Part 5

5 2 0
                                    

Ben Perkins turun dari mobil dan melangkahkan kakinya menuju sebuah restoran mewah yang telah dijanjikan sebelumnya. Hari ini ia ada pertemuan dengan kliennya dari New York. Mereka berjanji untuk bertemu. Sejujurnya, dirinya tidak begitu menyukai bertemu selain di kantor menurtnya itu tidak efektif. Tapi klien ini adalah klien baru yang belum mengerti bagaimana cara bekerja sama dengan Ben. Jadi mau tidak mau ia harus menurutinya dahulu. Setelahnya Ben menghampiri seorang pelayan yang ada di front desk, menanyakan tempat dari klien tersebut. Setelah seorang waiters mengantar Ben untuk ke meja yang telah dipesankan sebelumnya.

Ben menuju sebelah pojok kanan dari restoran tersebut. Dari sini ia dapat melihat seorang pemuda yang tidak lebih tua darinya, raut mukanya sangat ramah, berbeda dengannya. Lelaki itu terus menatap luar jendela yang menghadap ke laut.

“Selamat siang.” Kata Ben saat berdiri tepat di depan mejanya.

Austin yang tadinya sedang menatap keluar jendela menoleh dan melihat bahwa partnernya telah datang. “Oh, selamat siang.”

“Maaf aku terlambat.”

Austin tertawa, “Tidak, hanya saja aku yang terlalu cepat datang dari jam yang dijanjikan.”
Setelahnya Austin mempersilahkan Ben untuk duduk. Ben melirik ke arah kursi kosong di samping kursi Austin, ia melihat ada sebuah tas perempuan. Austin James tidak seorang diri, pikirnya. Ben mengira yang di bawa oleh Austin adalah asisten atau semacamnya.

“Aku bersama seseorang.” Ben kembali memusatkan perhatiannya kepada Austin. Ben hanya tersenyum.
“Dia tunanganku, maksudku calon tunanganku. Akanku kenalkan padamu nanti.” Lanjut Austin.

“Apa tidak apa-apa aku membawa tunaganku?” tanya Austin saat melihat perubahan mimik Ben Perkins.

“Tenang saja, tidak apa-apa.”

“Aku minta maaf sebelumnya. Aku tidak tahu bahwa kau tidak menyukai pertemuan selain di luar kantor. Aku baru mengetahuinya beberapa menit yang lalu.” Austin tersenyum ramah.

“Tidak apa, lagi pula ini perjalanan pertamamu ke Perth bukan?” pertanyaan Ben langsung di jawab dengan sebuah anggukan oleh Austin. Ya ini pertama kalinya Austin melakukan perjalanan bisnis di Perth. Ia juga ingin mengetahui bagaimana kampung halaman calon nyonya itu.

“Nah, itu dia.” Tunjuk Austin. Arah pandang Ben mengikuti arah pandang Austin, ia melihat sosok wanita. Semakin lama, rasanya Ben sangat familier dengan sosok tersebut. Semakin lama Ben semakin mengetahui siapa dia sebenarnya. Selanjutnya dirinya hanya bisa memberika sebuah tersenyum sinis. Ia tahu sedang berhadapan dengan siapa.

Beau kembali dari kamar mandi, melangkah menuju mejanya kembali. Beau menyadari bahwa tamu yang kekasihnya maksud sudah datang. Ia semakin mendekatkan dirinya pada meja tersebut, entah kenapa Beau berfikir bahwa tamunya Austin sangat mirip dengan seseorang. Orang yang selama ini ia rindukan, orang yang selama ini ada dalam pikiran Beau, tetapi Beau tidak ingin bertemu dengan lelaki itu dan dia adalah alasana Beau tidak ingin kembali ke Perth. Semakin lama sosoknya semakin jelas. Beau menegang, degup jantungnya berubah menjadi sangat cepat, perutnya menjadi mulas. Beau gugup, hingga ia sempat berhenti melangkah. Beau memutar otak bagaimana ia bisa menghindari dia, bagaimana ia bisa keluar dari restoran ini dan tidak harus bertemu dengan dia. Belum sempat mendapatkan solusinya, Austin sudah memanggilnya.

“Nah, itu dia.” Kata Austin, semakin Beau menegang, diriniya mengeluarkan keringat dingin. Rasanya ia ingin lari, lari sejauh mungkin. Lelaki itu lalu menatap kearahnya, dengan langkah berat Beau mendekat kembali pada meja mereka. Sekujur tubuh Beau bergetar hebat, ia gugup. Lelaki itu menatapnya dengan tatapan dingin tapi sepersekian detik Beau melihatnya tersenyum tipis, bukan itu bukan senyum tapi sebuah ia menyeringai. Beau langsung terdiam tepat beberapa langkah ke mejanya.

“Austin,” lirih Beau. Austin yang dipanggil langsung berdiri diikuti oleh lelaki itu. Austin terlihat bingung. Austin menghampiri Beau, namun tatapan Beau tidak beralih pada sosok lelaki itu. Terlihat ia sedang membenarkan jasnya. Sambil terus menatap Beau dengan tatapan yang rasanya akan membunuh Beau dengan segera.

A Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang