan berdiam diri saja di dalam rumah.
Ia ingin bermain bersama Daehwi, atau melukis cantiknya cuaca sore, akan tetapi rencananya harus dibatalkan karna lebatnya guyuran hujan.
Hanya suara ada suara gemericik air hujan dan televisi yang menemani kesunyiannya.
Tidak ada yang menemani kesendirian Jeongin. Sang Bunda masih bergelut dengan pekerjaannya di kantor dan Jiheon yang mungkin terjebak derasnya hujan.
Menyebalkan. Batin Jeongin terus menggerutu. Seandainya hujan tidak turun, mungkin Jeongin sudah berada di rumah Daewhi dan bermain, menghabiskan waktu sore ceria.
"Assalamualaikum."
Decitan pintu yang terbuka dan dibarengi oleh salam menciptakan secarik senyum sumringah di sudut bibir Jeongin.
Jeongin beranjak dari sofa ruang keluarga tempatnya bermalas-malasan, menghampiri pintu utama rumahnya untuk melihat siapa yang pulang.
"Jiheon, baru pulang?"
Jiheon pulang.
Masih berdiri di depan pintu, kondisi pakaian olahraga sang Adik yang basah kuyup menyakinkan Jeongin kalau Jiheon menembus hujan.
"Jiheon, cepatan masuk! Jangan kelamaan di situ, nanti kamu bisa sakit!"
Jeongin tergopoh-gopoh menghampiri Jiheon, berniat mengajak Jiheon untuk segara masuk dan mengganti pakaian sekolah gadis itu yang lepek.
Namun, yang Jeongin dapatkan adalah dorongan. Dorongan yang membuat tubuh pemuda itu terhuyung.
"Awas. Jangan ngehalangin jalan gue!" desis Jiheon tajam. Setelah itu gadis itu meninggalkan Jeongin sendiri.
Sedangkan Jeongin mencoba tersenyum menghadapi kenyataan jika Jiheon tidak akan pernah menganggap Jeongin lagi.
Jeongin harus terbiasa. Walaupun akan sangat menyakitkan untuk ke depannya.
~*~
Jiheon mengeringkan rambut basahnya sembari memainkan ponsel kesayangannya.
Kakinya melangkah pelan, menggunakan indera perabanya untuk sampai ke meja makan karna matanya terlalu sibuk menatapi layar ponsel.
Suara gaduh yang berasal dari perut rampingnya membuat Jiheon mau tidak mau meninggalkan kamarnya, guna mencari sedikit makanan.
Ya... Meskipun kemungkinan besar tidak akan ada makanan, Jiheon masih berharap jika sang Bunda menyisakan sedikit makanan untuk dirinya.
Sesampainya Jiheon di meja makan, bola mata gadis itu bebinar kala segelas susu cokelat tersaji. Dan kelihatannya masih hangat seperti baru dibikin.
Langsung saja Jiheon menyambar susu cokelat itu, meneguknya rakus sampai ke tetes terakhir.
Jiheon tidak bergeming setelah meminum susu cokelat itu. Netranya terfokus pada satu lembar kertas kecil yang dipenuhi tulisan acak-acakkan.
Untuk Jiheon:
Jiheon, susu cokelat bikinan Jeongin jangan lupa diminum ya^^ . Jeongin nggak mau liat Jiheon sakit gara-gara kehujanan. Makanya Jeongin buatin susu buat Jiheon.Susu cokelat yang Jiheon minum itu adalah buatan Jeongin.
Bahkan saat Jiheon sudah tidak memperdulikan keberadaan Jeongin, sang Kakak masih tetap memperhatikan kesehatannya.
Terbuat dari apakah hati tulusnnya Jeongin?
~*~
"Bunda, Bunda, Bunda, besok Bunda mau dateng ke sekolah aku kan? Bunda mau liat pertunjukan Jeongin kan?"
Suzy yang sibuk berkutat dengan tumpukkan berkas-berkas dan lapotopnya merasa risih mendengar rengekkan Putra sulungnya.
"Iya sayang, besok Bunda janji bakalan dateng."
"Benerankan? Bunda nggak bohongkan?"
Jeongin mendekati sang Bunda yang berkutat di depan laptopnya, terus mendekati tanpa menyadari secangkir teh yang mungkin akan tumpah karna tersenggol.
Dan...
Prang!
Benar saja Jeongin menyenggol cangkir itu hingga terjatuhnya, parahnya air teh hangat itu membasahi laptop sang Bunda.
"JEONGIN, LAPTOP BUNDA JADI BASAHKAN!"
Dampratan Suzy mengakibatkan Jeongin mundur ketakutan.
Ini ke dua kalinya Jeongin mendapatkan bentakkan. Dan Jeongin masih belum terbiasa dengan semua itu.
Suzy beranjak pergi, membawa kekesalan agar tidak meledak terlalu jauh.
Sepeninggalan Sang Bunda, tubuh Jeongin merosot. Pemuda itu merasa teramat bersalah.
Jeongin menangis dalam diam, menyembunyikan wajah sembabnya dibalik telapak tangannya.
Grep
Bahu lebar itu tiba-tiba saja merasakan kehangatan. Seperti dipeluk erat-erat agar tidak terluka lagi.
Jeongin ingin mengangkat wajahnya. Tapi terlalu berat, dan terlalu nyaman di dalam dekapan itu.
"Jangan nangis. Jiheon nggak suka Kakak terluka."
Jiheon. Itu suara Jiheon. Cahaya yang beberapa waktu lalu meredup, kini kembali berderang. Menjadi satu-satunya penerang yang Jeongin miliki.
Jika Tuhan berbaik hati pada Jeongin. Pemuda itu tidak pernah meminta kesempurnaan dalam hidupnya.Cukup membiarkan Bunda dan Jiheon tetap bertahan di sisinya, itu sudah lebih dari cukup.
Semua itu adalah kesempurnaan bagi Jeongin. Kesempurnaan yang mungkin hanya diharapkan pemuda spesial itu.
~To Be Continued~
Sebentar lagi END kawan kawanku
KAMU SEDANG MEMBACA
Special; Yang Jeongin [#Wattys2018] [Wattys longlist 2018] ✔
Fanfiction[Selesai]✔ #Wattys Longlist 2018 "Bunda, anak autis itu apa? Kenapa teman-teman Jeongin selalu ngatain Jeongin anak autis?" "Kakak special. Terlepas dari apapun kekurangan Kakak. Kakak tetap special di mata Tuhan." ♣Jeongin Fanfiction