9

29 7 0
                                    

Bahagiaku sederhana, kamu bahagia aku bahagia. Karena akan adil jika bahagiamu bahagiaku juga. Hehe

"Kurang ajar! Dasar bajingan" katanya.
Gadis itu menyiram jus tepat pada muka Sam. Kemudian dia meninggalkan kami setelah aksi penyiraman itu selesai. Kami hanya diam melihat apa yang barusan terjadi. Namun tidak dengan Adam, dia terlihat kesal. Adam berbicara dengan pandangan lurus dan datar tanpa melihat Sam "jus gue". Setelahnya kami tertawa terbahak-bahak kecuali Adam dan Sam.
Tawa kami terhenti karena jika terus dilanjut akan ada pemborosan waktu nantinya. Karena waktu kami terbagi dengan kelas yang belum selesai.

Pembahasan kami berlanjut, mengenai kunjungan kami yang mengharuskanku mencatat apa yang harus dibawa.
Bayanganku saat mengingat Bandung aku teringat bahwa Bandung adalah tempat tinggal pak Rangga, dosenku sekaligus guru privatku dulu.

Akankah Bandung kali ini indah dengan hadirku membawa rasa resah? Resah jika kami bertemu, resah jika kami memang harus bertemu. Aku tidak siap jika memang iya bertemu. Aku ingin melepaskan semua perasaan yang jelas-jelas hanya menggangguku.

Bukan aku membencimu, bukan. Aku hanya sedang memperbaiki hati agar hati ini tidak lagi berharap kepadamu. Aku ingin melupakanmu. Itu saja, cukup.

Aku menepis semua kemungkinan yang akan terjadi di Bandung. Semoga aku tidak bertemu dengannya. Kini kami menyimak apa yang Adam sampaikan, hingga catatan kami meluber.

"Ok gays mungkin itu saja yang bisa gue sampaikan. Apa ada yang ingin kalian tanyakan atau menambahkan?" Adam melirik kami satu persatu.

Danil angkat bicara "ohhh iya Dam" dia terhenti sesaat seperti sedang berfikir, kemudian "ok.." lanjutnya.
Dan inilah jawaban yang kami sesali dari mulut Dani.

"Menurutku sih ada yang kurang Dam" kataku.

"Apa Mai, ngomong Mai?" Adam menjawab.

"Perlengkapan shalat!" Kataku lagi.

Mereka semua melirikku dan tatapan mereka tiba-tiba datar, aku hanya tersenyum garing melihat ekspresi mereka. Bayangkan saja dari tadi yang Adam bicarakan semuanya sudah kucatat dan memang benar yang belum disebutkan hanyalah perlengkapan shalat. Aku tidak salah.

"Ok, kalian jangan lupa bawa perlengkapan shalat!" Adam melanjutkan.

Seringai tawa meledek dari Sam kemudian "gaya lu Dam! kaya lu shalat aja ha ha ha".

Seketika tawa kami menggema memenuhi kantin "ehh gini-gini gue shalat kali!" Ucap Adam membela diri.

"Setahun sekali" lanjut Rani meledek.
Ha ha ha.

Beginilah cara kami bahagia. Berbicara apa adanya dengan cara yang sederhana. Dan yang terpenting dalam pertemanan itu, kita harus menerima karakternya. Jika begitu mereka juga akan menerima karakter kita.

Adam berdiri setelah merapihkan barang bawaannya "jus gue!".
Tatapannya tidak henti terpaut pada Sam. Dan itulah Adam dan Sam. Mereka seperti tikus dan anjing, selalu berisik.

"Ok deh gue juga duluan ya. Ada kelas" kali ini Amar yang beranjak.

"Jus gue!" Lanjut Rani menirukan gaya Adam.
Kemudian dilanjut olehku, Yosi, Danil dan Egar meninggalkan kantin. Menyisakan Sam yang masih duduk di bangku kantin.

Hari ini aku mengenakan rok coklat muda dengan atasan kemeja berwarna merah muda dan pastan yang senada dengan rok. Bisa dibilang aku ini cewe feminim. Aku selalu mengenakan rok atau kalo tidak gamis. Dan karena di mapala inilah aku mengenakan celana layaknya pria.
Awalnya para senior mapala meragukanku saat aku mendaftar untuk bergabung. Saat itu aku mengenakan gamis, kata salah satu seniorku harusnya aku mengikuti rohis bukan mapala.

Don't Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang