7. Salah

1.4K 388 53
                                    

Kanvas yang sudah terpenuhi oleh banyak warna perlahan membentuk sebuah gambar.

Setangkai bunga cantik terlihat sangat hidup walaupun sebenarnya itu hanyalah lukisan.

"Gambaran Kakak semakin lama semakin bagus!" puji Jiheon sembari memberikan dua ibu jarinya sebagai pujian.

Sedangkan Jeongin hanya berdiam, terlihat sangat fokus menyelesaikan lukisannya yang sebentar lagi menjadi sempurna.

Perpanduan warna-warna cantik nan menyejukan mata menjadi poin utama lukisan Jeongin.

Ditambah lagi garis lukisannya yang sangat rapih, sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan lukisan Jiheon yang sangat buruk.

Sentuhan warna terakhir pada kelopak bunga, akhirnya Jeongin menaruh kuas serta palet yang sedari tadi tak lepas dari telapak tangannya.

Lukisan sempurnanya telah selesai. Mengundang decak kagum dan tepuk dari Jiheon yang setia menemani kegiatan melukisnya.

"Wah, keren!"

Mendapat pujian, Jeongin hanya tersenyum kecil.

"Lukisan Jeongin jelek, Jiheonie. Sebagus apapun lukisan Jeongin, tetap tidak akan ada yang memuji Jeongin selain Jiheonie dan Bunda."

Tertohok. Jiheon merasa dirajam banyak senjata tajam tepat di ulu hatinya setelah mendengar jawaban sang Kakak.

"Lukisan Kakak bener-bener bagus kok! Sumpah Jiheon nggak bohong."

Bukannya senang, Jeongin malah beranjak dari tempatnya, dan jika dilihat lagi, tidak ada senyuman.

Datar. Wajah imut itu terlihar datar.

Jiheon tahu jika ada yang salah hingga membuat Jeongin kembali seperti ini.

Tapi, Jiheon tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi.

~*~

"Udah sih masukin aja anak idiot itu ke asrama!"

Bentakan demi bentakan semakin memperumit keadaan.

Terlalu suram untuk dikatakan sebagai pertemuan yang baik.

Sebenarnya Suzy sudah tahu apa yang akan terjadi hari ini saat pertama kalinya ia mendapatkan pesan dari Ibu mertuanya.

Menyuruh dirinya untuk mampir sebentar ke rumah Alm suaminya.

"Anak idiot itu anakku, Bu! Dan dia punya nama!"

Merasa tak terima mendengar penghinaan yang dilontarkan Ibu mertuannya, Suzy memberikan perlawanan.

"Cih, nggak ada gunanya kamu mempertahanin anak seperti itu, Yang Suzy!"

"Dia anakku. Dan sampai kapan pun aku bakal mempertahankan Jeongin!"

Kilatan marah dapat Suzy lihat dari bola mata Ibu mertuannya. Tapi, semua itu tidak akan membuat Suzy gentar dengan pendiriannya.

"Anak idiot itu cuman bisa membuat keluarga kita malu! Lebih baik kamu urus saja Jiheon yang jelas-jelas memiliki masa depan!"

"Jeongin juga punya masa depan! Lagipula aku nggak pernah malu dengan kehadiran Jeongin!"

"Apa masa depan anak itu? Dia itu idiot, dan dia nggak bakal punya masa depan!"

Pertikaian seperti ini pasti akan sangat lama selesainya. Karena tak ada yang mau mengalah.

"Terserah Ibu mau ngomong apa. Kalau mas Jongsuk mendengar semua ini, pasti dia tidak akan setuju dengan ide gila Ibu, sama seperti aku."

Dan pada akhirnya Suzy lah yang mengalah.

Dengan kasar, Suzy meraih tas kecilnya dari atas meja. Dan bergegas keluar dari neraka yang diciptakan Ibu mertuannya sendiri.

~*~

Semenjak kejadian beberapa jam lalu, Jiheon dan Jeongin terlihat saling mendiamkan.

Tidak, lebih tepatnya Jeongin lah yang mendiamkan Jiheon.

Seolah-olah pemuda itu tidak menganggap kehadiran Jiheon.

Tidak ada pembicaraan.

Jiheon sudah berusaha membuka obrolan, tapi Jeongin nampak enggan menyahuti ocehan Jiheon.

"Kakak, Kakak, Kakak!"

"Berisik!"

Jiheon terpaku. Gadis mungil itu terlalu terkejut mendengar bentakan Jeongin.

"Kakak kenapa sih nyuekin Jiheon? Jiheon punya salah sama Kakak?" masih berusaha membujuk Jeongin. Namun, sekali lagi ia mendapatkan penolakan dari sang Kakak.

Jeongin malah berlalu dari hadapan Jiheon.

"Kakak masih marah gara-gara Jiheon jejelin kucing? Jiheon kan cuman bercanda, Kak."

Seakan tak mau lagi mendapatkan penolakan, Jiheon mencengkram telapak tangan Jeongin.

"Aw."

Sontak saja Jiheon melepas cengkramannya. Melihat Kakaknya meringin kesakitan, buru-buru Jiheon memeriksa hal apa yang membuat Jeongin merasa sakit.

Luka lebam.

Luka lebam yang terlihat membiru terpampang jelas, apalagi luka yang bersarang di telapak Jeongin tampak cukup lebar.

"Kakak, ini tangan Kakak kenapa?!" Jiheon panik. Baru pertama kalinya ia melihat Kakaknya terluka separah ini.
Mendapat pertanyaan yang terlalu memojokan, Jeongin memilih menunduk.

Menulikan pendengarannya, menghalau setiap pertanyaan Jiheon agar tidak melewati gendang telinganya.

"Jawab pertanyaan Jiheon, Kak! Siapa yang berani ngelukain Kakak?!"

Nihil. Jiheon tidak mendapatkan jawaban apapun.

Jeongin tetap bungkam.

Tapi, Jiheon yakin ada yang salah.

Sang Kakak seperti menyembunyikan suatu hal yang salah.

Dan semua ini terasa janggal.

~To Be Continued~

Segini dulu yak...

Chapter depan menyusul kalo ada waktu :)

Special; Yang Jeongin [#Wattys2018] [Wattys longlist 2018] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang