Nana

162 19 7
                                    

Setelah kejadian di bioskop beberapa minggu lalu, Yuri masih bersikap seperti biasanya. Ia masih tetap bersama dengan Yuto dan mengacuhkan segala bentuk perhatian yang Ryosuke berikan kepadanya. Sebisa mungkin, Yuri menghindar dari pandangan Ryosuke agar pemuda itu tidak bisa melakukan segala rencananya untuk membuat Yuri kembali pada dirinya.

Yuto pun yang mengetahui hal itu, juga sebisa mungkin menjauhkan sosok Ryosuke dari Yuri. Ia tidak mau Yuri kembali jatuh ke dalam pelukan Ryosuke dan sebisa mungkin membuat pemuda mungil itu benar-benar akan menjadi miliknya seorang walaupun Yuto tau hal itu jauh dari kata mungkin.

Pemuda bertubuh jangkung itu menyandarkan kepalanya pada bagian dinding tembok. Siang ini, ia sedang berada di atas atap gedung kampusnya. Tapi ia tidak sendirian. Terdapat Yuri yang sedang menyandarkan kepalanya di dada Yuto sambil memeluknya erat. Sudah sedari tadi memejamkan matanya yang terlihat sayu namun memiliki bulu mata yang lentik.

Yuto tentu tidak ingin menghancurkan momen berharga seperti saat ini.

Selama beberapa puluh menit mereka masih saling diam satu sama lain. Yuto mengangkat sebelah tangannya dan mengelus surai hitam Yuri disaat pemuda mungil itu semakin mengencangkan pelukannya pada Yuto.

"Yuto-kun." Panggil Yuri lemah masih dengan matanya yang terpejam.

Yuto terdiam sebentar, sebelum menjawab panggilan Yuri dengan sebuah deheman halus.

"Maafkan aku."

Yuto hanya mendengar. Ia paham betul apa maksud dari permintaan maaf itu. Yuto tau segalanya walaupun ia hanya diam—ditambah perkataan Daiki kemarin. Dan tidak ada terbesit di pikirannya untuk memberi tahu bahwa ia tahu segalanya, walaupun ia sendiri yakin Yuri sepertinya sudah mengetahui bahwa Yuto telah mengetahui apa maksud tujuannya sendiri.

Yuto tetap mengusap surai hitam itu. Memejamkan matanya. Mencoba tidak peduli dengan apapun seperti Yuri yang tidak peduli dengan apapun. Yuto memilih untuk diam. Hanya satu cara itulah yang ia tahu untuk bisa tetap bersama si mungil di dekapannya ini. Karena tentu perasaannya lebih besar daripada yang ia perkirakan, dan ia tidak mau menyerah begitu saja.

Ia merasakan Yuri menenggelamkan wajahnya lebih dalam ke dada Yuto. Merasakan si pemuda bergigi kelinci itu menghirup dalam-dalam aroma maskulin yang Yuto miliki dan merasakan sunggingkan senyum yang ia lakukan.

"Maafkan aku." Ucapnya sekali lagi walaupun sedikit tidak terlalu jelas karena wajahnya yang masih setengah di pendamkan ke dada Yuto.

Yuto tetap diam. Kali ini ia dapat merasakan perlahan-lahan bagian kaos di dadanya mulai basah, diikuti dengan sosok mungil di depannya yang mulai sesenggukan.

Ia merasa hatinya terenyuh. Baru sekarang ini Yuto dapat merasakan sosok yang selalu di sayanginya menangis di dekapannya. Menangis diam namun dapat memberikan rangsangan pilu yang mendalam hanya dari getaran tubuhnya. Didekapnya kemudian sosok mungil itu, dan di saat itulah suara tangisan perlahan-lahan mulai terdengar semakin kencang dan semakin kencang.

Yuto semakin mendekapnya erat.

"Sudah. Kau tidak salah apa-apa Chii."

"Ma..a..af."

Kata itu terus berulang-ulang. Sampai sore itu Yuto dapat melihat matahari yang terbenam dengan langit jingga keunguan. Sampai Yuto dapat merasakan rasa sakit hati seorang Yuri Chinen. Betapa ia sudah sampai pada batasnya.

Want you back [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang