Masih WOOJIN POV
Sebulan setelah kejadian itu, kumantapkan diriku untuk pergi ke tempat nenek berada. Kumelangkah keluar rumah untuk yang pertama kalinya setelah sebulan penuh diam di rumah.
Aku menaiki sebuah bis. Itu adalah jalanan yang sepi, tidak banyak kendaraan namun mata penuh dengan pemandangan alam yang indah. Saat sedang fokus menatap gunung dan sawah diluar jendela, bis yang kunaiki berhenti di sebuah halte kecil. Kupikir ada yang naik, ternyata sang supir bilang padaku bahwa tujuanku sudah sampai. Sebelum naik, aku bilang agar ia memberitahu ku dimana aku harus turun.
"Daerah yang kau cari ada disana" Supir bis menunjuk sebuah jalan yang berbeda dengan jalur bis.
"Tidak ada kendaraan umum yang kesana, hanya kendaraan pribadi. Jadi kau harus berjalan ketempat tujuanmu."
Aku membungkuk sambil mengucap terima kasih lalu turun dari bis.
Sudah sekitar 30 menit aku berjalan, ku lihat sebuah rumah yang sangat besar. Aku mendekati rumah itu karena tidak ada rumah lagi disekitarnya, kupikir itu tempat yang dimaksud ayah. Kuberanikan diri menekan bel itu. Tidak ada jawaban.
Ku ulang sekitar 3 kali lalu seseorang berbicara "siapa disana?"
Aku sedikit tersentak, suara itu... Suara perempuan yang masih terdengar muda. Dengan mendekatkan wajahku ke arah bel "Apa benar ini rumah Kim Nara?"
"Oh iya. Kau siapa?"
"Aku Park Woojin. Cucu dari Kim Nara. Ayahku Park Joowon"
Tak ada jawaban
"Halo" kataku melambaikan tangan
"Tunggu sebentar"
.
Seseorang membukakan gerbang, yang pertama kulihat adalah seorang perempuan yang kulihat sepertinya umurnya tak jauh berbeda denganku. Aku melihatnya bingung. Lalu dia mempersilahkanku masuk.
Dalam hati terus saja ku menggumam "Nenek tinggal dirumah sebesar ini? Nenekku sekaya apa memangnya, bahkan ia punya bisnis villa yang sekarang harus ku kelola"
"Kau mau minum apa?" tanya perempuan itu padaku
"Air dingin saja. Terimakasih" kataku sambil menunduk sedikit.
Setiap orang yang datang kerumah yang belum pernah dikunjungi tentu akan refleks melihat-lihat bukan. Begitulah aku saat itu. Tanpa sadar aku sudah berjalan disekitar tembok yang penuh dengan frame. Bukan frame yang berisikan foto-foto yang seperti kuharapkan, hanya lukisan yang indah mengisi rumah ini.
Tak lama, perempuan itu sudah datang kembali dengan gelas berisikan air dingin yang kumau. Lalu dia duduk di sofa yang bersebrangan denganku. Tiba-tiba dia mengulurkan tangannya padaku "Aku Kim Sejeong. Senang bertemu denganmu, keluarga dari nenek Nara"
Dia memperlihatkan senyumnya yang baru pertama kali terlihat olehku. Dia memiliki mata yang indah saat tersenyum. Bahkan aku sampai terdiam sesaat. Ku raih tangannya juga dan memperkenalkan diri sekali lagi.
Hening sesaat lalu dia mengatakan bahwa nenekku sedang di kontrol dikamarnya. Mungkin butuh beberapa jam lagi untuk bertemu dengannya. Aku menangguk mengerti.
Sejeong bertanya padaku perihal kedatanganku yang tiba-tiba. Ia bilang biasanya yang datang adalah ayahku. Lalu aku bilang padanya bahwa ayah telah pergi sebulan yang lalu. Matanya terbuka sedikit lebih lebar. Ia kaget sepertinya. Kujelaskan secara rinci apa yang telah terjadi.
Entah mengapa tatapannya menjadi berubah. Ia memandangku dengan mata yang sendu. "Aku tidak apa-apa" kataku.
Mengalihkan pembicaraan, aku bertanya padanya mengapa ia ada dirumah nenek. Dia bilang kalau dia bekerja disana walaupun sebenarnya dia bilang lebih terasa seperti mengunjungi rumah teman. Kenapa juga dia berteman dengan nenek-nenek.
"Kalau kau mau beristirahat, akan kuantar ke kamar yang masih kosong. Ikuti aku"
Ku akui memang badanku sedikit lemas, jadi aku tak menolaknya dan mengikutinya.
Aku berbaring saat itu dan ternyata malah ketiduran. Aku terbangun saat Sejeong membangunkanku sambil memanggil namaku. Aku yang masih setengah sadar terbangun. "Nenek Nara! nenek Nara! nenek Nara!" itu adalah kata yang terus-terusan ia katakan padaku. Aku bertanya padanya kenapa.
"Dia ikut... Dengan ayahmu"
Begitu lemas badanku mendengarnya. Aku berlari mengikuti Sejeong kekamar nenek. Ya berlari, saking besarnya rumah itu.
Aku melihat nenek terbaring diatas kasurnya yang cantik. Begitupun dengan dia. Aku mulai menangis saat semakin mendekatinya. Aku menggenggam tangannya. Aku bahkan belum mendengar satu pun kata yang terucap darinya. Aku menangis dengan kuat. Tak ku pedulikan bahwa aku lelaki harus kuat, aku tersedu-sedu sambil memandangnya. Sejeong yang berlutut disebelahku juga ikut menangis sambil sesekali menepuk bahu ku untuk bersabar padahal ku tau pasti hatinya yang sekarang merasa teriris melebihi diriku.
Setelah semua kesedihan itu, aku diberi surat warisan yang menyatakan bahwa semua villa dan rumah yang nenek tempati adalah milikku. Aku memberikan rumah besar itu pada Sejeong. Terserah mau dia apakan, lagipula aku tidak ingin tinggal disana. Jadi aku menetap di rumahku.
Aku melanjutkan pendidikan ku di kuliah dengan mengambil jurusan hukum. Di kampus, ternyata aku betemu lagi dengan Sejeong. Dan kami berpacaran sekitar 2 tahun dan dia memilih untuk mengakhirinya. Sudah tak sejalan katanya, ia bilang juga aku selalu bersikap aneh yang membuatnya terkadang merasa takut. Aku tak menahannya, itu kemauannya. Jika itu membuatnya merasa senang kenapa aku harus menahannya dan tersisksa dengan jalan yang berbeda denganku walaupun aku sendiri tak mengerti maksudnya apa.
Setelah lulus, aku mendaftarkan diri untuk menjadi seorang jaksa. Dan aku diterima, aku mejalani pekerjaanku sambil melanjutkan kuliah S2 ku.
Aku juga pindah rumah ke rumahku yang sekarang. Aku sudah terbiasa tinggal sendirian, tak punya teman ataupun keluarga. Tak ada yang istimewa memang dihidupku selama ini.
Sampai akhirnya aku bertemu dengannya...
Ahn Hyungseob.
"Terimakasih" kataku padanya yang sekarang ada disampingku di balkon dengan pemandangan yang indahnya menjadi ciut karena ada Hyungseobku.
Ia mengalihkan wajahnya padaku dengan tatapan bingung "untuk apa?"
"Hanya terimakasih"
"Ck. Dasar aneh"
Terimakasih karna kau mau menjadi bagian dalam diriku. Takkan kulepaskan dirimu. Mungkin terdengar menyeramkan, tapi aku benar-benar tak ingin kehilangannya. Jika ia memintaku untuk menjauh, aku akan menahannya, takkan kurelakan dengan mudah seperti saat dengan Sejeong.
Soal Sejeong, aku tak tau dimana dia sekarang.
.
Semakin gajelas ga siㅠ,ㅠ
Kalo kalian merasa makin gajelas, ngomong ya biar aku berentiin aja;")
YOU ARE READING
Hati-Hati [JINSEOB]
Fanfiction"Menjauhlah. Aku tak ingin kau terluka" -Park Woojin- "Tak apa. Asal bersamamu" -Ahn Hyungseob- *WARN* boyxboy kalo gasuka ya "naga juseyo" Bahasa baku Start August 04, 2017