Empat kali. Kuret lagi.
Kubenamkan muka ke dalam bantal. Sebenarnya ingin terbenam saja ke dalam kasur. Andai kamar ini samudera, aku akan tidur di dasarnya dan diam disana. Kalau bisa selamanya.
"Sayang," lirih suara Mas Bagus menyentuh daun telingaku.
Aku berharap jadi patung. Berhenti bernapas, berhenti mendengar, berhenti berpikir.
"Snack sore udah dateng," dia masih berbisik, "bubur kacang ijo." Lalu kudengar suara bangku berderit. Hangat napasnya tak lagi terasa di pipi. "Makanan tinggi protein," suara Mas Bagus terdengar sebagai gumaman.
Wajahku masih terbenam di bantal. Kenapa napasku tidak berhenti saja? Bukan mudah bernapas di bantal, tapi kenapa udara tak berhenti saja?
"Mas Gun barusan telepon," Mas Bagus masih berusaha mengajakku bicara.
Ada urusan apa dengan Mas Gun? Mas Gun ini sepupu jauh Mas Bagus. Kalau tidak salah sekarang dia sudah jadi Kapolsek di Tanah Sareal, lokasi perumahan kami.
"Katanya dia sudah menangkap driver ojol yang nabrak kamu."
Aku langsung mengangkat kepala dari bantal begitu mendengar kalimatnya barusan. Kulihat Mas Bagus tersenyum lalu menunjuk mangkuk di atas nakas, "Kacang ijo?"
Otomatis aku merengut. Sialan, kena lagi aku dikerjain. "Ngga mau," lalu kembali menghempaskan muka ke atas bantal.
"Ngga mau denger progresnya si driver ojol?" kudengar suara plastik diremas dan sendok beradu di mangkuk keramik.
Aku mengangkat muka lagi. "Aw," gerakan cepat beberapa kali telah membuat kepalaku terasa sedikit pusing.
"Pelan-pelan," kata Mas Bagus sambil membantuku duduk, "ada 3 jahitan di belakang kepala."
Kuraba bagian belakang kepala. Tidak ada rambut tepat di bagian belakang kepala dan sebagai gantinya, perban tertempel rapi disana. "Ya, ampun! Aku pitak!"
"Ntar juga tumbuh lagi," Mas Bagus berkomentar enteng, "atau mau dibotakin sekalian?"
Aku merengut lagi. Ada sedikit rasa nyeri di bagian bawah perut.
Mas Bagus menyodorkan sesendok kacang hijau ke depan mulutku. Suatu gerakan yang dengan refleks kusambut dengan mulut terbuka. Bubur kacang hijaunya manis, perasaanku yang pahit. Kuraba lagi perutku, tak ada yang berubah sebenarnya. Kehamilan 8 pekan belum memberikan perubahan apapun pada ukuran perut. Tapi rasa kehilangannya nyata. Sakitnya begitu terasa. Airmata meleleh lagi di pipiku.
"A," Mas Bagus menyodorkan lagi satu sendok bubur kacang hijau.
Aku menerimanya dalam mulut nyaris seperti robot. Jika mendengar suara 'a' disertai sendok yang bergerak mendekati mulut maka mulut akan terbuka, sendok akan masuk, lalu mulut menutup, sendok keluar, dan apapun yang dimasukkan ke dalam mulut akan dikunyah kemudian ditelan. Seotomatis itu yang terjadi padaku.
Pikiranku melayang ke jalan tadi pagi. Aku melihat ada motor mendekat ketika akan menyeberang, tapi aku sudah lewat. Aku sudah berjalan beberapa meter di bagian kiri jalur laju sepeda motor itu. Aku yakin tidak akan tertabrak jika motor itu tetap berjalan lurus pada jalurnya.
Yang kuingat selanjutnya, ada sesuatu menubrukku dari belakang. Aku terjengkang. Lalu kulihat wajah Mas Bagus panik. Belum pernah aku melihatnya sepanik itu. Bahkan saat bertugas di IGD pun, ia dokter yang paling tenang.
Ada yang hangat membelai pipiku. Tangan Mas Bagus membangunkanku dari kenangan. "Kamu bisa keselek kalo makan sambil nangis," katanya tanpa menghentikan tangan kanan dari menghapus airmataku.
Tangisku makin menjadi. Mas Bagus meletakkan mangkuk bubur kacang hijau dan beralih ke sisi tempat tidur untuk merengkuhku dalam dekapannya. Disanalah seluruh airmata tumpah, di antara detak jantungnya yang berkejaran dalam detik waktu.
![](https://img.wattpad.com/cover/150428722-288-k568040.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Hati, 1 Kata: Cinta
RomansaBagus tak pernah berpikir untuk selingkuh, apalagi sampai melakukannya. Tapi semua orang mengatakan dia selingkuh. Beserta bukti-bukti yang Bagus sendiri tak tahu datangnya darimana...