👑 XVII. Keberanian

164K 22.7K 2.1K
                                    

Ada rahasia yang kusimpan sendiri sejak hatiku tercuri. Merasa takut kehilangan padahal kamu belum kumiliki.

👑

Waktu kecil dulu Elata sering sekali membuat orang tuanya panik akan tingkahnya. Berbeda dengan Kak Erika yang penurut, Elata cenderung bersikap bandel dan sering melanggar aturan.

Pernah mamanya harus datang ke sekolah karena Elata berkelahi dengan anak laki-laki. Meski alasan yang membuat Elata melakukan itu karena anak tersebut mengganggu temannya, namun tetap saja Marlina memarahinya karena tidak bisa mencontoh keanggunan Kak Erika.

Namun setelah kepergian Kak Erika dan didikan ketat orang tuanya, rasa untuk berbuat nekat pun perlahan menghilang. Sampai kehadiran seseorang membangkitkan lagi keberanian itu di dalam dirinya.

"Ibu Ani," Elata melepaskan rangkulannya. "Ikutin arah anak-anak lain yang keluar menuju lorong ya, Bu."

Dalam suasana riuh yang ramai itu Elata sempat mendengar Ibu Ani berteriak memanggilnya. Tapi Elata tetap melawan arus siswa yang berlarian hingga berhasil mencapai pintu dapur besi dan mendorongnya sekuat tenaga.

Ruangan yang cukup luas dengan dominan warna silver metalik itu sudah dipenuhi asap tebal. Ada banyak peralatan masak yang bergantungan di bagian tengah. Persis di sebelah kanan ruangan, sebuah kompor berbentuk persegi yang menjadi pusat kegaduhan semua ini sudah terselimuti kobaran api.

Noah yang tengah mendekati sumber api menoleh karena kedatangan Elata menimbulkan bunyi dari panci yang tidak sengaja disenggolnya. Cowok itu membelalak. Tidak mengherankan jika melihat apa yang dilakukan Elata sekarang.

Tapi bukannya bertanya, Noah justru mendorongnya menjauh. Tatapan cowok itu tegas mengatakan bahwa Elata tidak seharusnya berada di sana.

"Gue nggak mau keluar." tolak Elata bahkan saat Noah mengucapkan ketidaksetujuannya.

Noah tidak berkata apa-apa tapi langsung mendorongnya menuju pintu. Elata pun mengelak. "Noah!"

Saat cowok itu berhenti memaksanya, Elata sangat sadar membiarkan kalimat ini keluar melewati bibirnya. "Gue mau di sini, lindungin lo."

Sesaat Noah terkejut, namun selanjutnya sorot mata cowok itu berubah mendalam seolah Elata siap meleleh karena api yang sedang menari di belakang mereka. Tentu tidak cukup lama ia menikmati tatapan itu karena Noah menoleh memandang ke belakang. Kapan saja kompor itu bisa meledak dan Elata seketika mencengkram lengan Noah.

Noah kembali mendorongnya, seolah ingin melemparkannya ke luar dapur sekarang juga. Akan tetapi keteguhan Elata memberinya kekuatan untuk mengelak.

Kali ini, Noah merangkum wajahnya dengan tatapan terlalu tajam. "Elata," Cowok itu berusaha memperlembut nadanya. "Kamu nggak boleh ada di sini."

Setelah berbagai bahaya yang pernah Noah hadirkan untuknya, cowok itu tidak mungkin meragukan keberanian Elata kali ini. Elata menggeleng meneguhkan keyakinannya di bawah tatapan teduh Noah.

Dengan senyuman mengait di bibir, Noah menunjukkan senyumnya. "Kayaknya kamu punya kebiasaan ngikutin aku, ya?" Noah menunjuk ke arah belakang Elata. "Ambil taplak meja yang di sana, basahin pake air."

Setelah mengatakan itu Noah berbalik menuju sumber api dan Elata melakukan seperti yang Noah katakan. Taplak meja bercorak kotak-kotak itu semakin berat di genggaman saat Elata membasahinya dengan air di wastafel.

Perhatiannya kembali pada Noah saat cowok itu tanpa ragu mendekati meja dapur, membuka lemari yang terbakar begitu saja seperti api yang menyelimuti di sana tidak panas sama sekali. Ia meraih selang regulator dan melepaskannya dari tabung gas. Tanpa ada rasa ragu sedikitpun, seolah ini hanyalah sebuah latihan pelajaran olahraga, Noah mengangkat tabung gas dua belas kilo itu dan melemparkannya ke luar jendela, ke taman samping sekolah yang cukup luas dan sepi.

The Prince's Escape [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang