Part 3

8 4 0
                                    

Part 3
“Hari dimana hatiku begitu berdebar. Untuk bertemu denganmu hanya sementara. Hari dimana bibirku terukir senyum. Meski hatiku terluka.”

Seorang wanita berbalut pajama berwarna violet lembut dengan motif bunga-bunga sakura berwarna merah jambu itu memlikih untuk menghirup udara malam dari balkon, meninggalkan ruangan hangat di dalam lantas mengedarkan pandangan pada lampu-lampu kota serta lalu lintas yang berjalan lancar. Menjadi sebuah hiburan menarik yang sebenarnya sederhana, namun entah kenapa kerinduan membuncah dalam dirinya.
Tujuh atau mungkin lebih dari tujuh tahun berlalu, ia kembali menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Dan detik ini, akhirnya ia disini. Berdiri dengan kedua kaki kecilnya menatap kota malam. Di tempat ini menyimpan segalanya. Menyimpan semua memorinya. Di tempat ini adalah tempat untuk pertama kali untuk segala hal bagi dirinya. Untuk pertama kalinya ia merasakan bagaimana cinta itu, bagaimana rasanya mencintai dan dicintai, untuk pertma kali ia merajut mimpi dan ambisinya, dan untuk pertama kalinya ia meninggalkan. Di tempat ini ia meninggalkan sesuatu yang sangat penting. Ia meninggalkan cintanya. Menghembuskan nafas lega nan panjang seolah mengikuti sapuan angin malam yang menerpa kulit lembutnya.

“Kenapa di luar?” Sepasang lengan kekar melingkar di pinggang sang gadis. Memeluk dari belakang secara posesif, menimbulkan keterkejutan bagi si gadis yang langsung menoleh. Ia mendapati sebuah surai lembut dan harum dengan ke khasannya tengah menyenderkan dagunya pada bahu kirinya.

“Tak apa, hanya ingin mencari udara saja.”

“Setelah penerbangan yang melelahkan, bukannya kau istrahat tetapi malah diam di balkon seperti ini.” Wanita itu tak membalas apapun. Dia tetap menatap kosong kedepan. Banyak hal yang dipikirkan dirinya saat ini.

Banyak keanehan dalam perjalanannya kesini. Pertama, dirinya tak pernah mau kembali ke Australia. Namun tiba-tiba lelakinya memaksanya untuk ikut dengan alasan ingin lebih dekat dengan calon istrinya itu. Sedangkan lelakinya itu yang tak pernah memaksanya ikut dalam perjalanan bisnisnya, sekarang malah memaksanya untuk ikut.

“Beau?”

“Ya?”

“Apa ada yang salah?”

“Tidak ada apa-apa, Austin. Aku mungkin hanya sedikit lelah saja.” mendengar jawaban dari Beau, Austin semakin mengeratkan pelukannya. Austin tidak tahu bagaimana perasaan wanitanya saat ini. Beau merasa khawatir, Beau takut.
Takut akan kenangan masa lalu yang akan kembali lagi atau masa lalu yang tak pernah selesai itu tiba-tiba datang kembali untuk meminta diselesaikan. Terlalu banyak hal yang mengganggu pikiran Beau saat pertama kali ia menginjakkan kembali ke tanah kelahirannya. Ia bukan berada di Sydney atau di kota lainnya, tapi ini Perth. Semua hal bisa terjadi disini. Semua masa lalunya terkunci di kota ini.

“Masuklah, ini sudah sangat larut. Kau harus istirahat dan juga angin malam tak baik untuk kesehatanmu, sayang.”

“Aku masih ingin berada disini sebentar lagi saja,”

“Kita sudah berdiri disini hampir tigapuluh menit sayang.”

“Sebentar lagi saja. Aku belum ingin tidur.”

“Aku tak pernah menerima bantahan, nyonya James.” Bisik Austin. Meski tak menggunakan nada suara yang tinggi, perkataan Austin cukup membuat Beau merasa takut.

“Baiklah.” Austin tersenyum senang, sedangkan Beau hanya dapat mendelik.

“Pulanglah. Kau juga harus kembali ke apartemenmu dan istirahatlah.”

“Aku masih ingin disini sayang.” Kata Austin sambil merebahkan tubuhnya di sofa dengan paha Beau sebagai bantalnya. Namun, Beau menghindarinya.

“Aku tidak menerima penolakan.” Kata Beau dingin sembari melipatkan tangan di depan dadanya.

“Baiklah, baiklah,” Austin akhirnya bangkit.

“Istirahatlah, jangan mengantarku keluar.” Lanjutnya sambil mengambil kunci mobil dan juga mantelnya. “Selamat malam, nyonya James.” Katanya sambil mencium lembut kening Beau.

“Selamat malam, Austin James.” Katanya sambil tersenyum.

Beau memutuskan untuk berbaring. Dia berjalan menuju kamarnya dan membaringkan dirinya dalam kasur empuk miliknya. Hari ini sangat melelahkan, pertama ia harus berada dalam pesawat dari New York ke Perth. Yang kedua, hatinya terlalu berat untuk kembali kesini, hingga berpengaruh pada kondisi fisik yang menjadi terlalu lelah. Dan yang ketiga dia terlalu banyak pikiran juga. Beau mencoba menutup matanya, namun yang terjadi adalah ia pikirannya kembali pada lelaki itu. Lelaki dengan rahang tegas, wajah stoic, dan mengeluarkan aura dingin. Namun bisa menjadi lelaki yang sangat manja luar biasa jika berada di hadapan dirinya. Lelaki yang Beau rindukan. Dia adalah alasan Beau untuk meninggalkan Perth dan tidak pernah ingin kembali. Hatinya terlalu sakit jika mengingat dia. Mengingat apa yang sudah mereka lakukan. Mengingat semua yang telah mereka lewati dan mengingat lagi segala kenangan yang seharusnya Beau tinggalkan dan lupakan.

“Jadi kau fikir selama tiga tahun ini adalah sebuah kesalahan, begitu?!” Beau terperanjat. Ia bangun dari tidurnya. Ia bermimpi. Beau sangat lelah, ia mengeluarkan banyak keringat dingin akibat dari mimpi atau sepotong kenangan itu. Ia melirik jam di nakas sebelah kasurnya. Jam 01.30 dini hari. Dirinya baru saja tidur sekitar 30 menit, namun kenangan itu sudah menghantuinya.

“Maafkan aku, sungguh maafkan aku.” Gumamnya sambil menatap langit-langit kamar apartemennya. Beau terlalu lelah untuk bangun dari tempat tidur. Dia mencoba untuk kembali tidur. Hari ini hanya cukup sampai saat ini, tak ada lagi. Ia ingin tidur dulu lalu berjalan-jalan sebentar di pagi hari.

Udara di pagi ini cukup baik. Setelah ia selesai bersiap-siap, Beau kemudian lari pagi. Beau memutuskan untuk lari di daerah Rivers Swan saja. Tidak terlalu banyak orang pagi ini, mungkin karena ini adalah awal pekan. Setelah hampir satu jam ia lari pagi, Beau memutuskan untuk duduk sebentar di pinggiran sungai. Dari Rivers Swan kita bisa melihat Perth CBD, melihat hiruk pikuk daerah perbisnisan itu. Sedangkan di satu sisi Rivers Swan menarawakan ketenangan yang luar biasa. Dirinya terus menatap seberang sungai. Beau kembali membayangkan seorang lelaki dengan aura dingin, memimpin di salah satu perusahaan disana. Duduk dengan angkuhnya atau bahkan mengerutkan kening sambil menatap tumpukan-tumpukan dokumen yang tak pernah ada habisnya. Menurutnya tak ada yang berubah dari Perth setelah tujuh tahun ia tinggalkan. Begitu juga dirinya. Dan juga perasaannya.

Setelah sampai di apartemen, Beau terkejut melihat Austin sudah berada dalam apartemennya. Austin sedang membelakanginya, ia melihat lelakinya itu begitu gusar. Austin mencoba menghubungi seseorang. Beau melangkah mendekat.

“Beau Blanchett!” Kata Austin terkejut. Beau juga ikut terkejut melihat reaksi lelaki itu.

“Ada apa? Kau membuatku kaget, Austin.” Kata Beau. Austin menghela nafasnya lega.

“Aku mencarimu, kau tidak mengangkat panggilan dariku. Kemana saja kau? Kau tahu kau membuatku khawatir.” Cerocos Austin.

Beau memeluk Austin, mencoba menenangkan Austin. Raut panik dan khawatir begitu jelas terlihat. Beau lalu segera melepaskan pelukannya. Berjalan menuju lemari pendingin di belakang Austin. Mengambil botol air mineral dan menuangkannya ke dalam gelas. Beau meneguk air tersebut, Beau melirik Austin dengan ekor matanya. Austin menatapnya yang seolah meminta penjelasan. Setelah ia selesai minum, ia duduk di hadapan Austin.

“Aku tadi memutuskan lari pagi di sekitar sini, lalu aku duduk duduk disana sampai lupa waktu. Aku memang sengaja tidak membawa ponselku. Ponselku di kamar. Tenanglah, aku baik-baik saja.” Jelas Beau.

“Kau seharusnya mengabariku, Be.”

“Aku tahu, aku salah. Aku minta maaf oke?”

“Hari ini kita makan di luar bagaimana?” tanya Austin.

“Baiklah.”

“Akan aku jemput sekitar pukul 11 ya. Aku mengurus dulu beberapa hal.”

“Kau kemari hanya ingin memberitahukan ini?”

“Tidak tadinya aku ingin sarapan denganmu, tapi ternyata aku harus ke menemui seseorang dulu. Jadi aku harus ke kantor dulu ya, aku jemput jam 11 oke?” kata Austin sambil terus menatap ponselnya. Ia berlalu melewati sofa yang sedang diduduki oleh Beau sambil mencium lembut kening Beau, Austin melangkah pergi dari apartemen wanita itu.

“Baiklah, hati-hati dijalannya.” Setelahnya hanya helaan nafas Beau yang terdengar diselurh apartemen tersebut.

A Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang