Jika dipendam sakit, diungkapkan menjauh.
Apakah cinta kepada sahabat adalah sebuah kesalahan?Aku kesal setengah mati. Sungguh, ini memang kesal. Rasanya hari ini adalah hari yang panjang. Jam yang kulirik masih menunjukan pukul 07.00 ahh menyebalkan.
Tapi aku baru menyadari ada yang ganjal dengan diriku hari ini. Maksudku, aku seantusias ini tapi belum tahu siapa pemilik nomor yang memberiku pesan pagi tadi? Kemudian setelah kufikir yang kutemui tadi bukanlah Lira melainkan pak Rangga.
Sungguh ini membingungkan. Lalu apa mungkin pak Rangga yang mengirimku pesan? Tapi, biasanya pak Rangga tidak memanggilku 'de' dan setahuku hanya itu. Lalu siapa sebetulnya pengirim pesan itu? Jika terus difikirkan maka akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang baru. Hanya kata 'misterius' yang bisa ku ucapkan.
Aku terus menyusuri kampus dengan seorang diri, tapi agar lebih keren aku ditemani oleh bayanganku sendiri yang tidak terlihat jika tidak mendapatkan cahaya. Biar tidak terkesan jomblo saja hehe.
Sudah biasa jika aku hanya di temani oleh seorang bayang, bersahabat dengan imajinasi dan tentunya dengan cintaNYA. Setiap langkah aku terus merutuki diriku sendiri, kesal setengah mati, membuatku ingin segera pulang dan tidur untuk mimpi yang indah.
Memang hanya itu yang kubisa.
Memimpikannya, mengharapkannya dan menginginkannya. Biarkan aku bersikap egois seperti ini hanya untuknya. siapa dia? akupun tidak tahu jawabannya.Dengan langkah yang terbilang cepat aku menuju taman kampus yang masih sepi namun sudah ada beberapa mahasiswa yang sudah berlalu-lalang menghiasi kampus. Kutatap gelang pemberian pak Rangga 'Sudah ditinggal pergi kemudian pemberiannya terjatuh, maafkan aku ya? Dan maafkan laki-laki yang tidak punya mata itu'. Bicaraku dengan nada penuh penekanan.
Saking terlalu fokus dengan gelang, sampai-sampai aku tidak mendengar gesekan langkah manusia di belakangku.
" gakbaik pagi-pagi udah ngedumel " yoseph menepuk pundaku dengan sedikit keras.
" ahh lu ngagetin gue aja".
Yah perkenalkan ini sahabat karibku dari semasa SMA sampai ke perkuliahan. Dia ini non muslim tetapi dia sangat baik. Aku tidak menjauhinya karena dia temanku, bukannya di Negara Indonesia mencintai perbedaan dan lagipula di agamaku diajarkan untuk saling menghargai,menyayangi dan bertoleransi.
Maka dari itu aku berteman baik dengannya. Setiap hari minggu dia beribadah di salah satu gereja di Jakarta dekat dengan warteg. Kadang setelah selelsai beribadah dia mengajakku untuk makan di warteg itu, namun aku hanya menyengir tidak menjawab iya atau tidak.
Bukannya apa-apa, aku hanya takut makanan yang masuk ke perutku itu tidak halal. Entah mengapa Yoseph ini mengerti dengan keadaanku. Dia selalu bertanya kepada pemilik warteg apakah makanan yang dijual itu hallal atau tidak.
Rasanya aku benar-benar merasakan 'perbedaan itu indah ' dia mengerti aku dan aku memahaminya.
"Ya lagian lu pagi-pagi udah ngedumel, kurang kerjaan banget si lo. Dasar gila" ucap Yosep dengan penuh penekanan pada kata gila.
"Lu lebih gila mau aja temenan sama orang gila " akupun membalasnya dengan penuh penekanan pada kata gila.
Matanya mendelik padaku, jelas sekali dia terlihat kesal padaku. Ah bodoamat lagian dia ini emang orang gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Remember Me
Espiritualpenantian yang dinanti tumbuh menjadi penantian yang tertinggal. Rasa yang membekas sulit untuk diobati, hingga akhirnya ada sebuah akhir yang menjadi titik akhir. Don't R e m e m b e r Me .