Mengendap-endap seperti pencuri diruang keluarga. Matanya menatap sekitar ruangan yang sudah meremang akan cahaya. Masih sore belum terlalu malam apakah Naruto sudah tertidur?
"Sebaiknya aku hati-hati"
Saat Hinata ingin menaiki anak tangga lampu pun menyala. Matanya dia kedipkan beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya masuk."Habis dari mana?"
Dengan leher patah-patah dia beranikan diri menatap naruto yang berada dibelakangnya.
"Naruto kapan kau pulang?" tanya Hinata
"Hinata jangan kau ubah topik"
Hinata menelan ludahnya, tatapan Naruto begitu tajam bahkan rahangnya sudah mulai mengeras.
"Jalan-jalan bersama Kiba" jawab Hinata dengan mengalihkan matanya ke lantai.
"Ada lagi?" pancing Naruto, Naruto ingin tau tentang Hinata yang berada di rumah sakit.
"Tidak ada lagi"
Jika dirinya adalah Naruto yang dulu mungkin ia akan marah karena telah dibohongi. Tapi sekarang Naruto berusaha bersikap baik kepada Hinata.
"Kemari lah" Naruto merentangkan kedua tangannya menyambut Hinata untuk di peluk.
Greeep
'Beginikah rasanya? Naruto tubuh mu sangat besar dan hangat. Bisakah waktu berhenti untuk sementara waktu?' batin hinata.
"Maafkan aku karena tidak izin terlebih dahulu" ujar Hinata.
"Tidak apa, lain kali jangan pergi dengan pria lain"
Mengapa hanya dirinya yang tidak boleh? Apakah disini hanya Hinata yang bersalah? Bukankah Naruto juga pergi dengan perempuan lain.
Hinata tidak suka, Hinata cemburu jika Naruto pergi dengan Sakura. Apakah Naruto juga cemburu saat Hinata pergi dengan Kiba.
"Kenapa?" tanya Hinata setelah dia melepaskan pelukannya. Hinata berharap Naruto akan menjawab bahwa dirinya cemburu.
"Nanti akan ada gosip murahan diluar sana" ternyata hanya itu alasannya.
"Hanya karena itu?" tanya Hinata memastikan.
"Apakah kau ingin melihat ku menjadi pembicaraan orang-orang disana karena kelakuan mu hm?" ujar Naruto selembut mungkin walau masih dengan penekanan disetiap ucapannya. Tangannya mengeluh rambut panjang Hinata.
"Kenapa hanya aku? Bagaimana dengan Sakura?" Hinata menepis tangan Naruto, badannya sudah lemas. Belakangan ini ia sering sekali cepat letih, suplemen yang selalu ia bawa lupa ia minum.
"Aku sudah bersahabat dengannya dari kecil, semua orang disana pasti sudah tau" Naruto memutar matanya dengan bosan. Entah sudah berapa kali dia menjelaskan hal ini pada Hinata.
"Aku juga bersahabat dengan Kiba lalu apa salahnya jika aku pergi dengan Kiba?" bantah Hinata.
Praannk
Habis sudah kesabaran Naruto. Hinata yang melihat itu terkejut.
Naruto memukul meja kaca tempat vas bunga yang menjadi hiasan dirumah itu.
Vas itu pecah, Hinata hanya menatap nanar pada sang pelaku. Menahan agar air matanya tidak tumpah.
"Sahabat? ini yang kau sebut sahabat?" Naruto menunjukkan ponselnya pada Hinata.
"Itu dia hanya membantu ku" bantah Hinata lagi.
"Membantu apa hah? Apa tangan mu itu sudah tidak bisa dipakai sampai harus memakai tangan pria lain untuk menyentuh mu?" Naruto sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Hinata yang mendengarnya Berusaha menahan air mata nya agar tidak tumpah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan
Teen Fiction[naruhina] Terkadang cinta membuat kita egois, bodoh dan mudah dipermainkan dengan nama atas cinta. Tapi saat kita menemukan cinta yang baru saat itu juga kita harus menghilangkan ego kita.