Part 10.2

2 1 0
                                    

Elena memasuki rumah Ben. Tadi malam ia di beritahu oleh kakaknya bahwa Ben tidak bisa dihubungi dan ia pun tidak pergi ke kantornya hampir dua hari. Elena tahu ini semua karena ia bertemu dengan Beau. Elena tau bahwa luka yang selama ini disembunyikan oleh Ben seketika membuka kembali. Elena bisa mengetahui itu dari tatapan Ben pada saat bertemu dengan Beau. Elena lalu melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah Beau. Di dalam masih sangat gelap, ada dua kemungkinan antara Ben tidak ada di rumah atau Ben masih tidur. Setelah memasuki lebih dalam lagi, Elena melihat Ben tertidur dengan kacamata yang masih bertengger di pangkal hidungnya di sofa panjang, kepalanya bertumpu pada bantalan tangan sofa dengan beberapa berkas yang berserakan di daerah sofa. Elena lalu memunguti satu per satu berkas yang ada di lantai lalu menumpuknya rapi dan meletakkannya di meja di depan sofa. Selanjutnya Elena mencoba melapaskan kacamata Ben, Elena yakin bahwa Ben baru saja tidur, dengan perlahan Elena melepaskan kacamata itu lalu diletakkan disamping berkas-berkas Ben. Saat Elena akan menyelimuti Ben seketika Ben bangun.

“Lena?” panggil Ben. Dengan mata yang mencoba memfokuskan pandangannya, Ben memanggil nama Elena, hanya untuk mengkonformasi benar atau itu hanya khayalannya. Pasalnya sebelum tidur dirinya memikirkan Elena berada disisinya dan tiba-tiba pagi ini sudah ada sosok yang menyerupai Elena ada dihadapannya dengan jarak diantara mereka tidak kurang dari tigapuluh centimeter.
Mendengar suara Ben yang tiba tiba membuat juga kaget. Sekitar beberapa detik, Elena membeku di tempat, dirinya terlalu kaget melihat Ben yang dengan tiba-tiba memanggilnya dan membuka matanya.
“Lena?” kembali Ben memanggilnya. Elena kemudian tersadar, dirinya lalu mencoba menjauhkan dirinya dengan tubuh Ben dengan gerakan cepat. Namun kakinya malah limbung dan membuat dirinya terjengkang kebelakang.

“kau tak apa, Lena?” tanya Ben khawatir, lalu ia bangkit dari tidurnya dan mengulurkan tangan pada Elena. Elena hanya memberikan sebuah anggukan dan menyambut uluran tangan Ben. Elena duduk disamping Ben, memperhatikan Ben dari bawah sampai atas. Ben benar-benar kacau saat ini. Rambut hitamnya yang tidak beraturan, kaus putih yang lusuh dan juga jangan lupa celana training yang sama lusuhnya dengan kaosnya.

“Kamu kurang tidur lagi?” tanya Elena yang diajak berbicara hanya menatap ruang kosong dihadapannya. Ben sedang melamun.

“Ben? Hallo?” Elena mengibas tangannya di depan wajah lelaki itu. “Astaga, kamu tidak tidur semalaman?”

“Aku tidur.” Ben menggosok kedua matanya.

“Jenis tidur yang berkualitas, atau tertidur karena kelehahan bekerja?”

“Sebenarnya karena pekerjaan.”

“Ya ampun, kau tahu kau harus bisa menjaga tubuhmu. Bagaimana bisa kau mengurus perusahaan sebesar itu jika kau sendiri tidak bisa menjaga tubuhmu sendiri sih.” Gerutu Elena sambil berlalu menuju dapur. Tiba-tiba ponsel Ben berdering, Elena melirik sebentar siapa yang menelponnya pagi-pagi ini dan ternyata nama Jimmy yang tertera di layar.
“Apa yang kau lakukan sebenarnya sampai tidak ke kantor sampai dua hari, sih?!” kata Jimmy tanpa basa basi.

“Aku mengerjakan pekerjaan di rumah.” Dan disana Jimmy balas menghela nafas.

“Aku sudah memerikasa file yang kau minta kemarin. Tapi cek lagi ya.”

“Tinggalkan dokumennya di mejaku. Aku akan mengambilnya lusa.”

“Apa kau tidak kemari? Kapan kau akan-”
Setelah Ben menutup panggilan dari Jimmy secara sepihak, ia mengikuti Elena berada di dapur. Ben duduk di salah satu kursi meja makan yang berada di belakang Elena, dari belakang sini ia bisa melihat Elena yang sedang memotong sesuatu lalu ia memasukannya ke dalam sebuah rebusan. Ben cukup terpana dengan apa yag ia lihat kini, sesosok wanita bertubuh ramping sedang bergerak kesana kemari dengan gesitnya dengan di terpa semburat matahari. Jujur saat ini Ben berpikir bahwa Elena sangat cantik bahkan ia tidak bisa mengalihakan perhatiannya dari wanita dihadapannya itu. Elena sudah merebut semua atensinya, bahkan dering telponnya yang terus berbunyi pun tak digubrisnya, untuk saat ini ia ingin menikmati momen seperti ini.

A Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang