Ke kantor polisi lagi, "Apa masih ada yang kurang, Pak?"
Pak Polisi yang menemuiku hanya tersenyum dan mengangguk. "Ada sedikit yang perlu dikonfirmasi," dia menarik kursi dan duduk di hadapanku.
Kulirik jam tangan, waktu istirahat siang hampir habis.
Pak Polisi sepertinya tahu kalau aku sedang buru-buru, "Kalau diperlukan, kami bisa membuatkan surat izin untuk kantor."
Kuberikan senyum terbaik, "Ngga lama, kan Pak?"
Pak Polisi senyum lagi. Lama-lama senyumnya manis juga. Tapi tak bisa lebih manis dari Mas Bagus. "Anda mengenal Bapak Bagus Widiatmoko?"
Apa ini? Apa hubungannya dengan kasus ini? "Iya, Pak. Tetangga saya," aku harus hati-hati bicara.
"Anda punya hubungan khusus dengan Pak Bagus?"
Glek! Jawab jujur atau bohong aja?
"Anda kenal foto ini?" Pak Polisi menyodorkan foto prewedding Mas Bagus dengan isterinya.
Cih! Aku muak melihat wajah perempuan tak berguna itu. Kenapa dia tak mati saja waktu ketabrak kemarin.
"Kenapa menghindar?"
Memangnya kenapa kalau aku membuang muka? Apa aku harus melihat terus wajah orang yang membuatku mual?
"Bagaimana dengan foto ini?" satu lagi foto prewedding disodorkan. Foto yang sama, tapi wajah perempuannya sudah berbeda.
Ini fotoku! Kutantang mata Pak Polisi yang menyiratkan senyum menjebak. Darimana dia mendapatkan fotoku?
"Bisa Anda jelaskan?"
Apa yang mereka tahu? Apa sebaiknya aku jujur saja?
Polisi itu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Tangannya dilipat di dada, sangat mengintimidasi. Aku harus mengarang sebuah cerita yang dapat diterima akal atau berkata jujur saja. Pilihan berat.
Jam dinding terus berdetak. Polisi di hadapanku ini masih menunggu. Matanya tak bosan mengawasi. Kuperbaiki letak kerah kemeja sambil mengubah posisi duduk. "Kami akan menikah, Pak."
Polisi itu melepaskan lipatan tangannya di dada. Kini ia duduk condong ke arahku dengan menautkan tangan di meja. "Menikah?"
Aku mengangguk. Matanya seperti sedang meredam keterkejutan. Aku tahu, ini pastilah fakta mengejutkan. Tak ada seorang pun yang tahu karena kita telah sepakat menutup rapat rahasia ini.
"Kapan?" Pak Polisi menyipitkan matanya.
"Harusnya akhir bulan ini kalau semua lancar," aku mendengus kesal. Ini gara-gara perempuan ittu yang tiba-tiba hamil, huh! Kenapa dia tidak mati saja, sih?
"Jadi sekarang pernikahannya ditunda?" tangan kanan Pak Polisi sekarang beralih ke dagunya.
Huh! Tak perlu dijawab. Harusnya polisi ini sudah tahu.
"Kenapa tertunda?" dia mendesakku.
Kugenggam erat-erat pinggiran kursi agar tidak naik pitam disini. "Gara-gara dia hamil!" aku nyaris berteriak. Untung saja segera dapat mengendalikan diri. Tapi jantungku sudah berdegup kencang dan udara mulai terasa sesak.
"Andai bisa, Anda ingin membuatnya tidak hamil lagi?" Pak Polisi makin mendesakku.
Kepalang basah! Kuberitahu saja semuanya, "Kalau bisa malah aku ingin menghabisi nyawanya!"
"Apakah Anda berpikir untuk melakukannya di ojek saat itu?" pertanyaan makin menjurus.
Baiklah Pak Polisi, aku mengaku. "Bukan hanya memikirkannya. Aku memang melakukannya. Sial! Dia tidak mati. Cuma anaknya aja yang mati!"
Polisi itu menarik napas, "Apakah Anda melakukannya atas inisiatif sendiri?"
"Iya. Tunggu apalagi, Pak? Kenapa ngga langsung tangkap saya aja?" toh aku juga sudah terlambat ke Gerai Pizza.

KAMU SEDANG MEMBACA
3 Hati, 1 Kata: Cinta
RomanceBagus tak pernah berpikir untuk selingkuh, apalagi sampai melakukannya. Tapi semua orang mengatakan dia selingkuh. Beserta bukti-bukti yang Bagus sendiri tak tahu datangnya darimana...