“Kita sudahi saja.” Kalimat tujuh tahun yang lalu masih teriang di kepala seorang lelaki dua puluh tujuh tahun. Rambutnya yang hitam terlihat tak teratur, seperti perasaannya. Napasnya menderu, menahan rasa sakit. Bukan, bukan rasa sakit pada umumnya. Tapi hatinya. Perasaanya. Seluruh hidupnya. Setelah tiga tahun memadu kasih bersama seorang wanita yang sangat ia cintai, hubungan itu diselesaikan dengan mudahnya. Sepele. Ben Perkins terjaga dengan napas memburu.
Kepalanya pening memutar kilasan mimpi barusan yang membuat perasaannya berubah lebur tak tenang. Sedang netranya berusaha menyesuaikan diri dengan kegelapan ruangan. Yang ia temui hanyalah cahaya rembuan dari jendela yang tak tertutpi gorden. Ben yang masih terbaring hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Seperti ada suatu benda yang menahan dadanya. Rasanya sangat sesak. Setelah hampir baik-baik saja, segala pertahanan yang dirinya bangun dalam sekejap saja runtuh saat melihat Beau kembali dan dimiliki orang lain. Belum lagi saat Austin datang ke kantornya tadi pagi dan membuatnnya terpaksa membawa seluruh pekerjaanya ke rumah karena benar-benar dirinya dibuat tidak fokus. Ben mendudukan dirinya dipinggiran ranjangnya. Kepalanya tertunduk lesu, sorot matanya sayu. Mencoba mengumpulkan kembali kesadarannya setelah beberapa saat dapat tidur cukup nyenyak.Ben lalu berjalan keluar kamar menuju dapur. Rasanya tenggorokan Ben sangat kering. Ia menuangkan segelas air putih lalu menghabiskannya dalam sekali teguk. Belum cukup rasanya karena nyatanya ia sangat haus kali ini lalu menuangkan kembali air putih ke dalam gelasnya. Ben menatap air yang mengalir memenuhi gelasnya sembari berkedip paksa, tak ingin kembali terbuai dalam lamunan masa lampau yang perlahan mengikis ingatan mengenai masa lalu yang ia sudah lupakan. Setelah gelas itu terisi cukup penuh, segera ia meneguknya dalam sekali tegukan kasar, membuat pria itu berdecak dengan kepala menggeleng.
Ben ingin melarikan diri dari dunianya. Sembari keluar keruangan ia mencoba menelpon Elena, namun sayangnya panggilan Ben tidak dijawab oleh Elena. Ben kembali mencoba menelpon, namun lagi-lagi Elena masih tidak mengangkat telpon darinya. Ben lalu melirik jam yang berada di dinding di atas televisi, jam menujukkan pukul duabelas malam. Ini sudah tengah malam pantas saja Elena tidak mengangkat panggilannya, bisa jadi Elena sudah tidur. Ben lalu kembali berjalan ke arah sofa lalu menyandarkan dirinya pada sandaran sofa lalu ia melihat ke sekeliling rumahnya. Di sekelilingnya terlihat gelap gulita bahkan saat ia melihat ke luar jendela pun hanya gelap gulita yang ada. Seketika Ben merasa kesepian, biasanya ia tidak pernah merasakan seperti ini. Biasanya ia merasa masa bodo dengan kesepiannya, namun kali ini untuk pertama kalinya ia membutuhkan seseorang. Membutuhkan Elena atau Briam dengan mulutnya itu.
“Hah!” seunghyun menghela nafasnya.
Ben lalu mengambil ponselnya. Dengan masa bodoh Ben menggulir beberapa pesan dan email yang masuk ke ponselnya. Tidak ada pemberitahuan yang penting. Lalu ia kembali menggulirkan kembali beberapa pesan dan email yang masuk. Ada puluhan panggilan dari Jimmy, tak hanya beberapa mungkin hampir puluhan dan itu membuat pesan dan email lainnya tenggelam olehnya. Lalu Ben menelponnya, ia tidak peduli apa itu masih tengah malam atau pagi buta.
“Ada apa?” tanya Ben pada Jimmy.
“ah, fuck. Ini masih tengah malam.” Kata Jimmy gusar.
“Bukankah kau duluan yang mengirimku banyak pesan dan email, berarti ada hal penting bukan?”
“Ben Perkins!!”
“Ada apa, Jimmy?” tanya Ben tenang. Suara Ben yang teang itu benar-benar membuat Jimmy naik darah.
“Aku menghubungimu itu berjam-jam yang lalu dan sekarang kau malah menganggu jam istirahatku?! Sialan kau Ben.” Umpat Jimmy.
Jimmy mencoba menghubungi Ben puluhan kali berjam-jam lalu, namun Ben tidak menggubris semua panggilan atau pesannya. Dan kini saat ia baru saja akan mengistirahatkan tubuhnya karena tugas yang di berikan Ben kepadanya, Ben lalu menghubunginya kembali seolah tidak terjadi apa-apa.“Kirimkan beberapa file yang tadi pagi belum sempat aku periksa.”
“Besok pagi aku kirimkan.”
“Sekarang Jimmy.” Lalu dengan santainya Ben menutup panggilannya, tanpa ia perdulikan bahwa Jimmy sudah teriak-teriak tak karuan karena waktu tidurnya sudah di ganggu.
Ben tidak bisa kembali tidur. Tidak mau lebih tepatnya. Jika ia tidur maka bayang-bayang Beau dan segala masa lalunya akan kembali muncul dan Ben tidak mau itu terjadi. Ia tidak ingin segala yang ia bangun semenjak kepergian Beau akan hancur berantakan begitu saja. Selama tujuh tahun ini Ben sudah mencoba kembali menyusun kepingan hatinya yang hancur dan mulai membuka bagi dirinya untuk yang baru.
Tapi kedatangan Beau kembali dan pertemuannya dengan Beau beberapa hari yang lalu benar-benar meluluhlantahkan dirinya. Ben yang berjanji tidak akan kembali pada Beau, tapi disatu sisi dari dirinya menginginkan Beau kembali padanya. Ia benar-benar tidak mengerti dengan hati dan pikiran yang ia miliki saat ini. Ben menggelengkan kepalanya, mencoba untuk membuat dirinya kembali sadar pada kenyataan.
Jujur Ben bingung, ada satu sisinya yang tidak ingin kembali pada Beau. Ia terlalu sakit hati, ia benar-benar terluka dengan apa yang telah wanita itu lakukan padanya. Meninggalkannya tanpa alasan yang jelas dan yang ia pikirkan selama ini hanyalah kariernya. Tapi disatu sisi lain ia ingin kembali pada Beau, kembali membuat akhir bahagia bagi mereka berdua yang sempat tertunda.Selanjutnya Ben memfokuskan diri pada pekerjaannya karena ada beberapa dokumen yang harus ia periksa. Ben tenggelam dalam pekerjaanya. Hanya hal ini satu-satunya yang dapat mengalihkan pikirannya. pekerjaannya dan Elena. Elena. Tiba-tiba nama itu terbesit di pikiran Ben. Jika ia kembali pada Beau bagaimana dengan Elena, itu yang ia pikirkan saat ini. Jika kembali diingat-ingat Elenalah yang selalu ada untuk dirinya kapanpun. Elena selalu ada disampingnya, ia selalu memberikan kenyamanan yang tidak pernah ia dapatkan dari Beau. Entah kenapa akhir-akhir ini jika ia mengingat Elena ia hatinya akan menghangat. Tanpa ia sadari ia telah membuka hatinya untuk Elena.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Good Bye
RomanceSebuah cerita dimana perpisahan merupakan akhir bahagia bagi mereka semua. Cerita ini terinspirasi dari lagu Super Junior "A Good Bye".