Part 4

2 2 0
                                    

Part 4
Seorang lelaki jangkung tengah berada di balkon apartemennya. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini. beberapa kali mendapati dirinya sedang menghembuskan nafas panjang. Bahkan setelah diusir secara halus oleh calon tunangannya kini ia sedang berada di balkon apartemennya, sendirian hanya ditemani sebotol wine. Sambil terus memutar mutar gelas hingga tercipta bulir-bulir dirinya memandangi kosong ruang gelap dihadapannya. Lelaki itu tenggelam dalam pikirannya selama beberapa saat. Ia tersadar saat ponselnya bergetar. Ia merogoh ponsel dalam saku celanya. Melihat siapa yang menelponnya.

“Hah!” desahnya. Sambil menjawab panggilan tersebut.

“Kau sudah sampai, sayang?” tanya Beau.

“Kau belum tidur?” balas Austin. Bukannya menjawab apa yang ditanyakan oleh Beau dia malah balik bertanya.

“Kau baik-baik saja?”

“Ya.”

“Kau marah dengan sikapku tadi?”

“Tidak, aku tidak marah.”

Lalu tidak ada jawaban dari sebrang sana. Austin tahu jika Beau sudah bersikap seperti ini berarti ada sesuatu yang tidak Beau sukai dari dirinya. Entah ia salah berbicara tadi atau sikapnya. Sambil memejamkan mata, Austin kembai menghembuskan nafasnya.

“Kita sedang sama-sama lelah sayang, aku juga mungkin sedang terlalu banyak pikiran karena besok aku ada pertemuan. Jadi lebih baik kita istirahat. Ini sudah sangat larut sayang.”

“Austin” lirih Beau.

“Istirahatlah sayang, aku tahu kau lelah sayang. Aku tutup, ya.”

“Austin, aku minta maaf.” Cicit Beau sesaat sebelum Austin menutup panggilannya.

“Aku baik-baik saja. Kita sama-sama sedang lelah.”

“Baiklah, aku minta maaf.” Austin tersenyum.

“Tak apa sayang. Sudah ya, kau juga harus istrahat ya.”

“Baiklah.”

Setelahnya Austin langsung menutup panggilannya. Lalu berjalan ke dalam apartemennya dan menghempaskan dirinya ke sofa di ruang tamunya. Menyandarkan dirinya pada sandaran sofa lalu mengadahkan kepalanya menatap langit-langitnya. Rasanya kepalanya mau meledak, dadanya serasa sesak. Masih menggenggam gelas kristal berisi wine lalu menatap gelasnya tanpa minat. Lalu Austin menaruhnya diatas meja. Austin menjambak sedikit rambutnya. Dirinya takut, Dirinya khawatir. Itu yang ia pikirkan saat ini.
Setelah mati-matian membujuk Beau untuk bersamanya ikut ke Perth dan akhirnya Beau menyerah dan memilih untuk ikut. Beau menjadi berubah. Menjadi sosok yang tidak Austin kenali. Ia menjadi seperti seseorang yang tertekan. Austin takut keputusannya untuk membawa Beau kembali ke Perth merupakan keputusan yang salah.

Austin hanya ingin ia lebih mengenal calon istrinya. Namun saat sampai ke Perth, Beau menjadi pendiam. Meskipun raganya berada di dekatnya tapi Austin merasa bahwa jiwa wanitanya itu sedang tidak berada didalam raganya. Austin sudah sangat hafal bagaimana kebiasaan Beau. Ia hafal bagaimana sifat Beau. Beau bukan orang pendiam, dia akan menjadi sangat ekspresif dengan sesuatu hal yang ia sukai, namun ia akan menjadi sangat pendiam saat ia tidak menyukai sesuatu. Ya, Austin sangat tau hal itu meskipun calon istrinya itu berusaha menutupinya dengan berpura-pura menyukainya. Dirinya dan Beau sudah bersama hampir lima tahun. Setidaknya Austin sudah tahu sebagian besar dari sifat calon istrinya itu. Austin dan Beau bertemu saat Beau ditunjuk sebagai salah satu brand ambasador untuk sebuah produk di perusahaan Austin. Austin dikenalkan pada Beau oleh salah satu kerabatnya langsung merasa jatuh cinta. Ia yang awalnya tidak percaya akan cinta pada pandangan pertama, namun saat bertemu dengan Beau ia berani untuk menjilat ludahnya sendiri. Ia merasa jatuh pada pandangan pertama pada Beau.

A Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang