Apa yang bisa kulakukan perihal harapan yang kandas?
"Assalamualaikum Humai Assyifa".
Dia tersenyum renyah padaku dengan memperlihatkan lesung pipinya.
"Iya Waalaikumsalam mas Rangga ehh..pak Rangga hehe".
Yah perkenalkan namaku adalah Humai Assyifa mahasiswi jurusan hukum di Universitas Pancasila Indonesia dan pria yang ada dihadapanku ini adalah guru privatku dan juga dosenku di kampus. Kadang aku bingung, jika dirumah aku memanggilnya mas Rangga dan di kampus aku memanggilnya pak Rangga karena memang beliau sendiri yang merekomendasikan panggilan 'mas' kepadaku.
Dulu saat ayah dan ibuku mengenalkanku dengan mas Rangga aku sempat menolak. Bayangkan saja! Mas Rangga guru les ku itu umurnya hanya terpaut selisih 4 denganku dan otomatis dia masih muda. Bukannya apa-apa, aku hanya menolak kemungkinan yang akan terjadi jika kami sering bertemu. Aku lebih suka dengan guru yang umurnya jauh lebih tua dariku seperti ayahku misalnya.
Memecah keheningan diantara kami kemudian mas Rangga mempersilahkan aku untuk duduk "Silahkan Humai duduk saja dulu, tidak enak jika kita berbicara dengan berdiri seperti ini" terangnya kemudian menggeserkan kursi untukku dan untuknya.
Aku hanya mengangguk menyetujuinya. Aku tidak banyak bicara saat itu, aku hanya merutuki diri sendiri untuk segera pergi manusia didepannya itu karena jantungku benar-benar meledekku. karena ini pertama kalinya aku sedekat ini dengan laki-laki.
Aku masih terdiam kemudian dia menatapku dan tersenyum padaku. Dia menghembuskan nafas panjang "Bagaimana kabarmu Humai? Rasanya sudah lama tidak berjumpa".
'Ahh iya menyedihkan sekali aku ini setelah tidak berjumpa denganmu dan kau benar rasanya memang sudah lama tidak berjumpa' Mas Rangga menatapku bingung karena aku tidak kunjung menjawabnya.
"Humai?" Dia memanggil namaku dengan sangat lembut membuat bulu kudukku merinding.
"Ahh, iya Alhamdulillah baik mas eheh pak maksudnya. Dan iya lama juga" jawabku dengan gugup.
Mas Rangga terkekeh pelan mendengar jawabanku yang gugup "apanya yang lama Humai?".
Deg... 'maksud mas Rangga ini apaan ya? Dia menjebakku? Menjebakku dengan mengatakan sudah lama tidak berjumpa'.
Aku menetralisir jantungku senormal mungkin "kan tadi... kata pak Rangga bilang sudah lama tidak berjumpa, maka dari itu aku menjawab iya lama gitu pak".
Mas Rangga tersenyum sangat manis sekali bahkan senyumnya melebihi gula dan madu hehe. Ahh atau mungkin aku hanya sedang merindu saja makanya seolah-olah berlebihan dan entahlah pokoknya tidak terdefinisikan apa yang kurasa saat ini.[Flashback on]
Mas rangga ini orangnya sangat sibuk dan dulu saat dia masih mengajarku aku sempat bertanya"kenapa mas Rangga mau menjadi guru privatku? Bukankah mas Rangga sudah menjadi dosen di kampusku?". Dia terkekeh pelan kemudian dia menjawab dengan sangat real dan logis "mumpung masih muda. Jadi kita harus terus berkarya, karena suksesku itu untuk membahagiakan 2 wanita yang ku sayangi dan berarti dalam hidupku".
Saat itu aku mencerna dengan baik kalimat yang ia lontarkan dan aku heran mengapa ia menyebutkan 2 wanita bukankah 1 wania itu cukup. Kemudian mas Rangga melanjutkan seolah-olah dia paham dan mengetahui pertanyaan yang kulontarkan di dalam hatiku "2 wanita yang sangat kusayangi dan sangat berarti itu adalah ibuku kemudian istriku kelak". Saat itu aku dengannya masih berjalan-jalan di sebuah taman kota yang asri dan bebas polusi udara. Bukan berarti aku dengan mas Rangga itu kencan melainkan aku diharuskan menyusun laporan tentang kepedulian manusia terhadap alam sekitar tugas dari mata kuliahku.
Dan mengenai jawabn mas Rangga yang sangat diterima baik oleh seluruh anggota tubuhku, jujur saat mendengar jawaban yang dilontarkan mas Rangga lidahku mendadak kelu, hatiku bersorak bangga dan jantungku bergemuruh riang.
Dia melipatkan tangannya pada dada bidangnya yang menunjukan kewibawaannya.
[Flashback off]Mas Rangga berdehem kecil "ekhem Humai jawabnya jangan gugup gitu dong". Ahh menyebalkan sekali dia ini bisa-bisanya dia mengatakan bahwa aku ini gugup walaupun sebenarnya aku ini memang sedang gugup.
Aku membela diri membelalakan mataku dan menjawab senormal mungkin "ngga. Ngga ko kata siapa aku gugup. Aku biasa aja".
Kulihat dia tersenyum dan setelahnya dia menundukan pandangannya membuka buku tanpa ia membacanya. Aku heran dengan apa yang dia lakukan namun kemudian mas Rangga mulai berbicara tanpa meninggalkan aktivitasnya "jadi begini Humai.. saya mau minta maaf perihal guru privat. Saya disini hanya beristirahat sejenak karena saya sedang mengurua bisnis saya di Bandung dan mengurus ibu di rumah. Jadi saya tidak ada waktu untuk menjadi guru privat kamu lagi tapi InsyaAllah setelah bisnis ini berjalan lancar saya siap untuk menjadi guru privat kamu lagi".
Aku kagum mendengar penjelasan yang mas Rangga berikan. Aku masih terdiam namun aku hanya bisa tersenyum merespon apa yang dia ucapkan. Kemudian dia melanjutkan "saya juga sedang belajar memperbaiki diri untuk menjemput calon yang baik juga pastinya".
Dia membicaraka tentang calon istrinya, rasanya aku ingin sekali menangis dan marah. Namun aku bisa apa? Selain tersenyum yang kulakukan.
Aku mengangkat kepalaku memberanikan diri memandang mas Rangga guru privatku sekaligus dosenku "iya pak jangan khawatir perihal guru privat yang terpenting sekarang pak Rangga mengejar apa yang pak Rangga bisa melakukannya. Dan semoga apa yang pak Rangga inginkan bisa tercapai seperti halnya menginginkan seorang calon istri yang soleha, mencintai pak Rangga dan keluarga pak Rangga juga".
Ahhh hurt..hurt..hurt.. kenapa dia muncul untuk memberiku kabar yang membuatku semakin merindu nantinya. Aku berdo'a suatu hari akan ada laki-laki yang menjemputku dengan iman yang ia bawa seperti mas Rangga contohnya ehh hehe.Menurutku mas Rangga ini terlalu baik kepadaku, sampai aku pernah salah paham dengan segala kebaikannya.
Vomenntnya kakak😆
Don't forget follow my ig :
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Remember Me
Spiritualpenantian yang dinanti tumbuh menjadi penantian yang tertinggal. Rasa yang membekas sulit untuk diobati, hingga akhirnya ada sebuah akhir yang menjadi titik akhir. Don't R e m e m b e r Me .