Kamar yang remang akan cahaya terdengar suara wanita menangis dengan paraunya "Hiks... Sayang bersabar ya sebentar lagi" Perempuan berambut indigo itu terus mengusap perutnya yang sekarang ada kehidupan kecil hasil cintanya kepada sang suami.
Di cintai atau mencintai? Tidak pernah ada ungkapan cinta dari sang suami sejak mereka menjalani kisah asmara hingga ke jenjang pernikahan.
Hinata selalu menjadi pihak yang mencintai, dicintai? Tentu tidak. Sangat suami yang dia kira akan mulai mencintainya saat mereka menikah tapi tetap saja tidak ada ungkapan cinta dari dia.
Hinata ingat saat dia meminta Naruto untuk segera menikahinya, dia seperti pengemis di hadapan naruto.
Flashback
"Naruto-kun apa kau mencintai ku?" tanya Hinata pada kekasihnya yang sedang berjalan di sampingnya memandang rerumputan hijau sebagai pijakannya.
"...." tidak ada jawaban sama sekali dari kekasihnya itu.
Hinata berusaha tegar, entah sudah berapa kali dia menanyakan hal ini tapi ke bisuan yang selalu menjadi jawabannya.
"Naruto-kun aku sangat mencintaimu." Hinata bergelayut manja pada lengan natuto tak peduli pada tatapan orang di taman.
"Oh ya?" tanya Naruto sambil berusaha melepaskan tangan Hinata dari lengan nya.
"Iya Naruto-kun, tunggu sebentar." Hinata pun pergi dan mengambil bunga sakura yang jatuh ke tanah.
"Naruto-kun kau tau berapa jumlah bunga sakura yang indah ini di dunia?" tanya Hinata sambil memperlihatkan bunga yang barusan dia ambil.
"Satu hanya satu." Jawab Naruto yang menatap bunga itu dengan tatapan sendu. Iya hanya satu bunga hati di hatinya itu, Haruno Sakura namanya bunga paling cantik diantara bunga yang lainnya.
Sakit itu yang Hinata rasakan, Hinata tau bahwa naruto menjadikan dirinya hanya untuk membuat perempuan musim semi itu cemburu. Tapi itu semua sia-sia nyatanya Perempuan itu malah sangat bahagia saat tau Naruto menjalani asmara dengan Hinata.
"Naruto-kun kau salah bunga sakura itu banyak tau! Ah kau ini tadinya aku mau menggombali mu." Hinata pun pura-pura merajuk dan memalingkan wajahnya dari hadapan Naruto.
Matanya yang sadari berkaca-kaca dia tahan dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Naruto.
"Ooh." jawab naruto yang membuat dada di bagian kirinya terasa tercubit.
"Huh kau ini."
Berusaha menjadi gadis yang humoris walau tidak pernah ada balasan senyum dari sang kekasih. Menurut dia tidak mengapa asalkan dia selalu ada di samping pria nya itu sudah cukup baginya.
Perjalanan pun hanya di isi kesunyian, mereka berdua duduk di bangku taman tanpa ada yang memulai pembicaraan.
Di umurnya yang sudah 22 tahun ia sudah dijodohkan dan ia berharap Naruto melamar nya sebelum perjodohan itu terjadi. Tapi naruto tidak pernah ada niatan untuk melamarnya. Mengucapkan kalimat sayang saja tidak pernah apalagi menikah.
Hinata teringat akan pesan ayahnya jika Naruto tidak segera melamar dirinya maka Hinata harus siap untuk dijodohkan.
Mungkinkah ini saatnya membicarakan tentang pernikahan?"Hmm ano Naruto-kun Teman-teman Naruto rata-rata sudah pada menikah ya."
"Hn"
Hinata menatap sepatunya dia sedikit malu tapi dia juga tidak ingin jika harus dijodohkan. Tidak mengapa jika hanya satu pihak yang mencintai dari pada nanti dijodohkan tanpa ada rasa cinta sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan
Teen Fiction[naruhina] Terkadang cinta membuat kita egois, bodoh dan mudah dipermainkan dengan nama atas cinta. Tapi saat kita menemukan cinta yang baru saat itu juga kita harus menghilangkan ego kita.