Naya menarik sebuah foto yang sudah ia tindih dengan buku-buku pelajaran. Cewek itu memandangi foto seorang anak laki-laki, yang kira-kira berusia empat tahun, sedang bermain drum di teras rumah.
Naya ingat, diam-diam dia mengambil kamera ayahnya dan mengambil gambar anak kecil itu. Anak kecil yang Naya kagumi diam-diam karena ia tak pernah berani mengajaknya bicara.
Keseharian Naya setelah les adalah memandangi anak cowok itu bermain drum, atau bersepeda dengan abangnya memutari komplek tanpa berani mengajak kenalan atau bicara.
Naya baru tahu namanya adalah Galang setelah beberapa bulan dia mengamati cowok itu.
Naya menuliskan nama Galang di balik foto yang pertama kali diambilnya.
Aloysius Galang, namanya.
Naya memandangi foto itu lagi. Galang. Di awal kepindahannya, Naya tak yakin kalau orang yang duduk sebangku dengannya itu Galang yang ia kagumi dulu.
Galang yang ia kagumi dulu dikelilingi oleh semangat yang rasanya tak akan habis-habis. Galang yang ia kagumi dulu, tidak pernah sediam ini.
Sampai akhirnya, Naya sadar. Galang yang ia temui sekarang merupakan Galang yang ia kagumi dulu. Cowok itu memiliki satu bekas luka di tangan kirinya. Berapa orang sih, yang memiliki bekas luka yang sama persis seperti yang dimiliki Galang?
Yang Naya pertanyakan adalah, kenapa harus dirinya dipertemukan lagi dengan Galang?
Seolah, sebelum kepindahannya yang mengikuti kedua orangtuanya dinas, ada hal yang belum terselesaikan di antara mereka.
Tapi, apa, Lang?