Jeongin mengamati dengan seksama pekerjaan menggunting kertas yang sedang Jiheon kerjakan.
Dia tertarik melihat betapa piawainya sang adik dalam mengguntingi kertas berwarna hingga menjadi beragam bentuk.
Mulau dari bentuk hati hingga awan yang terlihat cantik di mata Jeongin.
"Jiheonie, Jiheonie sedang membuat apa sih?" Jeongin merapatkan tubuhnya, mendekati hasil prakarya tangan Jiheon yang sebentar lagi selesai.
"Aku sedang buat ini kak!" Jiheon berseru senang, menunjukan kartu ucapan hasil buatannya yang terlihat sangat cantik dengan bermacam-macam tempelan.
Takut-takut, Jeongin menyentuh kartu berwarna buatan Jiheon. Kartu itu terlihat menganggumkan. Semua tempelan yang menghiasi kartu itu berhasil membuat Jeongin berdecak kagum.
"Ini apa? Bagus sekali, Jeongin juga mau itu. Boleh ya Jiheon?"
Jeongin memasang wajah memelas andalannya, manik rubahnya menatap Jiheon sendu dan ke dua telapak tangannya terkepal di depan dadanya.
"Ini namanya kartu ucapan, Kak. Kartu ini untuk Bunda sebagai ucapan hari Ibu. Kakak mau dibikin juga?"
Siapa yang bisa menolak permintaan pemuda menggemaskan ini? Ah, bisa gila rasanya jika Jiheon menolak permintaan sang Kakak.
"Ini untuk Bunda?" Jeongin memiringkan kepalanya, merasa heran dengan jawaban yang Jiheon berikan. "Memangnya hari ini Bunda ulang tahun?"
"Bunda tidak ulang tahun, Kak. Tapi karena hari ini adalah hari Ibu, Jiheon mau kasih hadiah untuk Bunda."
"Berarti Jeongin juga harus memberikan hadiah pada Bunda? Huee, Jeongin nggak punya hadiah untuk Bunda. Nanti Bunda marah sama Jeongin, hiks, hiks."
Pemuda rubah itu menutup wajah sembabnya menggunak ke dua telapak tangan kecilnya.
Tangisannya terdengar menggemakan. Ayolah, siapa yang tidak gemas melihat remaja tujuh belas tahun yang menangis hanya karena hal sepele seperti ini.
"Ih, kok nangis sih. Malu ah udah gede nangis." Jiheon meninggilkan sejenak pekerjaanya. Tubuhnya berpindah tempat mendekati sang kakak yang menangis.
"Jeongin takut Bunda marah sama Jeongin. Jeongin kan tidak punya hadiah seperti Jiheon. Pasti nanti Bunda marah, hiks, hiks, hiks."
"Nggak kok, Bunda nggak mungkin marah sama Kakak. Udah ya jangan marah lagi." Jiheon membawa tubuh sang Kakak kedalam pelukannya. Ia sandarkan kepala Jeongin pada pundaknya.
Jeongin masih mengerucutkan bibirnya. Pikirannya sedang berkeliaran entah kemana, mencari ide untuk hadiah yang akan ia berikan pada Bunda Suzy.
"Jiheonie, Jeongin punya ide!" seru Jeongin senang. Maniknya nampak berbinar dan senyuman manis mengembang di ke dua sudut bibirnya.
"Ide apa kak?" tanya Jiheon tak kalah antusias.
"Sini Jeongin bisikin. Tapi janji ya bantuin Jeongin."
Dan berakhirlah Jiheon mendengarkan ide sang kakak setelah berjanji untuk membantu Jeongin
~*~
Suzy yang baru saja pulang bekerja cukup terkejut dengan keadaan rumahnya yang benar-benar rapih.
Jiheon dan Jeongin pun menyambut kepulangannya dengan sebuah pelukan hangat.
Mereka memperlakukan Suzy seperti seorang ratu. Seperti memijit kaki Suzy yang terasa lelah dan lain-lain.
Suzy juga mendapatkan sepucuk surat yang ditulis oleh putri bungsunya yang membuat Suzy tak dapat membendung air matanya.
"Bunda, bunda senang dengan hadiahnya?" Jeongin yang sedang memijat pergelangan kaki Suzy bertanya dengan penuh harap.
"Iya sayang, Bunda seneng banget sama hadiah dari kalian. Makasih ya." jawab Suzy jujur.
"Tapi, Jeongin masih punya hadiah satu lagi loh untuk Bunda."
"Hadiah? Jeongin masih punya hadiah lagi untuk Bunda?" tanya Suzy tak percaya.
"Iya, Bun. Kakak punya hadiah special untuk Bunda," sahut Jiheon.
Jeongin memberhentikan pijatannya, segera beranjak dari duduknya dan memundurkan tubuhnya beberapa langkah.
Setelah itu Jeongin memasangkan seutas pita pink di atas kepalanya lalu tersenyum hangat.
"Hadiah spesial untuk Bunda dari Jeongin adalah kehadiran Jeongin dan Jiheon! Jeongin benarkan Bunda?"
Jeongin melirik Jiheon yang juga telah memasang pita merah muda di atas kepalanya.
"Bunda pernah bilang kalau kami adalah mutiara berharga yang diberikan Tuhan pada Bunda. Tapi mutiara berharga tidak akan berharga lagi jika tidak dirawat dengan baik. Dan kami beruntung dijaga oleh seorang malaikat yang selalu memberikan kami banyak cinta dan kasih sayang." ucap Jiheon.
Jiheon dan Jeongin menghampiri Suzy dan memeluk tubuh Suzy erat.
"Terima kasih telah menjaga kami dengan penuh kasih sayang dan cinta. Membesarkan kami tanpa pamrih, dan menjaga kami hingga kami dapat merasakan cinta dan kasih sayang yang cukup."
Suzy menangis. Untuk pertama kalinya ia menangis di depan ke dua mutiaranya.
Hatinya benar-benar tersentuh dengab hadiah yang diberikan ke dua mutiara kecilnya.
"Menjaga kalian adalah tanggung jawab yang diberikan Tuhan untuk Bunda. Walaupun ada kalanya Bunda lelah, tapi saat melihat tawa kalian semua rasa lelah Bunda lenyap begitu saja. Bunda juga ingin berterima kasih kepada kalian karena telah hadir dalam hidup Bunda."
Malam itu, mereka saling berpelukan. Menyalurkan kasih sayang dan semua cinta yang mereka miliki.
End.
Selamat hari Ibu untuk malaikat cantik yang telah melahirkanku.
Aku tidak tahu berapa banyak air mata yang kau tumpahkan untuk membesarkanku.
Tapi, hari ini kupersembahkan kisah ini untuk Ibu seluruh Indonesia yang membesarkan mutiara kecil seperti kami dengan penuh kasih sayang dan cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Special; Yang Jeongin [#Wattys2018] [Wattys longlist 2018] ✔
Fanfic[Selesai]✔ #Wattys Longlist 2018 "Bunda, anak autis itu apa? Kenapa teman-teman Jeongin selalu ngatain Jeongin anak autis?" "Kakak special. Terlepas dari apapun kekurangan Kakak. Kakak tetap special di mata Tuhan." ♣Jeongin Fanfiction