Part 17 - Perfect

97 21 18
                                    

"Bunda, Dylan bawa bunga Lily buat Bunda!" ucapan senang itu Dylan lontarkan ketika dirinya dan Shilla sampai pada tempat di mana sang Bunda berada. Shilla mengelus puncak kepala Dylan sayang kemudian tersenyum. Sang putra menengadahkan kepalanya menatap Shilla dan dibalas anggukan oleh Shilla.

Perlahan Dylan berjongkok dan meletakkan bunga lily untuk sang Bunda. Tangannya menengadah mengucap doa. Dan pemandangan ini selalu bisa membuat Shilla menitikkan air matanya. Putranya itu memang masih kecil tapi sungguh pintar. Sekali diajari dan ia langsung paham.

Seperti sekarang, mendoakan sang bunda yang telah berpulang.

Ya, keduanya berada di pemakaman dengan nama Lily Ariani tertera pada nisan tempat Dylan kini tengah memejamkan matanya berdoa. Bunga Lily yang tadi dibawa Dylan tak lebih karena sesuai dengan nama sang Bunda. Mungkin anak umur 5 tahun itu masih belum begitu paham tentang konsep kematian dan doa untuk orang yang telah berpulang, tapi setidaknya anaknya itu mau mengikuti apa yang diajarkan oleh Shilla.

Mungkin juga suatu saat Dylan akan semakin paham tentang konsep orang tua dan kemudian dia akan bertanya kenapa dan bagaimana pada Shilla. Tapi menunggu waktu itu tiba, maka biarlah Shilla menikmati waktunya kini. Menikmati saat dimana Dylan masih polos. Entah apa yang akan terjadi jika Dylan beranjak dewasa dan semakin pintar. Biarlah waktu yang akan menjawabnya.

Shilla tersenyum tipis kemudian mengikuti Dylan, berjongkok di depan nisan Lily. Ia ikut mendoakan Lily dalam diam tapi penuh kesungguhan. Ketika ia membuka matanya ia melihat Dylan yang memperhatikannya.

"Sudah doanya?" tanya Shilla, kepala Dylan mengangguk.

"Masih kangen Bunda? Atau mau langsung pulang?" tanya Shilla.

"Sebentar ya, Mam? Dylan mau cerita sebentar sama Bunda" ucap bocah itu. Shilla mengangguk menyetujui. Ia membiarkan sang putra berceloteh seolah Lily bisa mendengar. Dylan tampak antusias menceritakan kisahnya pada sang bunda. Dan Shilla hanya bisa tersenyum.

"Nanti kapan-kapan Dylan bawa Allene ketemu Bunda, ya? Boleh, Mam?" tanya Dylan penuh harap. Shilla menganggukkan kepalanya. Senyuman terukir di bibirnya ketika sejak tadi Dylan bercerita tentang teman-temannya pada sang Bunda, terlebih Allene. Jadi wajar saja ketika permintaan polos itu terlontar dari bibir Dylan.

"Kata Mami, bunda Allene juga sama seperti Bunda, sudah di surga. Tapi Dylan punya Mami dan Allene punya Daddy-nya jadi kami tidak kesepian. Ya, Mami?" Kembali Dylan berucap.

"Iya, Sayang. Dylan tidak akan kesepian karena Dylan punya Mami. Tapi jangan pernah lupa untuk doakan Bunda, ya?"

"Tentu, biar Bunda semakin bahagia di surge, ya Mam?"

"Tepat. Dylan pintar!" puji Shilla bangga.

"Sekarang pulang, ya? Nanti kesini lagi kalau Dylan kangen" ajak Shilla. Dan putranya yang penurut mengikuti ucapannya.

"Bye,Bunda. Semoga Bunda selalu bahagia di surga!"

***

"So, kau akan datang?"

Pertanyaan itu membuat Andrew terdiam sejenak. Sedetik ketika ia memahami pertanyaan yang Robbie lemparkan padanya, Andrew hanya diam. Ia menyeruput soda dari botol. Matanya kembali ia arahkan pada televisi yang menyiarkan pertandingan sepak bola.

"Hey, aku bertanya padamu, dude!" tegur Robbie.

"Kurasa tidak ada alasan untukku tidak hadir, bukan?"

"And you okay with that?"

"Dengan apa? Andra menikahi Thalia? My best friend wedded my ex-lover? Begitu maksudmu?"

The Supporting RoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang