6: Waktu

27 9 0
                                    

Lama tidak ketemu ya?

Hehee...

----

Sudah sepuluh hari saja. Aku tak tahu kenapa saat aku bersama Ara, waktu begitu cepat berlalu. Seolah tak mengizinkanku untuk menikmati kenyamanan, berdua saja.

Aku takut waktu tak menyukaiku. Aku takut bila nanti waktu juga yang akan memisahkanku dengan Ara. Aku takut, aku takut, aku takut. Masih banyak ketakutan lain yang hinggap dipikiranku.

Sial!

Aku baru saja menemukan penggenapku. Baru menikmati rasanya mencintai dan benar-bemar dicintai. Baru merasakan ledakan kebahagiaan lagi setelah kejadian menyebalkan itu.

Tapi kalau dipikirkan aneh juga, hanya dalam waktu sepuluh hari aku sudah mencintai Ara sedalam ini. Sampai-sampai tak mampu kehilangannya. Kebetulan? Tidak mungkin. Semua kebetulan di dunia sudah direncanakan Tuhan.


Waktu, kumohon jangan pisahkan dua insan yang baru bertemu secepat ini.


Selama sepuluh hari pula, aku berharap cemas. Meski tak selalu aku menunjukkan kecemasanku pada Ara. Setiap ia curiga, aku selalu bisa mengalihkan pembicaraan dengan leluconku yang diakhiri aku bisa mendengarnya tertawa lepas. Cantik.

Seperti malam ini saja, tak terasa jarum pendek telah menunjuk angka 9, sebentar lagi aku harus mengantar gadisku kembali ke rumah.

"Gimana?" Tanyaku sambil memainkan alisku naik-turun.

"Gimana apanya?"

Aku terkekeh sejenak, "aku sudah cinta sama kamu. Kamu kapan?"

Dia tersipu, mengalihkan pandangannya sedikit lebih lama. Menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Ah, lucu sekali perempuan cantik satu ini. Aku gemas dengan pipinya yang memerah itu.

"Sepertinya hatiku memilihmu." Jawabnya kemudian setelah berhasil menormalkan irama jantungnya, kurasa.

"Kok sepertinya?" Tanyaku tak suka.

Sesaat dia tersentak, "Hatiku telah menentukan pilihannya. Dan itu kamu, Sam."

"Aku sudah menduga, kalau kamu juga cinta sama aku." Aku menggenggam tangannya.

"Pede sekali, sih, kamu!" Teriaknya malu.

"Hei! Benar kan." Kemudian aku tertawa.

"Kata mama saya, kita pernah sama-sama mengalami kisah dengan akhir menyedihkan. Dan saya berharap kisah kita ini memiliki akhir yang penuh dengan kebahagiaan." Lanjutku mantab.

Dia hanya membalas dengan senyuman manisnya dan menggenggam balik tanganku.

Waktu, biarkan begini saja dulu. Aku bahagia.

"Yasudah. Ayo kembali!" Ujarku lalu berdiri, meraih tangannya.

"Sudah lama."

Kemudian kami berjalan, bersebelahan. Mulai gerimis sepertinya.

Mendekati mobil yang terparkir, aku berhenti mendadak.

Aku berbalik, "Sebentar, ada yang kelupaan!"

Aku mengecup keningnya cepat. Ekspresinya masih linglung.

Menggemaskan sekali!

Kemudian aku berlari kecil mendahuluinya menuju mobil.

Ah! Dasar mulut nakal sialan.

Tuhan, bila aku boleh meminta.
Aku hanya ingin kebahagiaan serta orang yang kusayangi selalu bersamaku.
Kumohon.

----

Hai halo

Ketemu lagi deh.

Selamat tahun baru.

Telat plis.

Selamat membaca.

Jangan lupa tekan bintang :)

The Boss and His Lover (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang