LFB-26

2.9K 320 16
                                    

They never knew how to be a beautiful butterfly- LFB

Beberapa kali, Min Yoongi memukul kepalanya sendiri. Ia bersandar pada dinding rumah sakit yang menjadi tempatnya untuk menatap ruangan operasi yang membawa kedua adiknya. Setengah jam yang lalu, Min Yoongi menangis, meraung sembari membenturkan kepalanya pada dinding tempatnya bersandar. Berharap dirinya akan segera mati. Yoongi tidak sanggup jika harus di hadapkan dengan kenyataan terburuknya.

"Tenanglah, sayang. Mereka akan baik-baik saja." usapan lembut ibunya yang mendarat di punggung Yoongi sedikit meringankan rasa frustasinya. Yoongi gagal untuk mencegah Jungkook. Ia gagal untuk menyelamatkan kedua adiknya, Yoongi gagal untuk menjadi kakak yang dapat menjaga kedua adiknya.

"Ibu, aku tak sanggup jika harus melihat mereka berdua berjuang sendirian seperti itu." Yoongi masih terisak. Air matanya telah lama mengering.

"Percayalah sayang, mereka akan selamat." Yoongi menghembuskan napas dengan berat. Mencoba untuk melepaskan beban yang bergelayut pada relung hatinya. Yoongi mengingat kembali peristiwa satu jam yang sempat ia bicarakan kepada Jungkook. Arah pembicaraan Jungkook membuat Yoongi berjengit kaget saat Jungkook melontarkan pernyataannya.

Satu jam sebelum kejadian

"Jungkook?" Yoongi terkejut kala ia melihat Jungkook yang keluar dari dalam ruangan Taehyung. Pasalnya sedari tadi Yoongi kebingungan mencari Jungkook. Sejak Taehyung diperiksa, Jungkook menghilang entah kemana.

"Ya, hyung?" Jungkook menutup pelan pintu ruangan Taehyung. Yoongi berjalan mendekat kearah Jungkook, memeluk pinggangnya dengan posesif. Menelusupkan wajahnya pada perpotongan leher Jungkook. "Ada apa, hyung?" Yoongi berdecih, ia melepaskan pelukannya.

"Aku mencarimu kemana-mana, Kookie." Jungkook tersenyum samar.

"Maafkan aku, hyung." Yoongi tersenyum lebar, lalu mengangguk. "Jadi, aku ingin membicarakan sesuatu padamu, hyung." Yoongi melebarkan matanya. Ia berpikir sejenak. Sepertinya Jungkook jarang sekali atau justru tidak pernah berbicara serius seperti ini dengannya.

"Apa yang ingin kau bicarakan, Jungkook?" Jungkook menggeleng, kemudian ia melenggang pergi dari sana. Yoongi mengikuti langkah Jungkook yang berada di depannya.

"Aku ingin membicarakannya disini, hyung. Sambil menikmati lemonade atau cola float kesukaanmu." Jungkook kembali mendahului Yoongi memasuki kantin rumah sakit. Jungkook memesan cola float serta lemonade, membayarnya lalu membawa minuman tersebut ke meja yang Yoongi tempati.

"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?" Yoongi terlihat sangat tidak sabar. Ia menyeruput cola float miliknya.

"Aku ingin mendonorkan satu ginjalku untuk Taehyung hyung." Yoongi tersedak minuman cola float miliknya sendiri. Jungkook menepuk pelan punggung Yoongi.

"Apa?! Kau tidak bisa melakukan itu, Jungkook!" suara Yoongi sedikit meninggi. Jungkook sedikit menundukkan kepalanya.

"Maaf, hyung. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Dokter bilang, jika selama dua puluh empat jam Taehyung hyung tidak mendapat donor ginjal maka ia tidak dapat diselamatkan. Kau tau hyung? Taehyung hyung mengalami kerusakan pada dua ginjalnya." Yoongi memijat pelipisnya. Ia tak bisa mengatakan apapun kali ini.

"Baiklah, begini saja. Biarkan aku yang mendonorkan ginjalnya untuk Taehyung. Hidupmu masih panjang, Kookie. Kau harus menunjukkan sesuatu yang luar biasa kepada ibu. Bagaimana?" Yoongi mengutarakan pendapatnya. Namun Jungkook menggeleng, ia meraih kedua tangan Yoongi mengusap pelan punggung tangan milik Yoongi.

"Hyung, dengarkan aku. Ibu membutuhkanmu. Ibu lebih menyayangimu. Ibu bahkan akan lebih bersyukur jika kau bisa berada disampingnya dengan Taehyung hyung. Jangan khawatirkan apapun hyung, aku tidak akan mati hanya dengan satu ginjal." Jungkook tertawa sumbang, ada perasaan tidak yakin yang menyambangi hatinya.

"Apakah kau sudah berbicara dengan dokter yang menangani Taehyung?" Jungkook mengangguk sebagai jawaban. Sedangkan Yoongi tidak bisa melakukan tindakan apapun, selain mendukung keputusan Jungkook.

"Apapun yang terjadi di dalam sana, kau harus kembali pada dunia nyata, Kookie. Kau tak boleh berada di sana terlalu lama. Kau harus mengingatku agar kau bisa kembali pada dunia yang nyata." Jungkook terkekeh pelan. Ia bangkit, kemudian berjalan kearah kursi Yoongi. Memeluk leher Yoongi lalu membisikkan, "aku janji hyung. Aku akan mengingatmu. Karena kau adalah alasan mengapa aku bisa menjadi seperti saat ini." Jungkook mengecup pelan leher milik Yoongi membuat dirinya tertawa pelan saat mendapati Jungkook memperlakukan dirinya dengan sangat manis seperti saat ini.

"Kajja, hyung. Sebentar lagi aku akan melakukan transplatansi ginjal untuk Taehyung hyung." Yoongi meneguk salivanya kasar, dengan terpaksa ia mengikuti Jungkook. Melangkah ringan memasuki ruang persiapan untuk operasi. Sebenarnya Jungkook sudah berbicara kepada dokter sejak mengetahui Taehyung membutuhkan donor ginjalnya. Ia bahkan sudah mengikuti prosedur operasi yang disarankan oleh dokter. Dan hari ini adalah waktunya untuk menjalani transplatansi.

Jungkook tersenyum lembut ke arah Yoongi sebelum ia memasuki ruang persiapan operasi. Ia melambaikan tangannya, seakan terlihat bahagia. Sebelum para petugas menyuruh Jungkook untuk mempersiapkan segalanya. Tak beberapa lama, Jungkook sudah berada diatas brankar. Dilengkapi dengan duk steril yang telah ia kenakan. Para petugas tersebut membawa Jungkook ke dalam ruangan operasi bersama Taehyung. Jungkook sempat tersenyum kearah Taehyung yang terbaring tanpa membuka matanya, sebelum sebuah suntikan anastesi yang membuat dirinya kehilangan kesadaran.

Yoongi menunggu selama empat jam proses operasi yang sedang dijalani oleh kedua adiknya. Hingga sebuah suara pintu berdecit dari ruang operasi terdengar. Yoongi mendongakkan kepalanya, raut bahagia tercetak jelas disana. Kedua orang tuanya juga menghembuskan napas lega kala dokter keluar dari sana.

"Selamat, nyonya. Kedua putra anda selamat." tangis haru kembali meledak. Yoongi memeluk ibunya, dalam hatinya ia mengucapkan banyak terimakasih kepada ibunya karena telah membuat  dirinya percaya bahwa kedua adiknya dapat diselamatkan.

"Terimakasih, dokter." Yoongi menjabat tangan dokter tersebut. Ia mengangguk, kemudian berjalan meninggalkan mereka yang masih mengucapkan rasa syukurnya.

Jungkook dan Taehyung berada di dalam ruangan yang sama. Di dalam ruangan recovery untuk pemulihan operasi. Yoongi berada di samping Jungkook. "Kau berhasil menepati janjimu, sayang. Aku bahagia. Sungguh, terimakasih telah kembali lagi kepadaku." Yoongi bergumam kepada Jungkook. Sedangkan kedua orang tuanya berada di samping Taehyung. Menangis tersedu tanpa ucapan kata yang keluar dari mulutnya.

"Awalnya aku sedikit menyesal dengan keputusanmu." Yoongi masih saja bergumam, sembari mengusap sayang dahi Jungkook. Sesekali ia menyeka keringat yang keluar dari sana. "Tapi kali ini aku percaya jika kau akan kembali ke dalam hidupku." Yoongi tak bisa membendung air matanya lagi. Hanya Jungkook yang mampu membuat Yoongi mengeluarkan air matanya. Ia bahkan tidak pernah menangis hanya karena suatu hal. Ia pasti menangis karena Jungkook.

"Aku juga menyayangi Taehyung. Aku bersyukur ketika kalian berdua selamat." ah, akhir-akhir ini Yoongi menjadi semakin cengeng saja. Ia seperti hampir terkena syndrom peterpan.

Yoongi kembali mengecup kening Jungkook. Kali ini sangat lama, Yoongi tak ingin melihat Jungkook seperti ini lagi. Ia ingin melihat Jungkook dengan mata terbukanya. Tersenyum bahagia saat disampingnya. Juga keluh asa yang selalu Jungkook lontarkan saat bersama dengan Yoongi. Selamanya, Yoongi menginginkan Jungkook menjadi seperti itu.

Failed chap, right?
Thanks for reading :)

Sincerly
-JINNI

Learning From Butterflies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang