"Eungghhh" Hinata mencoba untuk membuka matanya perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk, melihat sekeliling. Ia melihat Semua mata keluarga Hyuga tertuju padanya, ia belum terlalu sadar hingga beberapa detik berlalu ia pun berteriak histeris.
"PERGIIII !!!" Hinata melempar barang yang ada di dekat nya dan mereka tidak juga pergi hanya mundur beberapa langkah saja untuk menghindari barang yang Hinata lempar.
Naruto hanya memperhatikan Hinata dari balik pintu, ia takut Hinata akan mengamuk lagi saat melihat dirinya. Tapi ternyata Hinata juga mengamuk saat melihat keluarganya. Apakah luka Hinata juga karena keluarganya?
Naruto tidak bisa mendengar apa yang dikatakan orang-orang didalam sana. Ruangan itu kedap suara ia hanya dapat melihat pertengkaran keluarga itu.
"Sudah ku bilang seharusnya kita pergi sejak awal untuk apa kita harus mengurusi dia? Toh suaminya saja tidak pernah peduli" Hanabi berkata dengan santainya.
"HANABI!" tegur sang ibu.
"Pffft bwahahahaha" Hinata tertawa dengan keras, semua mata menatapnya. "Kau benar dia tidak akan peduli, dan kalian sebaiknya pergi juga" Hinata tertawa hingga menitikan air mata. "dan kau!" Seketika wajah Hinata berubah menjadi seram telunjuknya menunjuk Hanabi.
Neji yang melihat itu dan paham akan situasi segera merangkul Hanabi untuk membawanya keluar.
"Kenapa kau ingin membawa dia keluar Neji?" Hinata menghentikan langkah mereka yang ingin keluar.
Hanabi menepis tangan Neji dan menghampiri Hinata, matanya memandang Hinata dengan tatapan menusuk. "Aku disini, cepat jika kau ingin berbicara"
"Hanabi Hinata hentikan" sang kepala keluarga yang sekarang bersuara.
"Neji kau bawa Hanabi keluar biarkan ayah dan ibu yang menjaga Hinata" Neji mematuhi perintah ayah dia pun menarik tangan Hanbi untuk keluar."Kalian juga keluar!" teriak Hinata pada keluarganya.
"Nak" sang ibu mengelus rambut Hinata agar ia tenang. Hinata pun menepis tangan itu. Ibunya terkejut menatap Hinata tidak percaya, apa itu benar Hinata?
"HINATA" bentak Neji dengan kemarahan melihat hal itu.
Hinata yang melihat Neji membentaknya dan tatapan Neji yang sedang marah seketika itu ingatan malam yang kelam terulang.
"Aaarrgh" lagi-lagi Hinata teriak histeris dia menjambak rambutnya dengan kasar. "Pergi, jangan dekati aku!" Hinata terus menyakiti dirinya semua yang disana segera menjauhkan tangan Hinata yang terus menyakiti dirinya. "Jangan bunuh dia hikss... Aku saja yang mati tapi ku mohon hikss... Jangan sakiti dia" Semua yang disana bingung apa yang Hinata ucapkan mereka pun memanggil dokter untuk menangani Hinata.
Naruto yang melihat keadaan didalam sangat aneh dia pun memberanikan diri untuk masuk kesana. Dan teriakan Hinata memenuhi ruangan itu. "Diaa" Hinata menunjuk Naruto dengan ketakutan. "Tolong kami hiks..." Hinata melilitkan tangannya pada perutnya. Ia masuk kedalam selimut bersembunyi disana, matanya mengintip dibalik selimut gemetaran.
Naruto yang melihatnya bingung ingin melakukan apa. Saat dirinya berusaha mendekati Hinata, Hinata selalu berteriak dan mengulangi kalimat yang sama. Tolong kami
Hingga saat dokter datang dan pada saat itu semua keadaan kembali stabil. Tangan Hinata diikat disisi ranjang takut sewaktu-waktu saat efek obat bius itu habis Hinata akan mencoba melukai dirinya lagi.
"Setelah nyonya Hinata sadar kami akan memberikan obat antidepresi, saya sarankan agar ia dibawa ke psikater untuk menghilangkan traumanya. Untuk menghilangkan traumanya memang sulit tapi itu bukan berarti mustahil untuk disembuhkan. Dan saya telah membaca riwayat kesehatan nyonya Hinata sebelumnya. Ternyata ia memiliki penyakit hati dan alangkah baiknya itu dilakukan setelah melakukan terapi. Saya khawatir saat tubuh nyonya Hinata sedang menyesuaikan hati barunya ia malah berusaha menolaknya dan mungkin akan berusaha menyakiti hati barunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan
Teen Fiction[naruhina] Terkadang cinta membuat kita egois, bodoh dan mudah dipermainkan dengan nama atas cinta. Tapi saat kita menemukan cinta yang baru saat itu juga kita harus menghilangkan ego kita.