Bab 12 - Perasaan

9 0 1
                                    

Siapa sih yang nggak akan sakit hati jika hidupnya sama seperti Elita? Pertama, dia dijodohkan dengan orang yang paling dia benci, kedua, dia ternyata diberi harapan palsu oleh orang yang ia cintai.

Elita benar-benar muak saat memikirkan itu semua. Sejak gagalnya acara pertunangannya di rooftop, keadaan Elita jadi meresahkan. Dia jadi tak banyak bicara, jarang makan, dan tampak kurang sehat. Lusiana jadi kasihan pada putrinya.

Dia sudah mengetahui semuanya, karena dia melihat semuanya. Setelah gagal mengejar Elita, suaminya memaksanya untuk kembali ke acara pertunangan, memohon maaf pada keluarga Aldrian dan juga para tamu undangan, namun saat mereka sampai di sana, mereka melihat pemandangan yang benar-benar membuat mereka terkejut: dimana Rifki yang mereka kenal sebagai pribadi yang baik dan penyabar tiba-tiba memukul saudara kembarnya sendiri, dengan alasan Riski adalah orang ketiga karena merusak hubungannya dengan Elita.

Tanpa ditanya, Lusiana sudah tahu kalau Elita menyukai Riski, tapi apa yang membuat Riski menolak anaknya? Tentu saja karena Riski tak enak pada Rifki, dia tak mungkin menyukai calon iparnya sendiri, kan?

"Gimana sama Elita?" Sebastian muncul mendadak di belakang Lusiana yang tengah menyiapkan sarapan.

"Masih kayak kemaren pah"jawab Lusiana, "mamah jadi khawatir sama dia, kita jangan paksa dia ya pah"

"Papah tau"kata Sebastian, "papah juga ngertiin perasaannya Elita kok"

Lusiana menunduk sedih, "kira-kira apa yang bisa bikin Elita seneng lagi?"

"Jadian sama Riski"jawab Sebastian sekenanya. Lusiana melotot, "papah! Serius ih!"

"Papah juga serius kok mah, kalo Elita bisa sama Riski, dia mungkin nggak akan sedih lagi, cuma sekarang posisinya sedikit bikin Elita sakit hati aja, Riski nolak dia kan?"

"Pasti karena nggak enak sama Rifki"

"Pastinya"kata Sebastian, dia duduk di kursinya sembari mengambil sendok makannya, "kalo gitu papah ajak jalan-jalan aja Elitanya"

"Dia nggak bakal mau"kata Lusiana jengkel,

"Kalo gitu biarin dia nenangin diri dulu"ucap Sebastian lembut, akan tetapi ada sedikit nada menginterupsi di dalam suaranya.

Lusiana mengangguk patuh, "iya pah, biarin Elita nenangin diri dulu"

Elita menolak berangkat bersama papahnya untuk saat ini, dia hanya tak ingin berada di situasi canggung yang membuatnya harus mengungkapkan perasaannya, Elita pikir akan lebih baik jika dia menghindari semua orang terlebih dahulu untuk saat ini.

Termasuk Riski.

Tapi sepertinya, entah beruntung atau petaka, Elita sama sekali tak melihat Riski di sekolah. Yang ada hanya Rifki yang tampak seperti orang bodoh saat berpapasan dengannya, tentu saja Rifki ingin berbicara dengan Elita, hanya saja semua jadwal padat kegiatan organisasi membuat niatnya jadi terhalang. Apalagi sebentar lagi adalah pemilihan ketua OSIS, dan Rifki adalah salah satu calon wakil ketua OSIS yang akan maju.

Esok harinya, Elita kembali menjauhi semua orang. Yang membuat pelik suasana adalah, dia bertemu dengan Riski. Riski tampak lebih acak-acakan dari biasanya, rambutnya tampak seperti sarang burung, bajunya bahkan lebih dekil, dan dia juga tampak lelah seakan kurang tidur. Omong-omong soal lelah, rifki juga tampak lelah, bahkan cenderung kurang sehat, selain karena faktor internal juga karena faktor eksternal.

Sedangkan Elita, gadis itu bahkan menolak untuk mendengar nama Rifki dan Riski. Elita benar-benar menunjukkan sikap perangnya pada kedua kembaran itu, seperti menolak berbicara pada Rifki, memarahi Rifki jika cowok itu mulai mengganggunya, atau bahkan mengabaikan Riski yang lewat di hadapannya. Intinya, hampir selama dua Minggu itu tak ada tanda-tanda akan adanya bendera putih diantara mereka, kecuali Rifki tentunya. Dia sudah lama mengibarkan bendera putih pada Elita, kalo ke Riski sih bodo amat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

As IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang