Beau menuju apartemennya. Matanya berkaca-kaca, ia menahan segala emosi yang ia tahan beberapa jam yang lalu. Ini adalah pertama kalinya Austin benar-benar mengerluarkan semua emosinya. Selama ini Austin selalu mengalah dalam hubungan mereka. Austin selalu meminta maaf terlebih dahulu. Austin rela menunggu dirinya di depan apartemennya selama berjam-jam hanya untuk mendapatkan maaf dari Beau. Selalu menahan segala emosinya hanya demi Beau. Tapi kini Austin bahkan membiarkannya pergi, tak mencegahnya dan tak mengejarnya. Hati Beau mencelos, rasanya ia kehilangan sesuatu. Selama di lift menuju apartemnnya Beau terus menahan air matanya yang terus mendesak. Hari ini entah kenapa rasanya dadanya sangat sesak, hari ini ia melihat lagi Ben setelah tujuh tahun ia meninggalkannya dan hari ini juga untuk pertama kalinya ia merasa kesepian karena ketidakhadiran Austin.
Setelah sampai di apartemennya, Beau langsung merebahkan dirinya ke sofa yang berada di ruang tengah. Mencari posisi nyaman untuk kepalanya bersandar pada sandaran sofa. Setelahnya yang dilakukan Beau hanyalah melamun. Beau rasa ikut dengan Austin kembali Perth bukan hal yang baik untuk mereka. Beau takut jika ia kembali ke Perth semua masa lalunya kembali membayanginya. Beau sudah cukup bahagia dengan kehadiaran Austin, sungguh. Beau sangat menyanyangi Austin, tapi perasaannya belum sedalam Austin. Jahat memang sepertinya enam tahun yang ia lalui bersama ia belum memiliki perasaan lebih pada Austin selain hanya sebatas menyanyangi sosok lelaki jangkung itu. Tapi Beau sedang berusaha, berusaha membuka kembali hatinya yang sudah tertutup sejak tujuh tahun yang lalu. Beau mungkin sudah pergi jauh dari Perth ribuan kilometer jauhnya tetapi di satu sisi di hatinya masih tertinggal disini.
Beau bangkit dari duduknya dan berjalan untuk mengambil segelas air. Selanjutnya ia duduk di barstoolnya. Kembali dirinya mulai terlarut kembali kedalam ruam-ruam kenangan masa lampau. Memang nampak semu. Namun menyimpan begitu banyak hal. Berarti ataupun tidak, yang penting Beau merasa tak nyaman atas kembalinya sosok itu dalam pandangan. Bukan. Bukan ia menyesal telah menempatkan sosok itu dalam pandangan. Nyatanya, ia gundah karena sosok itu yang menempatkan Beau dalam pandangannya.
Beau kembali membuka memorinya tujuh tahun yang lalu. Masa dimana semua orang yang ia sayangi terluka karenanya. Iya, karena dirinya. Karena keegoisan dirinya, karena dirinya yang termakan oleh ambisinya, karena dirinya yang tak pernah memperdulikan orang-orang yang ada disekitarnya. Tujuh tahun lalu ia meninggalkan semua hal yang ia sayangi dan ia cintai. Meninggalkan Ben, meninggalkan Elena dan Brian. Membuat semua orang terluka karenanya, maka karena hal itu dirinya terus menghindari Perth. Ia masih dihantui oleh rasa bersalah dan dirinya terlalu pengecut untuk menghadapinya. Setelah pergi jauh dari Perth hanya untuk memenuhi ambisinya dan memutuskan untuk pindah ke Amerika, lalu memutuskan untuk tinggal disana. Satu tahun setelah kepindahannya ia di pertemukan dengan Austin karena suatu pekerjaan, Austin yang terus mengejarnya dan mendekatinya meski sudah ditolak berkali-kali oleh dirinya tetap tidak menyerah. Beau yang akhirnya menyerah pada kegigihan Austin dan akhirnya mereka memilih untuk menjalani seperti saat ini. Austin sangat baik, perhatian, selalu memperlakukan Beau layaknya seorang puteri. Austin yang selalu mengalah pada dirinya, pada segala sikap dingin Beau padanya, Austin selalu mengerti saat Beau menghindari untuk menceritakan masa lalunya. Ketahuilah. Ia takut semuanya berubah kacau. Sedari tadi Beau menyembunyikan perasaan ganjal yang urung ia ungkapkan. Ia menyesal. Ia khawatir.
Beau kemudian beranjak menuju kamarnya. Ia merasa kesepian saat ini. Ia duduk pada pinggiran kasurnya lalu merebahkan dirinya. Jujur untuk pertama kali Beau melihat Austin sebegitu marah pada dirinya. Ia tahu terkadang ia bersikap terlalu berlebihan pada Austin. Beau tahu bahwa selama enam tahun ini Austin yang selalu mengalah pada dirinya dan selalu menahan segala emosi yang ia rasakan. Untuk hari ini memang Beau akui bahwa dirinya sudah bersikap sangat keterlaluan. Bertemu Ben hari ini membuat Beau tidak tenang dan ternyata partner kekasihnya itu selama ini adalah mantan pacarnya juga. Beay tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa Austin dan Ben akan bertemu bahkan menjadi partner kerja. Beau mendengus, memikirkan bahwa sejauh apapun ia berlari pada akhirnya ia akan ditarik kembali kesini. Takdir memang lucu terkadang, saking lucunya bahkan ia sudah tidak ingin tertawa lagi.
Beau merubah posisinya menjadi menyamping lalu memeriksa ponselnya. Tak ada panggilan atau pesan dari Austin. Ada perasaan takut atas sikap Austin kali ini. Untuk pertama kalinya dirinya mengkhawatirkan Austin, takut lelakinya itu pergi darinya dan meninggalkan dirinya sendiri. Tapi di satu sisi saat kembali bertemu dengan Ben, semua memori yag dulu pernah ada kembali muncul, muncul perasaan yang tidak Beau rasakan saat bersama Austin dan ia merasakan dengan Ben. Perasaannya masih sama dan tidak pernah berubah. Ia tahu bahwa ia sangat jahat untuk memiliki perasaan seperti itu. Beau sangat ingin kembali bertemu dengan Ben sekali lagi saja. Ia hanya ingin meminta maaf, menjelaskan alasan kenapa ia meninggalkan Ben tujuh tahun yang lalu. Setelahnya terserah Ben bagaimana kedepannya. Jika bisa, Beau ingin dirinya berada di posisi yang sama seperti tujuh tahun yang lalu. Beau tau dirinya begitu serakah.
Kembali Beau memeriksa ponselnya setelah limabelas menit ia membiarkan dan kembali terombang-ambing dalam kenangan masa lalu. Namun masih tidak ada. Tidak ada panggilan atau pesan. Austin benar-benar marah untuk kali ini, pikir Beau. Jadi Beau mencoba untuk menghubungi Austin namun tidak ada jawaban dari lelaki itu. Beau berfikir jika Austin masih di perjalanan dan tidak bisa menjawab pertanyaan. Dan akhirnya ia mengirimkan pesan singkat pada Austin. Di dalam pesannya ia mengatakan bahwa ia meminta maaf karena sikapnya yang sudah keterlaluan hari ini.
Beau menunggu hingga Austin membalas pesannya, namun sudah hampir duapuluh menit Austin tidak kunjung membalasnya. Rasa khawatir Beau semakin lama semakin besar, tidak biasanya Austin hingga tidak membalas pesannya. Beau akhirnya kembali mencoba menghubungi Austin, namun kembali tidak ada jawaban. Hingga pada panggilan terakhir, ia mengetahui bahwa Austin mematikan ponselnya.
“Aku tahu hari ini aku begitu menyebalkan. Tapi tidak bisakah kau setidaknya membalas pesanku jika kau sedang tidak ingin berbicara padaku. Agar aku tahu bahwa kau dalam keadaan baik-baik saja.” katanya pada voice mail Austin.
Beau akhirnya mengerti bahwa sepertinya Austin sedang membutuhkan waktu untuk sendiri, tapi ia betul-betul khawatir dengan keadaan Austin. Austin berkendara sendiri dengan keadaan emosi yang tidak baik terlebih lagi ia tidak begitu mengenal keadaan di Perth. Beau terus menunggu Austin untuk menghubunginya. Ia terus menatap ponselnya, beberapa kali ponselnya mendapatkan bergetar, namun setelah diperiksa itu telepon ataupun pesan dari Austin. Beau akhirnya terlelap saat menunggu Austin menghubungunya hingga pukul empat dini hari tapi tetap ia tidak menghubunginya. Tak pernah sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Good Bye
RomanceSebuah cerita dimana perpisahan merupakan akhir bahagia bagi mereka semua. Cerita ini terinspirasi dari lagu Super Junior "A Good Bye".