LFB-24

3K 347 19
                                    

180 derajat

Beberapa jam lalu, yang Jungkook ingat adalah sebuah kalimat sederhana. Terlontar manis dari mulut Taehyung. Menenangkan hati Jungkook, membuat dirinya melambung tinggi. Membuat Jungkook mampu untuk membayangkan sebuah imajinasi yang menyebabkan Jungkook percaya, jika Taehyung sebenarnya menyayangi Jungkook. Lebih dari apa yang Jungkook kira. Runtutan kalimat itu masih terngiang, jelas. Tersusun rapi di kepala Jungkook.

"Aku ini seperti Lord Henry Wotton, tahu? Aku ini kenyataan yang pahit, bukan keluguan yang cantik sepertimu. Dari kepahitanku, aku bisa melihat kecantikanmu, seperti kupu-kupu yang mempunyai sayap indah. Tapi berbeda dengan Lord Henry, aku tidak ingin kau berakhir seperti Dorian."

Sebuah kisah romansa pada zaman itu. Namun, pada kenyataannya karakter mereka hampir saja sama. Jika Dorian tidak berakhir mendapat cacian dan dicap mempunyai reputasi yang sangat buruk.

Tetapi detik ini berubah, semuanya berbeda. Jungkook terjatuh dari ketinggian yang diciptakan oleh Taehyung. Dunianya runtuh saat mengetahui Taehyung terkulai lemah di rumah sakit.

Kecelakaan itu penyebabnya, Jungkook tak tahu pasti bagaimana kejadiannya. Karena saat itu Taehyung yang merasa lapar setelah menceritakan kembali kisah dari buku 'The Picture of Dorian Gray' itu meminta izin kepada Jungkook untuk keluar mencari makanan.

Setelah dua jam lamanya Jungkook menunggu di kamar, tiba-tiba telepon rumah berbumyi. Saat itu hanya ada Jungkook yang berada di rumahnya. Jungkook mengangkat telepon tersebut, kemudian kabar sinting itu keluar dari sana.

Kabar jika Taehyung mengalami kecelakaan mobil saat menyeberangi jalan raya.

Kabar yang menyakitkan, Jungkook membenci kabar seperti itu! Selamanya!

Saat itu juga Jungkook bergegas keluar dari rumahnya. Menuju alamat rumah sakit yang perawat itu sebutkan. Menghentikan taksi dengan membawa uang secukupnya.

"Terima kasih," ucap Jungkook sembari memacu kembali langkah kakinya. Ia berlari ke salah satu bilik telepon umum. Jungkook lupa jika ia belum mengabari kedua orang tuanya.

Setelah dirasa selesai, Jungkook memasuki rumah sakit besar tersebut. Kamar ICU nomor 42 C lantai 2. Begitu mereka menyebutnya.

Matanya menilisik awas daerah sana. Jungkook mendapati seorang pemuda yang masih mengenakan seragam sekolahnya.

"Yoongi hyung?" seingatnya, Jungkook tidak menghubungi Yoongi, atau belum. Tetapi Yoongi sudah berada disana. Sendirian.

"Hyung, Taehyung hyung akan baik-baik saja kan? Taehyung hyung akan selamat kan? Ta-Taehyung hyung akan kembali bermain lagi denganku kan?" Jungkook meluruhkan badannya di depan Yoongi. Kakinya seakan tak mampu untuk menahan berat badan Jungkook.

Yoongi terisak, bahkan ketika Jungkook datang ia masih terisak. Terpukul dengan kejadian ini.

"Jungkook, kau harus tenang. Agar Taehyung dapat menjalani perawatannya dengan tenang. Paham?" tangan kekar Yoongi membawa Jungkook untuk sembunyi di dekapannya.

"Aku tidak mau kehilangan Taehyung hyung. Bagaimana agar aku bisa menyelamatkannya, hyung?"

"Sssttt, biarlah Tuhan yang mengatur sayang. Kau disini saja. Berdoa meminta agar Tuhan memberikan keselamatan bagi Taehyung."

"Ayah dan ibu, kapan mereka datang?" Yoongi menepuk-nepuk kepala Jungkook yang masih menyembunyikan di dalam dada milik Yoongi.

"Katanya sebentar lagi." Jungkook mengusap kedua matanya, menyingkirkan embun sialan yang menetes dari kelopak matanya. Jungkook mendongak, menatap wajah lelah Yoongi. Jungkook dapat memastikan jika sejak satu jam yang lalu sudah berada disana.

"Jangan menangis lagi, aku ada disini. Kita doakan Taehyung agar selamat." kecupan singkat mendarat di dahi Jungkook. Menenangkan hati Jungkook yang sedang merasakan sebuah ketakutan terbesarnya. Kehilangan.

Rasanya Jungkook baru saja menikmati waktu bersama Taehyung. Ia baru akan merencanakan sebuah rencana untuk bermain seharian bersama Taehyung. Juga Jungkook sudah merancang makanan apa yang akan Jungkook siapkan untuk Taehyung.

Tetapi rencananya gagal begitu saja, planingnya hancur hanya karena sebuah kabar yang membuat hati Jungkook merasakan sebuah rasa sakit berkali-kali lipat.

Jujur saja, Jungkook lebih senang melihat Taehyung memarahinya, menghindarinya dan jengkel kepadanya. Daripada Jungkook harus melihat Taehyung yang tergeletak tak berdaya di rumah sakit, dengan perban di sekujur tubuhnya, selang infus yang menancap juga barang tajam yang menyakiti Taehyung.

Jungkook, tidak bisa menerima semua itu.

"Yoongi! Jungkook!" suara Min Soora bergetar. Air matanya mengalir deras. Hidungnya memerah, juga ia langsung memeluk kedua putranya. Mengusap hangat punggung kedua putranya. Seakan hanya mereka yang ia punya.

"Bagaimana keadaan Taehyung?" Min Soora mengusap air matanya, menatap iba kedua putranya.

"Kami belum tahu, ibu. Sejak Taehyung dibawa ke rumah sakit ini, dokter belum keluar." ibunya mengangguk.

"Ibu harap, Taehyung akan baik-baik saja."

Perkataan Min Soora merupakan harapan bagi semua orang yang sedang mengalami hal semacam itu, benar?

Selain berharap 'baik-baik saja' bukankah mendoakan keselamatan orang itu juga menjadi hal yang wajar?

Seseorang yang mengenakan jas putih keluar. Dokter Cha Sung Do. Itu namanya, nama yang tertera di pada cocard yang menggantung di lehernya.

"Dengan keluarga Min Taehyung?" dokter itu membuka percakapan, mengamati sekumpulan orang yang sedang berkumpul disana.

"Saya ibunya, dok." Min Soora melangkahkan kakinya mendekati dokter tersebut.

"Saya harus mengatakan ini." dokter tersebut menjeda ucapannya, "pasien Taehyung mengalami kerusakan pada organ vital dalamnya. Ginjal kirinya mengalami kerusakan dan juga ginjal kanannya mengalami gangguan akibat benturan." derai air mata kembali keluar. Jungkook menutup mulutnya.

"Kami membutuhkan donor ginjal, nyonya. Jika pasien tidak mendapatkan donor ginjal, saya tidak bisa menjamin apakah pasien bisa selamat. Kita serahkan kepada Tuhan, nyonya. Pasien sedang mengalami koma, untuk beberapa hari ke depan kami terpaksa membatasi orang-orang yang akan menjenguknya. Demi keselamatannya, nyonya." Cha Sung Do menundukkan badannya, kemudian berlalu dari sana.

"Ini mimpi kan hyung? Taehyung hyung tidak mungkin terkulai lemah di rumah sakit, kan? Yoongi hyung! Katakan padaku jika ini mimpi! Hyung! Aku mohon! katakan hyung! Katakan!" Yoongi kembali memeluk Jungkook, menenangkan Jungkook yang hampir saja kehilangan kontrolnya.

"Kookie, kau harus tenang."

"Tidak! Taehyung hyung harus kembali membuka matanya, hyung! Aku tidak ingin kehilangan Taehyung hyung! Mengapa Tuhan merenggut kebahagiaanku, hyung?"

Yoongi tahu kesedihan Jungkook, juga ibunya yang berada di samping Yoongi tidak tahu harus berbuat apa.
Namun, tangan Min Soora cekatan, untuk pertama kalinya, Min Soora mengambil alih Jungkook dari pelukan Yoongi. Berganti menenggelamkan wajah Jungkook dalam pelukan ibunya.

Min Soora menepuk halus punggung kecil Jungkook. Ia tak mengucapkan sepatah katapun saat itu. Karena Min Soora tahu jika Jungkook tak membutuhkan kata-kata yang menenangkannya. Saat itu Jungkook memang hanya membutuhkan pelukan hangat, sentuhan pengganti dari Taehyung. Disini peran Min Soora sangat dibutuhkan. Sebagai seorang ibu bagi anaknya.

Sincerly
-JINNI

Learning From Butterflies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang