7: Pergi

18 8 1
                                    

Update yeah!!!

-------

Sam pov

Sesegera mungkin aku akan pergi, meninggalkan Indonesia. Meninggalkan Araku. Sebentar saja. Mama menyuruhku untuk segera berangkat ke Swiss untuk mengurus restoran cabang milik ayahku yang semakin hari katanya semakin kacau.

Padahal jadwalku kan masih dua bulan lagi!! Aku menggerutu dalam diam, tak ingin mengecewakan orang tuaku.

Papaku pulang pagi ini, dan sekarang kami -- papa, aku, dan mama -- membicarakan kapan keberangkatanku ke Swiss secepatnya.

"Maa... kan aku bilang nanti-"

"Iya nanti, setelah Ara jadi milik orang lain. Iya? Terus nanti kamu nangis, mama juga yang repot lagi. Itu kan mau kamu?!" Mama menekankan kata milik dengan sedikit mendelik ke arahku.

Papa hanya diam menatap perdebatan kami berdua. Huh! Tidak membantu sama sekali.

Oh ayolah! Kami sudah sepakat untuk tidak membicarakan hal itu lagi.

"Fine, oke! Aku berangkat besok. Mama ya yang siapin keperluanku disana nanti," kataku melemah di kalimat akhir diiringi cengiran.

"Gitu dari tadi, kan, gausah pake debat segala! Oke, mama siapin."

------

"But, Babe, believe me. It won't take a long time," jelasku berusaha membuatnya paham dan bersedia menunggu, tapi-

"Sam, c'mon aku bukan orang yang bisa nunggu gitu aja. Kita akan jauh, jarak dan waktu, ribuan kilometer. Lima bulan dan kamu nyuruh aku nunggu gitu aja?! I can't, Sam."

"Ara, kan kita masih bisa chat, skype, telpon. Apa itu kurang? Ayolah, jangan bilang kamu gak cinta sama aku?"

"I do. Emang enggak, so let's just break up!"

Aku terperangah. Bukannya dulu dia bilang cinta sama aku?

Shit! Shit Shit!

Dua bulan dan Ara masih belum bisa mencintaiku? Apa-apaan!

Lamaku terdiam, Ara tak bergerak atau mengucapkan apapun disampingku. Kami diliputi keheningan yang menyiksa cukup lama. Mungkin dia akan merasa bersalah dan menarik ucapannya. Lalu setelah aku pulang kami bisa melanjutkan hidup dan-

"Kita putus, Sam. Jadi udah gak akan ada kata kita lagi. Not now, not ever," tukas Ara final.

"Jadi ... kita emang gak ditakdirkan untuk bersama ya?" Sam bergumam pada dirinya sendiri.

"Seharusnya kamu sadar lebih awal, lebih cepat, dan energi aku gak akan kebuang banyak, Sam."

"Dari dulu aku gak cinta sama kamu, Sam," lanjut Ara.

Dan yaa... aku bisa apa selain diam dan menerima. Menunggu sajalah, mungkin Tuhan akan berbaik hati dan memberiku kesempatan lagi untuk bersanding dengan Ara nanti.

Mungkin saja.

"Udah? Aku anterin pulang, yuk?"

"Aku udah pesen taksi online tadi. Makasih tapi, gak usah repot-repot." Sekali lagi, ucapan Ara membuatku tak berkutik.

"Oke, hati-hati ya!" Araku. Lanjutku tanpa suara.

------

"Ngapain gitu kamu baru pulang mukanya kusut banget?" Mama nyindir aku nih?! Kebangetan banget sihhhh!!!

"Diputusin tuh sama Ara." Malas jawab sih sebenarnya.

"Ohhh-what?!" Dan tawa Mama menggelegar membahana di ruang tamu. Aku hanya bisa memandangnya malas.

Oh ayolah! Kapan ini akan berakhir? Sialan.

"Aku ke Swiss besok, Ma. Udah disiapin, 'kan tiket sama keperluanku disana nanti?"

"Buru-buru banget sih kamuuu... ada apa? Sini baring, cerita sama Mama," suruhnya sambil menepuk pelan pahanya.

"Maaa...."

"Samm...."

Mama membeo bebarengan denganku. Aku menyerah, memilih menghampirinya dan berbaring dengan kepalaku di pahanya. Mama menyugar rambutku lembut. Oh, nyaman sekali rasanya.

"Males cerita, Ma. Tidur aja ya aku? Capek," pintaku.

"Serius Ara mutusin kamu?"

Aku diam.

"Seorang Samuel Yavin Pradana, diputusin? Percaya, sih."

Aku masih diam.

"Tunggu aja, mungkin Tuhan berbaik hati sama kamu nanti. Jangan berprasangka buruk. Kamu mengalami kejadian ini buat masa depan kamu juga nanti-

"Maa, masa iya harus dua kali? Nanti kalo sampai lima kali gimana? Jadi tua sebelum punya anak dong aku!!" berondongku.

"Kamu sendiri kan yang bilang masih dua tujuh, santai aja. Siapa tahu Ara melakukan itu karena dia pengen kasih kesempatan buat kamu, apapun itu. Entah buat kamu berpikir lagi untuk jalin hubungan sama dia, dia pengen kamu fokus ngurus restoran cabang tanpa ganggu kamu, atau dia masih punya urusan yang belum selesai. Tunggu aja, udah," lanjut Mama dengan tenang.

"Mama tau sendiri, kan? Keadaan apapun aku gak akan pernah terganggu dengan kehadiran Ara. Terus kalo aku nunggu semuanya bakal balik baik-baik aja gitu sesuai ekspektasiku? Kalo enggak, Ma? Aku sakit lagi. Aku gak mau berharap dulu, Ma. Setidaknya untuk saat ini." Aku bangun menumpukan sikuku pada paha dan menunduk.

"Tapi kamu gak bisa bohongin diri kamu, Sam. Kamu udah cinta sama Ara. Kamu gak bisa berhenti untuk gak berharap semuanya bakal membaik." Mama bertutur halus sih, tapi kalimatnya seolah mengelus hati kecilku.

"Aku tidur dulu, Ma. Selamat malam," potongku cepat mengecup pipinya. Sebelum percakapan semakin panjang terjadi.

Bukannya tidak mau, tapi dengan semakin panjangnya percakapan kami, Mama tambah berpikir dan kemungkinan bisa jatuh sakit.

Diatas ranjang, aku hanya bisa menatap langit kamarku tanpa berkedip. Pikiranku melayang, percakapanku dengan Mama baru saja dan Ara yang jelas-jelas bilang tidak mencintaiku tadi.

Shit lagi!!!

Oh Tuhan.


------

Akhirnya update astagaaa

Setahun nih gue baru apdet lagi dari part 6 kemaren wkwk

Hiks :"

Kasian beud sih bang samuelkuhhh

Sama aku sini aja, gaakan pernah diputusin kokk :v


10.01.20
Chitandhr ❤✨

The Boss and His Lover (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang