1: Awal dari Segalanya

53 12 3
                                    

Sam POV

Pertama aku bertemu dengannya saat pernikahan tetangga satu kompleks. Dia berjalan anggun bersama kedua orang tuanya. Gaunnyapun sopan sederhana, tapi itu yang membuatku tertarik padanya. Riasannya juga tidak berlebihan, malah aku rasa dia tidak memakai make up sama sekali.

Saat kami bersitatap, dia sempat terdiam kemudian tersenyum menatapku. Ah sial, dia pasti tau kalau aku mengamatinya sejak tadi.

"Vin! Kok melamun?" Aku berjengit, ah Mama.

"Nggak kok, Ma. Yavin lagi lihat perempuan yang pakai gaun biru muda itu. Cantik ya?"

"Oh, si Vania dia kan sepupunya Vena yang nikah itu. Ibunya Vena sering cerita sama Mama kalau Vania itu kalem orangnya. Mau Mama kenalin, Vin?"

"Nggak! Nggak usah, Ma." Jawabku cepat.

"Ya santai dong, Vin. Yaudah Mama cari Papa dulu. Kalau kamu mau pdkt buruan sana!" Ucap Mama mengerling padaku.

Huh, Mama!

Kalem ya? Bakalan susah sepertinya. 

Aku menghampirinya, ah! Bukan, menghampiri meja prasmanan yang kebetulan ada Vania disana. Kesempatan kecil, batinku.

"Ehm, hai?" Bodoh, cara klasik.

Dia menoleh, kemudian tersenyum. "Oh, hai!"

Aku meliriknya, ah tidak. Menghadap padanya, mengamatinya. Hidung mancungnya yang mungil, matanya yang menyipit saat tersenyum.

"Kok aku belum pernah lihat kamu?

"Itu, aku adik sepupunya kak Vena. Ada apa?"

Rambut legamnya yang dapat kupastikan sangat halus saat aku menyentuhnya.

"Yaa enggak. Asing aja gitu. Aku Samuel Yavin Pradana kamu?" Aku mengulurkan tanganku. Yang langsung disambut baik olehnya.

Tangannya lembut.

"Kezia Vania Ariara."

Shit! Canggung begini.

"Kamu, asal darimana?"

"Oh, deket kok. Aku tinggal sama orang tuaku. Kamu sendiri?"

"Aku tetangganya Vena, sebelahan rumahnya. Silakan mampir."

"Iya kapan-kapan aku mampir."

Dan dia akan cocok mendampingiku, kurasa.

---

Kenapa aku belum bisa tidur?

Apa gara-gara Vania?

Hm.

Ah besok aku harus tanya Vena. Eh jangan besok!

Atau tanya Tante Maria aja?

Tanya Mama dulu deh.

Aku keluar kamar, sontak aku kaget melihat Mama bersandar disamping pintu kamarku.

"Ada apa, Ma?"

Mama menyeringai, "kamu belum bisa tidur kan, Vin? Mikirin si Vania?"

Aku hanya bisa meringis. Ah perempuan yang satu ini selalu paham apa yang aku alami.

"Dia tinggal dimana sih, Ma?"

"Nggak jauh kok. Cuma jarak sepuluh kilometer dari kompleks ini. Apa kamu mau langsung nge-lamar dia?"

"Astaga, nggak lah, Ma! Kesannya aku nggak laku banget." Jawabku cemberut.

"Atau gini deh, mama besok kasih tau kamu dimana rumahnya. Terus nanti kamu kapan gitu kesana. Pdkt-jadian-nikah deh. Biar mama cepet gendong cucu!"

"Ma, Yavin masih dua puluh tujuh tahun. Yavin belum pengen nikah."

"Tapi lihat Vania pengen nikah, kan?"

"Ih, Mama!"

---

Huhhhh
Pemanasan dulu ya
Wkwk
Ditunggu vote dan komennya

4/7/18

The Boss and His Lover (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang