Part 16 - Asing

76 19 10
                                    

Shilla terdiam ketika menerima tamu yang kini tersenyum canggung ke arahnya. Wanita itu menghela napasnya kemudian menyilakan orang itu masuk ke rumahnya.

"Dylan sudah tidur?" tanya orang yang tak lain adalah Genandra. Shilla hanya menggumam mengiyakan ucapan Genandra.

"Maaf ya aku ganggu kamu malam begini" ucap Genandra.

Dulu, ketika semuanya tidak secanggung sekarang, Shilla bahkan tidak peduli jam berapapun Genandra akan berkunjung ke rumahnya. Pernah pria itu berkunjung subuh-subuh dan pernah pula hampir tengah malam. Shilla tak pernah mempermasalahkannya dulu. Karena pada dasarnya, wanita itu justru senang ketika Andra berkunjung. Ketika kau mencintai seseorang bukankah tidak ada hal yang kau inginkan selain terus dapat bersama dan melihat wajahnya? Ya, begitulah Shilla saat itu.

"Ada apa, Dra?" tanya Shilla.

Genandra terdiam. Dirinya mengamati Shilla yang berbeda. Bukan lagi Shilla yang menatapnya suka cita tiap kali ia berkunjung. Kini hanya ada Shilla yang memandangnya biasa. Gurat kehangatan yang dulu selalu wanita itu tunjukkan menghilang entah kenapa.

Sedikit banyak, Genandra tahu ini salahnya. Ia yang dengan brengsek telah membuat hubungan persahabatan keduanya merenggang. Dia tak hanya kehilangan satu tapi dua sahabatnya sekaligus. Semua karena ia egois memilih cintanya pada Thalia. Shilla benar, semuanya tidak harus berakhir seperti ini jika saja Andra tidak berperilaku seperti pengecut.

Tapi Genandra bahkan tidak bisa mundur. Hubungannya dengan Thalia sudah terlampau jauh hingga ia tidak mungkin memilih untuk meninggalkannya. Lagipula Genandra sungguh mencintai Thalia hingga rasanya ia lebih memilih dibenci sahabatnya daripada harus kehilangan wanita yang ia cintai.

Brengsek? Memang. Tapi hidup itu adalah perkara pilihan. Kadang kala dalam hidup kita akan dihadapkan pada pilihan yang sulit. Dimana setiap pilihannya memiliki resiko masing-masing. Dan ketika dihadapkan pada hal semacam itu, Genandra akan memilih untuk menjatuhkan pilihan pada opsi yang lebih membuatnya bahagia atau memiliko resiko lebih kecil. Dan dalam kasus ini, Thalia adalah pilihannya.

"Aku mau minta maaf, Shilla" ucap Genandra.

"Untuk apa?"

"Untuk semua tingkah brengsekku. Aku tahu itu memberi efek pada hubungan kita. Aku tahu aku salah. Dan aku menyesal karena pilihan yang aku pilih"

"Kau menyesal memilih Thalia?"

Genandra menggeleng, "Bukan Thalia. Hanya menyesal terhadap sikap yang aku pilih. Kau benar, seharusnya dari awal aku memberitahu Andrew kalau aku mencintai Thalia sebelum menusuknya dari belakang seperti ini. Tapi semua sudah terjadi. Seberapapun aku menyesali, toh aku tidak bisa membalikkan takdir, Shilla."

Pria itu menghela napasnya. Ia meraih jemari Shilla. Sontak membuat tubuh Shilla menegang. Ini semua terasa asing. Sentuhan itu terasa asing. Dulu bahkan Shilla akan berdebar dan mendamba tiap kali Andra menggenggam tangannya. Atau hanya sekedar menepuk lembut kepalanya, dulu hal itu akan membuat Shilla berdebar senang. Tapi kenapa sekarang sentuhan Andra terasa asing?

"Aku sudah kehilangan Andrew sebagai sahabatku. Entah kapan aku akan mendapat maafnya. Jadi kumohon, jangan juga kau tinggalkan aku sebagai sahabatmu. Maafkan aku, ya?" ucap Andra. Shilla masih terdiam kaku di sebelahnya. Sentuhan ringan di jemari tangannya masih terasa asing.

"Kalian berdua adalah sahabatku yang paling dekat, Shil. I screwed up with Andrew. Tapi kumohon, hubungan kita masih bisa diperbaiki. Ijinkan aku untuk tetap menjadi Andra sahabatmu, hm?"

Pandangan Shilla beralih dari tautan jemari menuju mata Andra. Ia bisa melihat Andra tulus meminta maaf dan berbaikan dengannya. Tapi Shilla merasa ada yang aneh.

The Supporting RoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang