Part 13

8 1 0
                                    

“Kau bahagia bersama Austin?” sorot mata itu menyiratkan ketulusan dan Beau berkutik saat mendapatkan kilauan harapan yang besar dari mata tersebut. Beau mantap penuh asa, membuat kedua matanya kembali berkaca.

“Beau?”
Mendengar bagaimana Ben memanggil namanya dengan sangat lembut, membuat dirinya tersadar bahwa dirinya sangat membutuhkan Ben disampingnya. Kedua mata bak jagad malam itu pun turut berkaca karenanya.

“Apa aku harus merebutmu?”

“Ben,”

“Apa kau bahagia Beau Blanchett?”
Beau makin terisak saat mendengar Ben seperti menekannya dengan pertanyaannya lagi. Membuatnya menundukkan kepala dengan derai air mata tak dapat dihentikkan.

“Austin James, orang yang begitu baik,” Beau mencoba bersuara ditengah isakannya, hingga ia kembali mendongak dan menatap mata Ben dengan meta memerah. Samar dan membuat Ben lemas.

Ben tersenyum kecut saat mendengarnya. Cukup tercubit kecil ulu hatinya saat kalimat itu terkuar dari bibir wanitanya. Keduanya menoleh saat dua pemilik manik tersebut menjumpai sosok yang diperbincangkan mereka keluar dari dalam lobby apartemen. Benar, ialah Austin James yang memasang raut wajah panik dengan sebuah ponsel tertempel di telinganya. Dan setelahnya ponsel dalam clutch Beau berdering.

“Semoga kau bahagia, Beau.” Ucap Ben seraya membuka lock door pintu samping Beau, mempersilahkan wanitanya untuk keluar dari mobilnya.

Ben tersenyum tipis, lalu kembali menatap ke depan, tepat memperhatikan sosok pria yang masih berwara-wiri di depan pintu masuk. Pria tersebut tampak khawatir dan cemas. Lantas, Ben jelas paham kekhawatiran itu ditujukkan untuk siapa.

##

“Kau darimana saja?” tanya Austin panik sembari memeluk erat Beau.

“Aku bertemu dengan sahabat yang aku ceritakan, Austin.” jawab Ben sembari menundukkan kepalanya, menghindari tatapan Austin.

“Hingga tengah malam, sayang?” kata Austin sembari mendelik.

“Kami terlalu banyak bercerita hingga kami lupa waktu.” Jelas Beau.

Perlahan tatapan mendelik Austin berubah menjadi tatapan hangat khas seorang Austin James. Beau sedikit bernafas lega, karena ia pikir bahwa Austin mempercayai ceritanya. Beau tidak berbohong sepenuhnya, ia benar-benar bertemu dengan Elena dari pagi hingga waktu makan malam, tapi tiba-tiba Elena mengajaknya ke tempat Ben.

“Siapa itu Beau?” tanya Austin.

##

Beau gamang.

Mendengar pertanyaan dari Ben, Beau menjadi berfikir ulang. Kembali ia memikirkan semuanya. Ia tahu semuanya salah, namun ia merasa benar. Logikanya menolak, namun hatinya menerima, bahkan meminta lebih. Seperti kali ini. Ia tidak ingin melepaskan, namun ia harus melepaskan diri. Ia ingin tetap tinggal, namun ia sadar tidak ada tempat untuk ditinggalinya. Bukan tidak ada, namun tidak ada lagi. Artinya ia tidak berhak berada disana, ditempatnya semula.

Hatinya tidak ingin meninggalkan, namun kakinya tetap melangkah untuk berjalan, jauh. Sepasang lengan lain menyambutnya lalu merengkuhnya dalam dekapan hangat. Ia sadar di belakang sana sepasang lengan lain dengan jari-jari tengah terkepal. Saat senyum lain terlukis begitu manis, ia sadar balasan dari senyuman lainnnya adalah sebuah luka yang tersembunyi, pahit. Beau dalam pelukan Austin.
Ini, artinya kau benar-benar merelakan Ben Perkins??

Didalam hatinya Beau terus mengucapkan kata maaf. Bukan hanya untuk Ben tetapi juga untuk Austin yang tengah menatapnya dengan penuh kekhawatiran. Benar-benar sambutan yang tidak pernah dibayangkan oleh Beau sebelumnya. Austin memasang senyum ramah. Pria itu mengahampiri kala Ben mengantarkannya kembali pulang. Membuat Beau pun menjadi sosok jahat yang telah menebar banyak luka dimana-mana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang