Part 8

7 2 0
                                    

"Kau baik-baik saja, sayang?" tanya Austin.


Yang ditanya hanya menoleh dan memamerkan senyum simpulnya.

"Kau tidak banyak bicara hari ini." Kata Austin sambil terus memfokuskan dirinya pada jalanan.

"Aku baik-baik saja. Mungkin hanya sedikit lelah." Jawabnya sambil menatap keluar jendela.

Austin tahu bahwa Beau memang sedang lelah. Tapi, bukan lelah fisik tetapi lelah fikiran dan hatinya. Entah kenapa setelah bertemu dengan Ben, Beau menjadi sangat diam. Selama makan siangpun Beau terlihat sangat gelisah dan tidak nyaman rasanya seperti ada sesuatu yang menganggunya, bahkan saat bertemu dengan Ben, Austin dapat melihat cukup jelas Beau menatapnya seperti melihat sesosok hantu yang selama ini ia hindari. Ben sudah coba mengorek ada apa dengan Beau, namun Beau tetap saja bungkam.

"Kita sudah sampai." Kata Ben.

Tak ada respon dari Beau. Saat Austin menoleh Beau masih saja melamun dia bahkan tidak sadar bahwa mereka sudah sampai di apartemen Beau. Austin menatap dalam wajah Beau, tergambar dengan jelas bagaimana perasaanya saat ini. Austin dapat melihat ada ketakutan yang besar namun kadang Beau juga terlihat seperti orang yang sedang merindukan seseorang. Terkadang Austin rasa ia hanya memiliki rasa Beau saja, tapi Austin tidak memiliki hati dan jiwanya bahkan Austin tidak tahu dimana hati dan raga Beau berada selama ini. Kemudian Austin menghela nafasnya dan memutuskan untuk menyadarkan Beau dari lamunan dengan memegang pundaknya. Beau terperanjat karena seseorang menyadarkannya dari lamunannya.

"Kita sudah sampai sayang." Ulang Austin.

Kembali Beau hanya memberikan senyuman kepada Austin. Beau menghindari kontak mata dengannya. Austin tahu akan hal itu. Saat Beau sedang mencoba melepaskan seatbelt tiba-tiba Austin memeluknya dengan serta secara tiba-tiba.

"Katakanlah, sayang." Tak ada jawaban lagi dari Beau. "Katakan semua hal yang kau simpan di hatimu dan difikiranmu."

"Aku baik-baik saja." Bohong Beau.

"Kau sedang tidak baik-baik saja." Austin tahu Beau sedang berbohong.

"Sungguh aku tak apa."

"Apa maksudmu yang tak apa?! Setelah makan siang tadi kau bahkan tidak mengatakan apapun selain aku tak apa. Kau pikir aku bodoh atau bagaimana?! Hah?!" Austin tak sengaja meninggikan suaranya dihadapan Beau.
Austin kesal dengan sikap Beau yang tidak mau terbuka dengan dirinya. Beau hanya menatap Austin. Seketika Beau langsung keluar dari mobil lalu ia membanting pintu. Austin tidak mencegahnya atau mengejarnya. Austin tahu bahwa Beau sedang butuh sendiri. Mereka butuh waktu sendiri. Austin kembali menghela nafasnya.

Austin lalu menyalakan mesin mobilnya lalu meninggalkan apartemen Beau. Pada malam ini untuk pertama kalinya Austin tidak ingin bersama Beau, ia butuh waktunya untuk sendirian. Waktu untuk mereka masing-masing untuk merenungkan semua yang terjadi. Austin terus melajukan mobilnya tanpa tau arah, satu hal yang pasti adalah ia ingin pergi sejauh mungkin dari Beau. Ia ingin menjernihkan semua pikirannya.
Setelah hampir duapuluh menit Austin berkeliling tanpa arah dengan mobilnya akhirnya ia menghentikan mobilnya di daerah Cotteslow Beach. Saat ini suasananya cukup tenang, Austin memarkirkan mobilnya tak jauh dari pantai. Setelahnya ia menapaki jalan setapak menuju pantai, dari sini ia bisa melihat pasir putih dan deburan ombak yang memecah karang. Ia juga merasakan hembusan angin yang cukup menenangkan. Ia menapaki dirinya di pasir putih di Cotteslow Beach. Karena saat ini adalah waktu terbenamnya matahari, ia melihat ada beberapa orang baik sendirian atau bersama temannya menikmati suasana sore ini. Ada yang berbincang dan ada juga yang sibuk menikmati birnya.

Austin memutuskan untuk duduk diantara pasir putih dan cukup jauh dari kerumunan orang-orang. Ia menyandarkan dirinya dengan kedua tangannya di belakang sebagai penyangganya. Matanya lurus kedepan mengamati deburan ombak dan juga semburat matahari senja yang memantul di air pantai. Dirinya tenggelam dalam pikirannya, menerawang jauh tentang dirinya, Beau, dan hubungan mereka. Selama hampir enam tahun ini hubungan Beau bisa dikatakan baik-baik saja tapi bisa dibilang dalam keadaan tidak baik juga. Alasan Austin bisa berpikiran itu karena selama ini hubungan ini terlalu tenang, hubungan Austin dan Beau bisa dibilang tidak normal. Di dalam hubungan mereka tidak ada dinamika apapun, saat mereka bertengkar Austin akan melakukan apa saja untuk meminta maaf kepada Beau tanpa membahas apapun. Sedangkan Beau saat bertengkar seperti ini ia memilih untuk menghindari Austin dan tidak pernah membahasnya. Selama enam tahun ini, Austin merasa bahwa hubungan ini hanya berat sebelah. Austin selalu mengatakan apa yang ada dipikirannya, Austin selalu meminta banyak hal pada Beau. Austin selalu berusaha agar hubungan mereka sama dengan hubungan kebanyakan orang. Tapi tidak dengan Beau, Beau sangat pasif dalam menanggapi hubungan ini.
Beau tidak pernah terbuka dengan dirinya tentang dirinya. Tentang masa lalunya, alasan ia tidak pernah mau kembali ke Perth. Alasan dirinya terlalu menutup dirinya. Austin ingin mengetahuinya, Austin ingin mengerti semuanya tetapi Beau tidak pernah mengatakan apapun, tidak pernah memberikan Austin penjelasan, tak pernah membiarkan Austin mengerti. Austin akan menerima semua masa lalu Beau, karena itu hanya sebuah masa lalu dan tidak akan pernah kembali.

Hubungan mereka seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja dan dengan hal sekecil apapun bom itu akan meledak dan akan menghancurkan hubungan mereka tanpa bersisa juga meninggalkan luka bagi semua yang ada disekitarnya. Austin merasa bahwa bom itu sebentar lagi akan meledak, perlahan-lahan mereka mendekatkan diri pada bom itu.


"Hah!" Austin menghembuskan nafasnya. Rasanya terlalu menyesakkan sampai-sampai ia tidak bisa bernafas. Austin lelah. Saat ini ia merasa ia berada di persimpangan jalan. Jalan untuk tetap tinggal dan terus menunggu bahwa waktu akan membuat Beau berubah dan menjadi apa yang ia inginkan atau jalan dimana mereka harus berpisah dan memilih jalannya masing-masing.

"Apa yang harus aku lakukan? Aku sangat mencintaimu, tapi mempertahankanmu terlalu berat untukku. Tapi melepaskanmu bukan hal yang mudah bagiku." Gumamnya sambil menundukkan kepalanya. "Seandainya kau jujur, maka ini semua tidak akan rumit."

Austin bangkit dari duduknya, cukup sudah untuk merenungkan semuanya. Ia sudah berada disitu selama hampir dua jam. Dari awalnya terdapat beberapa orang untuk menikmati matahari terbenam setelah pulang bekerja hingga langit menjadi gelap dan tidak ada siapapun disitu. Hanya ada beberapa orang yang berjalan untuk keluar dari pantai. Setelah berjalan menyusuri jalan setapak ke tempat parkir, Austin akhirnya masuk kedalam mobilnya. Saat ini yang ingin lakukan adalah pulang kembali ke apartemennya, lalu membersihkan dirinya dan pergi tidur.

Austin mencoba memeriksa ponselnya sebelum ia pergi. Ada beberapa panggilan masuk dan juga beberapa pesan dari kekasihnya, juga beberapa pesan dari kantornya. Setelah memeriksanya, Austin lalu kembali mematikan ponselnya. Malam ini ia benar-benar ingin sendiri saja. Tidak ada yang boleh mengganggu terlepas dari siapapun ia. Austin lalu melajukan kendaraanya menuju apartemennya di daerah Swan River. Selama perjalanan Austin membiarkan jendela mobilnya terbuka, angin malam ini rasanya cukup menyegarkan jadi ia ingin merasakannya. Setelah hampir beberapa menit di perjalanan Austin akhirnya sampai di apartemennya. Austin memasuki apartemennya lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Setelah membersihkan dirinya, ia merebahkan dirinya diatas kasurnya. Kembali memikirkan bagaimana hubungan dirinya dan Beau kedepannya. Keputusan apa yang harus ia ambil agar sama-sama tidak terluka. Terlebihnya bagi Beau. Ia tidak peduli jika ia memang harus terluka, ia merelakannya.

"Aku memiliki ragamu tapi tidak dengan hatimu Be. Aku harus bagaimana?" Gumam Austin sambil memandang langit-langit kamarnya.

Apa dirinya terlalu egois? Tapi bukankah memang cinta dan orang yang kau cintai itu harus terus diperjuangkan? Itu yang terus ada dipikirannya saat ini. Seketika kepala Austin menjadi pening. Niat awalnya ia akan tidur dan istirahat pada akhirnya ia terus memikirkan Beau hingga tanpa ia sadari jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Austin lalu bangkit dari ranjangnya, menuju dapur untuk mengambil beberapa bir. Setidaknya hanya itu yang bisa menemani dirinya. Setelah berada di dapur, Austin membuka kulkas dan mengambil beberapa kaleng bir dingin lalu meneguknya beberapa kali. Tepat pada kaleng ketiga, Austin berhenti. Ia memilih untuk tidur kali ini tubuhnya sudah tidak bisa mentolerir lagi.
Sudah hampir pukul tiga pagi dan Austin baru saja akan tidur. Ia kembali merebahkan dirinya ke atas ranjang, lalu menggulungkan dirinya dibawah selimut.

"Aku mungkin memang egois, Be. Aku mungkin memang memaksakan segalanya. Mungkin aku memaksakan diriku dan dirimu mememiliki akhir bahagia yang sama seperti yang aku inginkan, Be. Tapi hanya dengan cara itu, hanya dengan begitu. Dengan begitu kau akan tetap bersamaku. Apa aku salah? Apa kau bahagia?" kata Austin lemah.

Dirinya memang pecundang yang memaksakan akhir bahagia untuk dirinya dan tidak membuka matanya pada orang lain. Dirinya memang pengecut hingga ia takut untuk mengembalikan apa yang seharusnya memang harus dikembalikan oleh dirinya. Bukankah memang itu tujuan awal dirinya datang ke Perth? Untuk mengembalikan apa yang memang seharusnya tidak ia miliki dari awal. Tapi kini ia terlalu takut, karena ia tahu kedepannya akan seperti apa dan Austin terlalu takut untuk mengahadapinya. Sungguh.

A Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang