Entah sudah berapa hari aku disini. Satu sel dengan dua orang pelacur bau kencur yang sepertinya baru lulus SD kemarin sore tapi buah dadanya lebih besar dari punyaku. Yang satu berambut panjang, selalu mengeluh kedinginan saat malam. Mungkin karena rok yang hanya menutupi bokong dan kaki telanjangnya yang cuma ditutupi sepatu tali hak tinggi. Pelacur kedua sedikit beruntung karena hotpants-nya cukup menjaga panas tidak keluar dari permukaan kulit meski cuma sampai batas garis terbawah pinggul. Ditambah lagi sepatu boot-nya yang setinggi lutut cukup untuk menghangatkan jari-jari kaki.
Dua malam ini mereka tidur berpelukan, membuatku jijik. Untung seragamku cukup tebal. Lumayanlah untuk menahan dingin lantai yang hanya diplester semen. Yang paling menyebalkan sebenarnya adalah penghuni sel berkaki enam yang gemar keluar ketika suasana mulai hening. Entah dari bagian mana mereka datang, tahu-tahu sudah menjalari kaki atau tanganku. Kadang malah dengan tidak sopannya menginjak-injak pipiku, kurang ajar!
Di saat seperti ini, hanya ingatan tentang Mas Bagus yang mampu membuatku bertahan. Aku tahu, dia pasti sedang memikirkan cara untuk mengeluarkanku dari sini. Mengingat itu, kecoa-kecoa yang berkeliaran kesana-kemari pun terlihat tersenyum padaku. Kulihat salah satu dari mereka mengedipkan mata.
Kecoa-kecoa itu kemudian berjalan beriringan, membentuk garis lurus. Kemudian lengkung lalu lengkung lagi. Aku terhenyak kaget. Apa Mas Bagus yang mengirimkan kecoa-kecoa itu untuk menemaniku? Apa dia melatih mereka untuk mengirimkan pesan padaku?
Kuperhatikan makin lekat kecoa-kecoa yang sedang berjalan santai di lantai. Benar, mereka memang membentuk formasi. Aku mengejanya dalam hati, I L U. "I Love You!" sorakanku membangunkan dua pelacur yang sedang tidur berpelukan di pojokan. Mereka menggeleng-gelengkan kepala dan kembali tidur.
Aku terlalu bahagia untuk mempedulikan dua pelacur bau kencur yang pulas tidur. Kuangkat kecoa-kecoa itu agar dapat menciumi mereka satu persatu, "Terimakasih telah menyampaikan pesan dari Mas Bagus."
***
"Selamat pagi, Mbak Mala," seorang perempuan berjas putih, berkerudung merah muda menyambutku di ruang pemeriksaan. Tadi pagi Pak Polisi mengatakan bahwa aku harus menemui seseorang untuk melengkapi data BAP. Terserahlah, aku hanya ingin ini cepat selesai. Supaya bisa melanjutkan rencana pernikahan kami yang tertunda.
"Perkenalkan, saya Dokter Ana yang akan membantu Polisi menyusun BAP," perempuan itu memperkenalkan diri sambil memamerkan gigi putihnya.
Aku tersenyum. Dokter! Aku tahu siapa yang menyuruhnya datang. Kebahagiaan langsung menyeruak dan menghangatkan dadaku. Baiklah, akan kuberikan semua informasi yang dibutuhkan. Ini pasti bagian dari rencana Mas Bagus untuk segera mengeluarkanku dari sini. "Apa yang bisa saya bantu, Dok?"
"Oh, banyak sekali. Terimakasih Mbak Mala sudah sangat baik mau membantu saya. Saya sangat tertolong." Meski aku tak yakin senyumnya tulus, tapi peduli amat. Aku akan selalu mendukung rencana apa pun yang disiapkan Mas Bagus untukku.
"Hm, kita bisa mulai dengan cerita. Bisakah Mbak menceritakan bagaimana hubungan antara Mbak Mala dengan Dokter Bagus?" dia mengeluarkan buku catatannya dan bersiap mencatat.
Kuceritakan semua, dari saat pertama lengan kuatnya mendekapku erat hingga pesan yang dikirim lewat kecoa semalam. Mungkin Mas Bagus sudah bercerita juga dan sekarang dokter ini hanya butuh konfirmasi.
Kemudian dia mengeluarkan kertas dan pensil lalu menyuruhku menggambar ini itu. Wajahnya yang selalu tersenyum membuatku nyaman. Kami mengobrol banyak seperti dua orang sahabat yang sedang reunian. Aku bahagia. Mas Bagus benar-benar memahami apa yang kubutuhkan.
"Salam buat Mas Bagus, ya Dok," kataku saat kami akan berpisah.
Dokter Ana tersenyum. Dari matanya aku tahu dia akan menyampaikan pesanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Hati, 1 Kata: Cinta
RomanceBagus tak pernah berpikir untuk selingkuh, apalagi sampai melakukannya. Tapi semua orang mengatakan dia selingkuh. Beserta bukti-bukti yang Bagus sendiri tak tahu datangnya darimana...