17 : Kesepakatan

5 4 0
                                    

Sarapan pagi ini bersama atasannya—pertama kali—terasa sangat hening. Tak jarang ia mendapati atasannya mengawasi  pergerakan Clarine dan sesekali tersenyum. Sekarang lelaki di depannya ini meletakkan alat makan yang dipegang pertanda ia sudah selesai dan meminum segelas air disampingnya.

"Saya tunggu di ruang tamu. Kamu bisa taruh piring kotor disana," ujarnya menunjuk dapur dengan dagu.

"Saya tidak suka dibuat menunggu, Cla." Lelaki itu berlalu ke dapur untuk menaruh piring kotor lalu mengambil segelas air untuk dibawa ke ruang tamu.

Clarine mengamati semua itu lalu pura-pura fokus pada makanannya saat lelaki itu meliriknya. Clarine memutuskan menyelesaikan makannya dan meletakkan piring kotor di wastafel di dekat dapur. Sempat terlintas bahwa ia ingin mencuci piring-piring yang tergeletak disana.

'Saya tidak suka dibuat menunggu,Cla.'

Oke, Clarine memutuskan untuk menghela napas, menghitung satu sampai lima, dan segera bergegas menuju ruang tamu lalu duduk di depan atasannya yang dibatasi meja.

"Lama sekali." ujar Samuel sedikit kesal.

'Oh, orang ini selalu melebih-lebihkan sesuatu,' gerutu Clarine.

"Duduk disini!" Perintahnya.

Clarine hanya menatapnya namun pandangan lelaki itu terhadapnya menajam. Akhirnya Clarine bangkit dan duduk disamping lelaki itu.

"Oke," lelaki itu berdeham sejenak sebelum melanjutkan, "kita perlu buat beberapa kesepakatan."

"Perjanjian pranikah maksud, Bapak?" Clarice bertanya ragu.

"Bukan. Tapi kalau kamu mau sebut begitu juga tidak masalah. Bedanya tidak diatas kertas dan tanpa meterai."

"Terus kalau salah satu dari kita ada yang melanggar bagaimana, Pak?" Clarice bertanya lagi.

"Tidak akan. Kamu akan cinta sama saya dan kita akan bersama hingga tua," tukas Sam yakin.

"Bapak yakin banget." Clarice terkekeh sambil mengibaskan tangannya ke depan. Sam hanya menatapnya yang membuat tawa itu hilang ditelan udara.

"Oke, pertama dan yang paling penting. Kamu berhenti panggil saya 'Bapak' lagi. Karena saya tidak pernah menikahi mama kamu."

"Mana bisa, Pak! Bapak 'kan atasan saya lagipula usia kita terpaut lima tahun, Pak." Clarine menolak

"Kamu bilang saya tua?!" Nada bicara Sam meninggi.

"Enggak kok, Pak." Clarine menggeleng kuat.

Sam mengabaikannya.

"Lagipula usia hanya angka dan formalitas. Dan kalau sampai kamu panggil saya 'Bapak' lagi kamu saya hukum."

"Loh! Enggak bisa gitu dong, Pak. Saya kan belum sepakat."

"Mudah saja... hukumannya menguntungkan kita berdua, saya akan cium kamu kalau kamu tetap melakukan itu lagi." Clarine membeliak.

"Yang kedua, untuk nanti malam. Kamu ikut saja apa yang akan saya katakan untuk jawaban kalau-kalau mama kamu bertanya."

"Kalau nanti mama nanyanya ke saya?"

"Ya kamu tinggal jawab saja, 'biar Sam yang jawab, Ma' kamu juga bisa peluk saya nanti sambil senyum-senyum genit. Masalah selesai."

Clarine speechless, 'Gila!'

Tapi akhirnya dia menjawab dengan anggukan. Tidak mungkin ia menyuarakan pikirannya keras-keras.

"Mari kita buat kesepakatan lagi." Clarine hendak memprotes namun segera dipotong oleh Sam.

"Satu-satunya pertanyaan yang boleh kamu jawab hanya, 'dimana dan kapan kita bertemu?' dan jawabannya adalah, 'kamu karyawan baru di kantor saya dan sebulan setelah saya pulang kemudian saya menyatakan tertarik dengan kamu setelah sebelumnya saya selalu menyangkal perasaan saya terhadap kamu.' Sampai sini paham, Clarine?"

Clarine diam mematung. 'Kan kita baru ketemu kemarin.'

Tidak habis pikir dengan pikiran atasannya ini. Lagi-lagi suara itu hanya berdiam dalam kepala cantiknya saja.

"Clarine, kamu-"

"Oke."

"Yang ketiga, Clarine. Kamu tidak boleh dekat dengan lelaki selain saya. Kalau saya sampai mengetahuinya, saya akan hukum kamu."

"Hukum mulu, ih!" Clarine menggumam.

"Saya dengar, Clarine." Sam mengingatkan.

"Dekat saja 'kan, Pak? Bicara, telepon, dan chat masih boleh?"

Sam mendekatkan badannya hingga Clarine tersudut di pinggir sofa, "kesepakatan pertama kita, Clarine. Dan kamu sudah berani melanggarnya."

Clarine tergugup di pinggir sofa, tubuhnya semakin dihimpit oleh tubuh besar atasannya dan tangan-tangan berotot itu diletakkan di samping tubuhnya. Mata Clarine semakin melebar kala ia merasakan benda basah dan empuk menyapa bibirnya.

"Hukuman pertama. Dan rasa bibir kamu memang senikmat yang saya bayangkan selama ini, meskipun hanya sebentar. " Gadis didepannya hanya bisa mengerjap kaku.

"Dan saya tidak sabar untuk menghukum kamu saat kesempatan berikutnya datang," ujar Sam menggoda dan mengedipkan sebelah matanya.

Sam berdeham kembali ke posisinya, kemudian menjawab pertanyaan gadisnya, "Boleh, kamu sangat boleh melakukan hal-hal yang kamu sebutkan tadi dengan lelaki lain, Clarine. Tapi kamu tidak boleh menyalahkan saya kalau hukumannya nanti akan lebih berat dari ini. Try me. Jangan pernah menantang saya, Cla." Sam menekankan kalimat terakhirnya.

Clarine masih diam, berusaha mencerna semuanya. Lima bulan bekerja di sebuah cafe, dihamili bos yang posesifnya level dewa dan suka menghukum. Salah apa dia di masa lalu.....

"Jangan anggap perintah saya tadi hanya gertakan semata tanpa bukti. Kamu sudah merasakannya tadi. Paham, Ma Perle?"

"Baik. Ada lagi?"

"Ada. Yang terakhir, kamu silakan cuci piringnya. Diskusi selesai dan tidak ada penolakan." Sam bangkit hendak menuju kamarnya.

"Hah?"

"Sana cuci piringnya!"

Clarine bangkit dan berlalu menuju dapur dengan menghentakkan kakinya kesal.

'Bisa-bisanya dia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Huh, bos sialan!'

Sam yang melihat itu tanpa sadar menggelengkan kepalanya dan tersenyum hingga matanya menyipit.

-----

Huhhhh gimana part ini? Mantab gak?!

Yuhuuu....

Apdet pertama di tahun baruuuu🎉🎉

Semoga kalian puas di part ini, tungguin terus ya part selanjutnya😉😉



Luv,

Chitandhrr ✨❤
11.01.21

The Boss and His Lover (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang