10 : Atau Tidak

13 8 0
                                    

Kau tidak butuh wanita yang seperti itu....

Perkataan Will lima jam lalu masih sangat mengganggu pikiran Sam. Setelah mengikuti meeting dengan petinggi kantor untuk membicarakan lahan yang satu minggu lalu baru dibeli di Jerman, Sam kembali ke ruangannya dengan satu gelas kopi susu ditambah gula aren favoritnya dalam genggaman.

Kau tidak akan mati begitu saja setelah dicampakkan. Jangan risaukan soal perempuan, Sam....

Menghempaskan dirinya ke sofa panjang berwarna coklat yang berdampingan dengan jendela luas serta view kota Bern di sore hari, Sam menyesap kopinya perlahan.

Sosok yang tepat akan datang nanti disaat yang tepat pula. Lupakanlah dia....

Sam mengerang pelan, meletakkan kopinya di meja. Kemudian merebahkan badannya yang tegap di sofa coklat itu.

"Benar apa yang Will bicarakan. Aku tidak akan mati karena hal sepele seperti itu. Tapi ... kurasa akan sulit melupakan Ara, dia ... atau tidak," seru Sam tiba-tiba bangkit dari posisinya.

"Tidak sulit kalau aku fokus mengawasi pekerjaan di kantor ini. Sedikit berbincang dengan Will. Serta mengunjungi destinasi wisata yang ada di Swiss." Sam tersenyum senang. "Ide bagus, Sam. Kau masih cerdas. Dengan begitu lima bulan akan cepat berlalu dan aku akan segera bertemu Ara," lanjutnya.

"Shit!" Beberapa saat kemudian Sam mengumpat ketika sadar akan ucapannya.

"Kenapa Ara lagi, sih!!" Sam mengeluh lelah.

Knock ... knock ... knock ...

"Sam, you alright?" Will berujar pelan dan memyembulkan kepalanya pada celah pintu yang telah ia buka.

Sam menoleh, "ada apa?"

"Bukan apa-apa. Aku baru saja disuruh untuk mengecek keadaanmu. Tapi melihatmu seperti ini, laporan apa yang pantas aku berikan pada mamamu," pertanyaan retoris dilontarkan Will.

"Rambut coklatmu sudah tidak lagi rapi, kemeja kusut digulung hingga siku, dua kancing teratas terbuka ...," Will terdiam mengamati ruangan sejenak, "... nasib baik dasi, jas, dan vest-mu masih di kursi itu." Will menunjuk kursi kebesaran di ruangan Sam.

"Kau ini kenapa?"

"Bilang pada mama aku baik-baik saja, as always."

"Tapi kau tidak. Kau ini kenapa?" Will mengulangi pertanyaannya dengan nada rendah.

"Ucapanmu ... membuatku bingung," tutur Sam pelan.

"Bagian mana yang tidak kau mengerti? Aku yakin kau cukup cerdas untuk memahaminya."

"Aku menangkap nada sarkas disana," ujar Sam dingin

"Chill, dude! You know me right." Will terkekeh.

"Entahlah, bayangan Ara selalu melintas di pikiranku. Masih sulit melupakannya meski sudah dua minggu aku disini. You can help me, I need a vacation."

"Great! Kapan kita berangkat?" Will memekik kegirangan.

"Kita? Hell no, kau tetap disini menggantikanku selama aku berlibur. Tetap kabari aku tentang kinerja orang-orang dan apapun yang terjadi. Selama aku tidak ada, jangan coba-coba kau bersantai atau pulang sebelum waktunya atau membawa satu dari wanitamu itu kesini. Kalau kau masih ingin hidup tentunya." Sam berujar penuh peringatan.

"Baiklah. Kapan kau berangkat?" Tanya Will lemas.

"Belum pasti. Mungkin empat atau lima hari lagi, minggu depan," ujar Sam bimbang.

"Ingat ucapanku, Will. Aku tidak mau ada masalah selama aku berlibur. Jika ada, kau harus menuntaskannya sendiri jangan merengek minta bantuan padaku."

"Yes, sir," ucap Will menunduk sopan.

"Aku baru tahu kau bisa bertingkah seperti itu." Sam terkekeh sejenak, "aku pulang dulu. Jangan pulang sebelum waktunya."

"Tapi kau-"

Sam mengangkat telunjuknya ke udara menyuruh Will diam, "sudah sudah, kau lupa aku bos disini?" Sam menyeringai.

"Iya, Pradana yang terhormat. Pulang sana, pulang ke Indonesia bila perlu." Will menggumam rendah

---

"Nice, Sam. Saatnya pulang," gumam Sam yang mengemasi pakaiannya yang ada di lemari penginapan ke dalam koper kecil berwarna biru. Lima hari mengasingkan diri di Desa Grindelwald dirasa cukup bagi Sam untuk melupakan hal yang- setelah dipikirkan-kurang begitu penting. Separuh perjalanan sudah dilaluinya untuk melupakan Ara.

Lima hari tidak berkunjung ke Pra's Bakery, Will memberikan laporan yang memuaskan, tidak ada masalah. Cafe tiga lantai milik papanya masih ramai dikunjungi. Keluarga Pradana memiliki beberapa cafe besar yang tersebar di luar negeri termasuk Swiss. Pra's Bakery menjual berbagai jenis bunga di lantai satu; bermacam roti serta dessert, minuman, dan kopi di lantai dua; dan lantai teratas adalah ruangan Sam, Will, dan orang-orang Pra's Bakery.

"Merci, terima kasih" ucap Sam ramah dan tersenyum.

Di perjalanan pulang Sam membeli Cheese Fondue

dan Risotto Saffron untuk dimakan bersama Will di apartemennya nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

dan Risotto Saffron untuk dimakan bersama Will di apartemennya nanti.

dan Risotto Saffron untuk dimakan bersama Will di apartemennya nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pak, mampir ke minimarket dulu ya."

"Ya, tuan," jawab Smith sopan.

"This is for you. Nanti belilah makanan dulu, saya sedikit lama." Sam menyodorkan beberapa lembar uang franc pada Smith.

"Yes, Sir Pradana. Merci beaucoup. terima kasih banyak"

Sam lalu keluar dari menuju minimarket dan menghubungi seseorang, "mampirlah ke apartemenku, Will." Lalu memutuskan sambungannya.

---

Halo haiiii

Jumpa lagi oiii !!!

Kuy pencet bintang dan komennya sekaliann

Mercii...

Chitandhr
20.06.20

The Boss and His Lover (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang