tiga belas

2.3K 143 18
                                    

Sejak insiden Hinata mulai tersenyum Kiba dan Toneri semakin sering menemuinya yang biasa 1 hari sekali menjadi 3 kali sehari. Setiap jam makan Hinata mereka selalu datang terbirit-birit. Setiap Hinata tanya, apakah kalian tidak memiliki pekerjaan? Dan jawabannya 'rumah sakit ini masih satu gedung dengan tempat ku berkerja tidak mengapa jika aku kesini karena tempat ini sudah menjadi tempat istirahat ku.'  Perkataan Toneri membuat kedua pipi Hinata bersemu merah.

'Kalau aku kan pengangguran' mendengar perkataan Kiba membuat Hinata berpikir ulang tentang Kiba yang melamarnya. Makan dari mana nanti jika mereka menikah.

Lalu sekarang lihatlah mereka sedang ada dihadapannya dengan membawa berbagai macam makanan yang cukup untuk dimakan 5 orang.

"Aku tidak akan memakannya"

"Ayolah Hinata kau makan ya aku sudah membawa banyak untuk makan siang mu ini, dan kau terlihat pucat dan sering muntah-muntah."

"Kiba dari pada kau memberi ku makanan sebanyak ini alangkah baiknya kau menabung buat bekal pernikahan mu nanti"

"Hinata kau tau sendiri bukan kalau aku ini akan memegang perusahaan ayahku nanti saat aku sudah menikah, lagi pula ada Hinata yang akan menemani ku disaat susah maupun senang" Kiba nyengir lima jari memperlihatkan gigi taringnya.

"Apa maksudmu?!" protes Toneri yang ada disana.

"Tentu saja aku akan menikah dengan Hinata"

"Tidak mau" bukan Toneri yang menyahuti tapi Hinata.

"Uuuh kau sudah ditolak Kiba" Toneri dengan muka jahatnya keluar.

"Hime kau?" mode ngambek Kiba pun keluar, matanya mirip dengan akamaru saat meminta makan.

"Aku tidak ingin kelaparan nanti dan kau sangat menggelikan Kiba "
Hinata tertawa lepas kali ini, melihat Kiba yang seperti ini sudah sangat jarang. Biasanya jika Kiba berekspresi seperti itu pasti sesuatu yang buruk akan terjadi di depan matanya. Hinata hanya tinggal menunggu waktunya.

"Hinata jika dengan ku?" sekarang Toneri yang bertanya.

"Kau?" tunjuk Hinata pada Toneri. "tidak, kau pemalas"

"Ayolah Hinata ini semua demi aku bisa melihat ka~"

Bruuuk

"Oi santai dong" teriak Toneri yang sekarang berada di lantai. Didorong paksa oleh seseorang yang entah dari mana datang begitu saja.

"Maaf" ujar sang empu sekilas tanpa melihat sang korban

"Hiks...pada ku tidak?" ternyata ada satu orang lagi yang jatuh dengan tidak elitnya.

"Pffft" orang itu malah menahan tawanya.

"Ki-Kiba kau tidak apa?" Hinata turun dari ranjangnya dan menghampiri Kiba.

Wajah Kiba penuh dengan makanan yang ia bawa dan bokongnya basah terkena minuman yang Toneri bawa sungguh mengenaskan penampilan nya.

Sebenarnya ini yang Hinata tunggu, tapi kasihan juga saat melihat tidak ada yang menolongnya.

"Hei kau bangun sendiri dong" seru Toneri pada Kiba yang tidak terima karena Hinata membantunya. Bukan hanya Toneri tapi pria di sampingnya ini juga tidak suka, lihat saja wajahnya yang sudah menekuk.

"Toneri bisa kau pinjamkan baju cadangan mu?" pinta Hinata yang mendapatkan anggukan dari Toneri.

"Kiba ayo ikut aku" Toneri menarik sebal Kiba dari tangan Hinata.

"hei Naruto! Jangan kau buat Hinata sedih" ujar Kiba sebelum pergi pada pria yang telah mendorongnya tadi.

Setelah kepergian mereka Hinata hanya diam membisu membiarkan Naruto yang juga ikut diam. Naruto hanya memperhatikan Hinata yang sedang memejamkan matanya dengan posisi tidur.

HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang