Semua orang mengatakan bahwa pernikahan kita hanyalah sebuah pernikahan politik. Ibumu ingin menjadi seorang Perrmaisuri sementara ibuku ingin menjadikanku seorang calon permaisuri. Bersama-sama, mereka bersengkongkol dan memperhitungkan, hingga akhirnya mereka berhasil menarik Putra Mahkota, Liu Rong, dari tahta.
Liu Rong mengalami kematian yang tragis. Dia dipermalukan dan dia meninggal dengan kesedihan dan ketidakadilan yang tak terhitung. Yang dia inginkan hanyalah air, tetapi tidak ada seorangpun dari dalam seluruh istana yang berani memberikan air kepadanya.
Ketika aku akan pergi, matanya masih cerah dan bersinar. Dengan suara yang kecil, dia membisikkan sesuatu ke telingaku.
Tidak ada seorangpun yang tahu bahwa kata-kata terakhir Liu Rong kepadaku adalah bahwa dia mencintaiku.
Dia mencintaiku, tetapi dia tidak bisa.
Saat itu, alasan sebenarnya mengapa ibunya menolak pernikahan kami hanyalah karena dia tidak bisa membiarkan puteranya sebagai seorang calon Kaisar untuk memiliki cinta - sebuah kelemahan.
Saat dia mengatakan kata-kata terakhirnya kepadaku, kebencian di dalam suaranya menghilang. Dengan tenang ia menerima kematiannya.
Aku menangis dengan keras. Keempat dinding kamarnya menjadi saksi dari kesedihanku.
Itulah pertama kalinya aku berhadapan dengan kematian. Aku menatap Liu Rong ketika tubuhnya mulai diam, sampai akhirnya tidak ada satupun gerakan darinya.
Aku pikir itu adalah hari dimana kamu memegangku dalam pelukanmu. Untuk waktu yang lama, kamu tidak berkata sepatah katapun. Tanpa ditanya, kamu sedang berduka. Kamu baru saja kehilangan seorang kakak, bahkan jika kalian berdua tidak pernah memiliki hubungan yang dekat. Kamu bergumam bahwa Putra Mahkota seharusnya pergi ke Surga karena dia tidak melakukan suatu kesalahan.
Satu-satunya kesalahannya adalah karena dia bersikap terlalu baik dan tidak berdaya.
Hari itu, kita duduk di bawah sebuah pohon tua, menatap dengan diam kearah bulan di langit. Kita berdua tidak mau kembali ke istana yang tidak berperasaan. Kamu mengatakan, kalau bukan karena fakta bahwa kamu dilahirkan dalam keluarga kekaisaran, hidup akan menjadi lebih mudah. Kamu dapat melihat matahari terbit dan terbenam setiap harinya, tanpa harus melalui perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan.
Segalanya akan menjadi tenang; dalam kedamaian.
Kita duduk disana dari senja hingga fajar tiba keesokan harinya, sampai kita ditemukan oleh para pelayan istana.
Tidak lama kemudian, aku menikahimu untuk menjadi Putri Mahkotamu. Aku ingat bahwa pada hari pernikahan kita, ribuan rakyat jelata berbaris disepanjang Jalan Chang'an ketika mereka merayakan pernikahan kita.
Ketika aku duduk di dalam tandu kekaisaran, aku memiliki mimpi yang panjang dan indah. Aku bermimpi ketika akhirnya aku menjadi seorang wanita tua, kamu tetaplah pria yang menggenggam tanganku. Di dalam mimpiku, kamu juga menjadi menjadi seorang pria tua yang tidak dikenali, wajahmu dipenuhi dengan keriput.
Tetapi kamu tersenyum kepadaku sambil memanggil namaku: Ah Jiao, Ah Jiao.
Ketika aku terbangun, kamu sudah berdiri disamping tandu. Dengan suara yang lembut dan mata yang dipenuhi dengan kasih sayang yang lembut, kamu berkata kepadaku, Ah Jiao, mulai dari sekarang, kamu akan menjadi satu-satunya istriku.
Kamu membawaku ke Istana Changmen.
Mataku disambut dengan emas, bersinar sangat terang dibawah sinar matahari. Kamu berpaling kepadaku dan berkata bahwa kamu akhirnya telah memenuhi janjimu - kamu membangun sebuah istana emas untukku.
Tanpa disadari, air mataku jatuh. Ternyata, kata-kata yang kamu ucapkan kepadaku dengan ceroboh hari itu berasal dari lubuk hatimu.
Aku bertanya, mengapa kamu masih mengingatnya?
Kamu mengatakan bahwa kamu mengingat setiap janji yang pernah kamu buat kepadaku.
Bahwa kamu tidak akan pernah melupakannya.
Kamu mengatakan bahwa aku adalah satu-satunya wanita yang kamu, Liu Che, pernah cintai.
Bahwa aku adalah satu-satunya istrimu; bahwa di masa depan, aku akan menjadi satu-satunya Permaisuri Kekaisaran Han; bahwa kamu hanya akan mencintaiku dalam kehidupan kita.
Janji-janji yang kamu buat itu tulus.
Mereka tulus, jadi mereka juga tidak punya hati.
Diatas segalanya, aku seharusnya tidak memperlakukan itu sebagai sumpah untuk selama-lamanya. Kecuali, kami para wanita sering berpikir bahwa hal-hal seperti itu diukir diatas batu. Bagimu, sebuah janji bisa diberikan dengan sembrono, seperti kebohongan yang bisa diucapkan sembarangan. Pada akhirnya, cinta kita dibangun diatas kecerobohan.
Pada masa itu, kisah cinta kita menyebar seperti api di seluruh negeri. Di seluruh Kekaisaran Han, wanita mana yang tidak iri padaku, orang yang tinggal di dalam sebuah istana emas yang kau, sang Kaisar, bangun untukku?
Memang. Sama seperti sumpah yang telah kamu ucapkan, kamu mencurahkan semua cintamu untukku.
Ketika kamu akhirnya naik tahta, aku menjadi Permaisuri mu.
Semuanya baik-baik saja.
Kecuali, ibuku, orang yang bersengkongkol untuk menempatkanmu di atas tahta beberapa tahun yang lalu, terus berusaha mendapatkan pujian atas prestasinya.
Dia adalah orang yang arogan, dan dibesarkan dengan cara seperti itu. Dia mengira bahwa semua orang dapat bertahan dari kekejamannya dan hasrat memilikinya sama seperti ayahku. Tidak terhitung berapa kali, dia mengingatkanmu atas perannya dalam membantumu menaiki tahta, atau dia dengan mudah dapat menariknya dari sana seperti caranya membantumu menjadi seorang Kaisar.
Dia mengatakan kata-kata itu hanya untuk mengancammu.
Tetapi dia tidak pernah tahu bahwa hal yang paling kamu benci adalah diancam.
Mungkin, inilah alasan mengapa kamu mulai menjauhkan diri dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lament at Changmen Palace
Historical Fiction[Terjemahan] Author(s) : Qiao Xi (乔夕) Translation (English) : catharcity Translation (Indonesia) : @nathania_02 Setelah sekian lama, aku mulai memahami nilai dari sebuah istana emas. Jika Wei Zifu mencintaimu, maka ceritanya hanya akan berakhir sepe...