12

29 7 2
                                    

Tidak ada perpisahan jika tidak ada pertemuan. Jika perpisahan akhirnya, kenapa harus ada temu?

Sebuah perjalanan menyisakan luka. Fase dimana kita selalu bersama hingga akhirnya kita menemukan ujung yang tak seirama. Luka untukmu dan juga luka untukku.

Memang rasa itu adalah fitrah yang Tuhan kasih. Sekarang untuk bertemu denganmu saja aku takut, takut akan hal yang semakin tumbuh. Cinta, iya itu adalah duri yang besar dalam persahabatan. Bukan aku tidak menyayangimu, namun kau harus tahu sayangku padamu hanyalah sebatas teman, sahabat dan tidak lebih.

Aku tidak pernah mengharapkan perpisahan, namun semesta memberikan jalan. Jalan dimana aku dan kamu tidak lagi searah. Kini aku hanya melihat bayangmu yang dulu pernah menghiasi langkahku, menyemangati dari setiap keluh kesahku, mengobati luka laraku. Kini hanyalah tinggal kenangan.

Aku tidak bermaksud menjauhimu, sikapmu yang seperti itu membuatku takut. Entah mengapa saat itu sorot matamu dipenuhi oleh nafsu, nafasmu berteriak liar hingga aku merasa perlu ruang untuk menghirup udara.

Semoga suatu hari kau akan sadar, bahwa kita tidak akan pernah menyatu. Bukan aku terlalu jahat, aku hanya ingin menghormati persahabatan kita. Yakinlah namamu kan terkenang, yoseph. 
***

Melarikan diri dari ruang berdebu, gelap dan mencekam. Hatiku bergemuruh mencari kedamaian, ingin rasanya mengucapkan kalimat penenang untuk qolbu dan fikiranku.
Segera aku membasuh tanganku untuk berwudhu. Rasanya sangat ingin mengadukan semua luka kepada sang pencipta, Allah SWT.

Ditempat ini aku merasakan nikmatnya hidup. Sejuk, tenang dan damai. Dimana lagi kalo bukan rumahnya Allah. Disini aku bebas mengeluarkan segala keluh kesahku, memasrahkan semua masalahku. Tidak terasa air mata terjatuh begitu damainya. Setiap lirih do'a yang kupanjatkan aku selalu yakin bahwa Allah pasti mendengarnya. Hingga aku merasakan ketenangan yang haqiqi.

Bayanganku tidak lagi tepat diatasku dan itu artinya setelah tugas kuliahku selesai aku harus segera bergabung dengan teman-teman mapalaku. Karena kami mengadakan rapat pada pukul 14.00 dini hari.

Namun melihat kertas yang masih berserakan di meja, membuatku ingin memakan semuanya. Karena tugas yang tak kunjung usai. Beruntung tugas yang sedang ku kerjakan ini akan dikumpulkan minggu depan. Tapi bagiku tugas tetaplah tugas yang harus cepat-cepat tuntas.
"Woy! Serius amat. Santai aja lagi" Lira mengagetkanku dengan gebrakan meja. Tidak apa kali ini Lira ku maafkan perihal kelakuannya yang jail.

Aku mendelik kesal "diem deh".

Entah mengapa Lira hari ini tidak mau diam. Ada saja keusilannya. Huh untung teman. Meskipun dia menjengkelkan namun tanpa keberadaannya hidupku mungkin kurang berwarna.

Melihat tugas yang belum juga selesai, ditambah Lira yang usil kurang kerjaan. Kuingin berkata kasarr... tapi diri ini selalu mengingatkanku untuk bersabar.

Semilir angin yang masuk dari ventilasi kelas tak juga membuatku merasa sejuk. Entah mengapa bagiku hari ini sangatlah panas. Aku menghela nafas untuk menetralisir rasa yang ingin meledak, bayangkan saja Lira yang tak kunjung diam.
Lira meraih pulpen dan tumpukan kertas tugas yang sedang kukerjakan "zaman udah modern masih aja ngerjain tugas di kelas, nih ya Mai mending kita ngerjainnya di kafe. Ya sekalian nongkrong gitu, biar asik aja. Gimana?".

Kufikir saran Lira kali ini boleh juga, namun ponselku terus saja bergetar. Saat kulihat jam tanganku, ternyata aku lupa bahwa pukul 14.00 harus rapat. Namun sekarang sudah pukul 14.15 dan itu artinya saya tertinggal rapat. Dan akan menerima tamparan mulut Adam yang menggema.
"Gue juga udah telat nih Ra gimana?".

"Sebel deh, gue tuh nanya malah ditanya balik!".
"Yaudah deh! lo rapat dulu, ngerjain tugas agak sorean juga bisa" sambung Lira lagi.

Aku membereskan berkas tugas yang kemudian ku serahkan pada Lira.
"Ini maksudnya apaan?!".
"Biar lo gak kemana-mana hehe" jawabku.

Don't Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang