“Meskipun ini semua menyakitkan. Aku tidak peduli, aku baik-baik saja. Aku sungguh sangat merindukanmu. Setelah sekian lama kau pergi dariku.”
Ben Perkins yang baru beberapa menit yang lalu memasuki kediaman keluarga Watts tengah duduk di ruang tamu. Ia menyadarkan punggungnya pada sandaran sofa dengan wajah menengadah si pria tersebut menghembuskan nafas, hal sederhana seperti ini menjadi sesuatu yang begitu nyaman setelah seharian ia menegakkan punggung untuk menatap tumpukkan berkas-berkas pekerjaan di kantornya.
“Lembur lagi?”
Sebuah suara halus dari si bungsu Watts membuat dirinya menrubah posisi duduknya itu. Elena, wanita itu meletakkan sebuah nampan berisikan dua cangkir teh yang masih mengepulkan uap panas serta setoples kue kering diatas meja.
“Mau bagaimana lagi?”
Lagi Ben menghela nafas sebelum pria itu mengambil cangkir teh diatas meja. Menyeruput air tak terlalu manis di dalamnya, Elena sudah paham bagaimana selera si Perkins. Bagaimana tidak, mereka sudah berteman semenjak mereka di tingkat sekolah menengah. Jadi semua tentang Ben, Elena mengetahuinya. Elena tau bagaimana selera Ben yang sangat sulit dipenuhi. Ben terlalu perfeksionis untuk segala hal. Elena mengerti dan mengetahui detail terkecil darinya, rahasia terdalamnya, bahkan apa yang dirasa dan dipikirkannya tanpa harus mengutarakannya, Elena tau. Sudah sangat tahu. Tapi inilah yang membuat Ben tetap berteman dengan wanita ini, dia selalu ada untuk Ben, selalu mengerti dirinya, dan bisa membuat dirinya nyaman ada disekitarnya. Rasanya segala kelelahan yang dirasakan hari itu entah mengapa menguap begitu saja jika didekat Elena.“Apa sebegitu sibuknya? Coba fikirkan kesehatanmu.”
Ben lantas kembali menyandarkan punggungnya sembari melirik Elena dengan senyum tipisnya. Pandangan Ben kembali beralih pada langit-langit kediaman Watts. Seperti mencari jawaban dari benda yang berada diatas kepalanya. Selanjutnya ia sedikit mendesah, Ben sendiri tak mengelak, memang belakang ini ia terlalu sibuk. Atau lebih tepatnya selama ini ia sedang menyibukkan dirinya. Disaat-saat tertentu ia akan teringat hal yang seharusnya tak ia ingat lagi. Tapi apa mau dikata sosok itu terlalu kuat kehadirannya. Membuat Ben sulit untuk melupakannya. Dan menderita dalam kesepian.
“Melelahkan sekali.” Tanpa sadar ia mengumam.
“Ha?” Elena mengamati Ben dengan kebingungan. Ben menggeleng.“Tapi aku khawatir denganmu. Kapan terakhir kali kamu tidur pulas? Lingkaran hitam dimatamu itu kentara sekali. Dan meskipun kamu kelihatan tampan dengan tuksedo ini, tapi bagiku kamu kelihatan belum tidur tidur ratusan tahun.”
Ben menggeleng. “Aku tidur.”
“Ini sudah terlalu lama Ben, aku rasa kau juga harus melanjutkan hidupmu.” Ucap Elena Watts. Pandangannya tak terlepas dari sosok jangkung tersebut.
“Apa maksudmu? Bukankah aku masih hidup sampai sekarang?”
“Bukan seperti itu, tapi aku pikir kau sangat kesepian.”
“Apakah Ben Perkins seperti seorang pria kesepian?” dan Ben balas bertanya.
Entah untuk ke berapa kalinya Elena menghela nafas. Sudah lebih dari tujuh tahun dari terakhir Ben menjalani hidupnya seorang diri. Tanpa mereka mungkin saja Ben sudah mati dalam kesepian. Sudah tujuh tahun lamanya tanpa sosoknya. Tujuh tahun ditinggal dalam kesepian. Tujuh tahun menutup pintu hatinya. Dan tujuh tahun pula ia memasang topeng bahwa ia bisa melanjutkan hidup tanpanya dan baik-baik saja. Tapi nyatanya, seunghyun merasa kesepian, sakit, dan sangat merindu sosok itu. Waktu berlalu dengan cepat. Sementara kehidupan terus berputar dan mengalamu pasang surut yang indah, ia merasa dirinya hanya berkutat di satu tempat.
“Iya, sudah terlihat kesepian, kau juga semakin kurus. Terlihat menyedihkan." Gumam Brian sesaat keluar dari kamar mandi, lantas sebagai tanggapan Ben menggeleng pelan.“Ayo makan malam bersama.” Titah Brian.
“Tidak usah, aku sudah makan malam tadi di kantor. Aku sebaiknya pulang.”
“Ah, ya sudahlah, ambilkan makan malam buat pria keras kepala ini, dan biar dia bawa pulang” titah Brian menatap sang adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Good Bye
RomanceSebuah cerita dimana perpisahan merupakan akhir bahagia bagi mereka semua. Cerita ini terinspirasi dari lagu Super Junior "A Good Bye".